Walaupun memiliki semangat tinggi untuk melakukan perbaikan, banyak change agent dan perusahaan melakukan kesalahan ketika memulai inisiatif Lean. Menariknya, kesalahan-kesalahan yang terjadi di berbagai perusahaan nyaris serupa. Berikut ini adalah 10 kesalahan umum pada masa awal implementasi Lean, agar Anda tidak ikut terjebak didalamnya seperti banyak orang di luar sana:
1. Memulai tanpa bantuan profesional
Akan lebih mudah memulai transformasi bisnis dengan pondasi pengalaman dan pengetahuan orang lain yang telah terbiasa berurusan dengan Lean.Terlebih lagi, ada banyak hal yang harus dan tidak boleh dilakukan di setiap fase implementasi Lean, dan hal-hal ini berlainan antara satu industri dengan yang lainnya.Mintalah bantuan profesional, atau setidaknya orang yang sudah berpengalaman menerapkan Lean di industri yang sama dengan Anda.
2. Terlalu banyak meminta masukan
Kebiasaan yang merugikan namun kerap dilakukan banyak orang adalah terlalu banyak membaca, mencari, mengikuti seminar, dan bertanya hingga Anda merasa “mampu” dan “paham”. Jika perusahaan tempat Anda bekerja selalu mentolerir kegagalan atas nama pembelajaran, silakan terus belajar. Tapi jika tidak, berhentilah meriset dan mencoba-coba. Cara terbaik untuk membuktikan efektivitas sebuah saran adalah dengan mengaplikasikannya segera di pekerjaan sebenarnya. Seringnya, mereka yang bekerja di perusahaan tempat Anda menguji ide-ide Anda akan bertanya mengapa ide tersebut tidak berjalan dengan baik dan memberikan saran-saran agar ide tersebut bekerja.
3. Terlalu fokus pada edukasi dan solusi dan mengorbankan komunikasi
Mereka yang melakukan inisiatif Lean umumnya adalah insinyur, orang operasional, atau personalia, bukan marketing, sales atau orang corporate communication. Golongan yang disebut di awal adalah orang-orang yang berorientasi pada solusi dan edukasi, sementara yang terakhir adalah mereka yang memiliki kemampuan komunikasi dan persuasi. Keduanya adalah komponen penting selama proses perubahan berlangsung. Pikirkan keduanya berada dalam hubungan antara tim pengembangan produk dan tim marketing; yang pertama akan menguji ide-ide yang mungkin akan laku di pasaran, sementara yang terakhir berusaha membangun dukungan dan kebutuhan akan ide-ide tersebut, dan memberikan feedback pasar (voice of customer) kepada tim pengembangan produk.
4. Tidak berbicara dengan pelanggan
Apakah perubahan yang Anda buat akan berguna untuk pelanggan? Akankah perbaikan di sisi pengiriman, kualitas, atau harga akan memberi perbedaan dalam cara pandang pelanggan terhadap perusahaan dan produknya? Apakah pelanggan punya rencana yang bisa mempengaruhi penggunaan produk/jasa Anda dan perlu dipertimbangan untuk dimasukkan dalam program transformasi perusahaan Anda? Salah satu waste terbesar dalam value-stream-mapping adalah “memperkirakan apa saja value bagi pelanggan” alih-alih bertanya langsung kepada pelanggan mengenai apa yang penting bagi mereka.
5. Dana untuk program perbaikan terlalu kecil
Banyak perusahaan ingin menerapkan program Lean namun tidak menyediakan dana, waktu dan ruang yang cukup untuk melaksanakannya. Tidak ada air yang bisa dihasilkan dari pompa yang benar-benar kering. Tanpa adanya dana yang cukup, bahkan membicarakan rencana implementasi Lean menjadi sesuatu yang sia-sia. Kejadian semacam ini sering dialami perusahaan yang berusaha mencegah ketidakstabilan dengan menanan investasi, sebuah kesalah-pahaman mengenai lingkup transformasi dan durasi Lean, atau kurangnya komitmen serius dari pimpinan. Untuk kasus yang pertama, solusinya adalah membuat rencana intervensi yang akan menstabilkan dan menciptakan kapasitas, dana, atau ruang dalam budget untuk sistem perencanaan ulang jangka panjang. Untuk kasus kedua, silakan lihat kembali kesalahan no. 1 dalam daftar ini. Untuk kasus ketiga, opsinya adalah edukasi, menunggu 3 hingga 5 tahun ketika ada CEO baru, atau pindah ke perusahaan dengan kepemimpinan yang lebih terbuka.
