Process Control Plan adalah dokumen “hidup” yang menggambarkan metode kendali saat proses berjalan, sehingga perlu di-update sesuai perkembangan dan perbaikan yang dibuat untuk waktu ke depan.

Di dalam process control plan terdapat ketentuan resmi dilakukannya peninjauan secara periodik. Pada tahapan ini proses yang bergerak di luar kendali tim Lean Six Sigma. Orang-orang yang melanjutkan project selalu membutuhkan informasi yang jelas, tentang bagaimana cara mengimplementasikan project selanjutnya. Oleh karena itu process control plan harus memiliki owner, atau aktor yang bertanggung jawab atas pelaksanaan aktivitas tersebut. Dan untuk memastikan hal ini berjalan, maka perlu dibuat sistem audit dengan melibatkan jajaran manajemen sebagai penanggungjawabnya. Komitmen ini perlu dibuat di akhir project pada saat project akan ditutup (closing-red). Dengan mengumpulkan semua stakeholder yang terlibat dalam project, akan lebih mudah untuk membangun komitmen dari semua pihak untuk menjaga hasil improvement dan bertanggung jawab terhadap audit yang akan dijalankan.

Beberapa kali kami menyebutkan bahwa fase control ini adalah fase yang sangat kritikal. Artinya, tanpa adanya sustainability maka inisiatif perbaikan yang dilakukan adalah sia-sia, tidak akan memberikan benefit nyata bagi perusahaan. Dan ke depannya, perusahaan masih saja terjebak dalam siklus masalah yang sama berulang-ulang. Hal ini akan merusak semangat improvement di perusahaan secara perlahan tapi pasti. Oleh karena itu, project improvement harus ditutup dengan benar, hasilnya dikendalikan dengan benar, diserahterimakan pada pemilik proses untuk tanggung jawabnya, dan dijaga sustainability-nya.

Beberapa kasus, manajemen mengeluhkan kondisi dimana setelah project improvement selesai, hasilnya tidak sustain. Pencapaian mundur lagi kembali ke titik awal sebelum perbaikan mulai dijalankan. Sehingga penting untuk segera menemukan penyebab masalahnya.

Baca juga  Belajar Inovasi dari Kesuksesan Icons K-Pop BTS

Studi kasus menunjukkan bahwa masalah seperti ini timbul karena project yang dijalankan tidak memenuhi kaidah metodologi secara menyeluruh. Artinya setelah fase improve dan target tercapai maka tim berpikir bahwa project sudah selesai sehingga tidak ada lagi orang yang memikirkan mengenai pencapaian project dan mengabaikan fase control. Padahal fase control adalah fase penting untuk menggaransi pencapaian project kita mampu berkesinambungan.

Effort yang digunakan dalam fase control ini tidak kalah besar dibanding fase-fase yang lain. Dalam dokumen process control plan yang kita buat, kita harus memastikan bahwa PIC paham bagaimana menjalankannya. Jika diperlukan, pendampingan bisa dilakukan selama proses dijalankan sampai mereka benar-benar mampu dan berjalan mandiri.

Termasuk juga upaya untuk mendapatkan kesepatan audit dengan pihak management. Dimana pihak management secara berkala harus ikut melakukan audit untuk memastikan proses ini dijalankan. Pada tahap awal, audit perlu dilakukan dalam frekuensi yang tinggi. Setelah prosesnya benar-benar stabil frekuensi audit baru bisa dikurangi.

Continuous improvement merupakan sebuah proses yang berlanjut terus menerus. Untuk melakukan improvement di tahap selanjutnya, kita perlu memastikan bahwa baseline dari improvement sebelumnya sudah stabil. “Tanpa standarisasi maka tidak akan ada improvement”. SDCA sebelum PDCA.

Hal ini memerlukan komitmen dari project leader, process owner, dan management. Tanpa komitmen bersama dari para stakeholder maka sustainability tidak akan pernah tercapai. Perlu diingat bahwa setiap stakeholder memiliki peran dan tanggungjawab yang harus dijalankan masing-masing di dalam proses tersebut.