6. Menginvestasikan terlalu banyak uang dalam proyek
Mungkin terdengar absurd, namun kesalahan ini sering terjadi. Proyek lean yang mendapatkan terlalu banyak dana berpotensi pemborosan dan ketika segala hal dilakukan tanpa melihat perlu atau tidaknya, perusahaan kemungkinan akan membayar terlalu mahal untuk kualitas yang biasa saja. Jangan terlalu membatasi, tapi jangan juga terlalu royal dengan budget.
7. Lingkup yang menjadi target perbaikan terlalu kecil
Memang benar, lingkup yang terlalu kecil lebih baik daripada terlalu besar. Hal ini juga didukung oleh kata-kata bijak yang mengatakan, “Jangan menggigit lebih besar daripada yang bisa Anda kunyah”. Namun ketika lingkup yang ditetapkan terlalu kecil, kesempatan untuk memperoleh pembelajaran akan hilang. Seperti kata pepatah, “Tidak ada masalah adalah masalah”. Perbaikan-perbaikan kecil memang baik untuk mendongkrak rasa percaya diri, namun jangan lupa untuk terus memperbesar lingkup dan belajar lebih banyak lagi dari pengalaman.
8. Tidak berencana untuk menghemat
Tujuan utama perusahaan ketika melakukan proyek, baik skala kecil atau besar, memang seringkali untuk meningkatkan efisiensi, memecahkan masalah dalam proses, dan memberikan value lebih kepada pelanggan. Beberapa proyek kaizen skala kecil bahkan sering dilakukan dengan tujuan menyederhanakan 1-2 pekerjaan dan membuat karyawan terbiasa dengan improvement. Namun jangan pernah meremehkan potensi penghematan yang bisa didapatkan di setiap proyek. Selalu rencanakan untuk menghemat, karena celah-celah penghematan bisa ditemukan di mana saja, seperti sumber daya yang terbebaskan dengan adanya perbaikan (misalnya tenaga kerja, peralatan dan dana).
9. Terlalu banyak rencana, kurang belajar
Sangat sering kita melihat manajemen perusahaan yang ragu berinvestasi dalam pendidikan dan pelatihan, konsultasi, kunjungan ke perusahaan lain, atau proyek pilot. Padahal semuanya adalah langkah awal yang sangat penting untuk memulai program perbaikan. Tidak peduli apakah alasannya berbau politis atau keuangan, akan terlalu banyak waktu berharga yang terbuang hanya untuk merencanakan alih-alin mencoba melakukan sesuatu dan belajar dari pengalaman tersebut. Perencanaan memang penting. Bahkan Lean enterprise memiliki siklus PDCA (plan-do-check-act). Namun siklus ini harus selalu berputar, jangan sampai terjebak hanya dalam satu keadaan saja.
10. Tidak mementingkan peran konsultan internal non-formal
Penyebaran pengetahuan, ide-ide dan keterampilan dilakukan secara formal dan non-formal di perusahaan. Namun sayangnya, jaringan non-formal sering diabaikan. Para Champion, Black Belt, dan Green Belt bertugas untuk mendistribusikan pengetahuan dan pengalaman yang didapat dari proyek-proyek yang sukses. Semua orang di organisasi secara aktif ataupun pasif mengajarkan kepada satu-sama lain dengan kata-kata, tindakan dan perilaku mereka. Ketika ada yang tidak sesuai standar, akan ada orang yang mengingatkan. Itulah pentingnya peran jaringan non-formal di perusahaan.***