The Failure Mode and Effects Analysis atau FMEA adalah suatu metodologi untuk menganalisis suatu masalah keandalan potensial pada awal siklus yang akan mempermudah pengambilan tindakan untuk penyelesaian masalah. FMEA digunakan untuk mengidentifikasi kegagalan, mengetahui dampaknya pada pengoperasian produk, dan mengidentifikasi tindakan untuk mengurangi kegagalan tersebut.

FMEA bukanlah sebuah alat baru. Industri kedirgantaraan telah menggunakan FMEA selama misi Apollo pada tahun 1960. Lalu pada tahun 1974 Angkatan Laut Amerika mengembangkan MIL-STD-1629 yang membahas bagaimana cara menggunakan FMEA dengan tepat. Saat ini, FMEA digunakan secara universal oleh berbagai perusahaan industri di seluruh dunia.

[cpm_adm id=”10097″ show_desc=”no” size=”medium” align=”right”]

Ada 3 jenis utama FMEA yang telah digunakan saat ini, yaitu System FMEA, Design FMEA, dan Process FMEA. System FMEA digunakan untuk menganalisissistem lengkap atau sub-sistem selama tahap perencanaan. Design FMEA digunakan untuk menganalisis desain produk sebelum dirilis ke manufaktur. Process FMEA digunakan untuk menganalisis manufaktur dan / atau proses perakitan.

Langkah FMEA

Sebelum melakukan analisis dengan FMEA, dianjurkan untuk membuat tabel untuk mempermudah analisis. Berikut 10 langkah yang harus diikuti dalam melakukan analisis dengan metode FMEA, yaitu:

  1. Tuliskan tahapan proses pada kolom pertama. Daftar ini nantinya akan menjadi kerangka proses.
  2. Buat daftar kemungkinan kesalahan untuk setiap tahapan proses yang telah dibuat sebelumnya. Dengan kata lain mencari tahu bagaimana tahapan proses tersebut bisa salah.
  3. Buat daftar untuk dampak yang ditimbulkan dari kegagalan tersebut. Dampak bisa mencakup lingkup internal perusahaan maupun terhadap pelanggan.
  4. Buat skala penilaian (peringkat) terhadap dampak tersebut, misalnya angka 1 yang mengartikan dampak tersebut tidak terlalu parah, dan angka 10 yang merepresentasikan dampak tersebut berpengaruh sangat besar. Masukkan angka ini pada kolom ‘SEV’ (severity). [cpm_adm id=”10576″ show_desc=”no” size=”medium” align=”left”]
  5. Identifikasi penyebab kegagalan sehingga menimbulkan dampak tersebut dan berikan penilaian juga seperti pada tahap sebelumnya. Masukan nilainya dalam kolom ‘OCC’ (occurrence).
  6. Identifikasi pengendalian untuk mendeteksi masalah dan berikan pula penilaian dalam bentuk peringkat yang merepresentasikan keefektifan dalam mendeteksi dan mencegah kesalahan tersebut. Masukkan dalam kolom ‘DET’ (detection).
  7. Hitunglah dengan cara mengkalikan angka pada kolom ‘SEV’, ‘OCC’, dan ‘DET’, kemudian masukkan hasilnya dalam kolom ‘RPN’ (risk priority number). Angka pada kolom ini akan membantu untuk menetapkan fokus prioritas.
  8. Sortir nilai pada kolom ‘RPN’ dan identifikasikan isu yang paling berpengaruh dan membutuhkan penanganan dengan segera.
  9. Tetapkan tindakan-tindakan yang akan dilakukan dan serahkan kepada orang yang memiliki kewenangan di area tersebut. Tentukan pula tenggat waktu untuk pelaksanaan dan selesainya.
  10. Setelah semua tindakan selesai dilakukan, hitung nilai ‘OCC’ dan ‘DET’
Baca juga  Agile: Metode Inovatif Agar Bisnis Responsif

Sumber: blog.gembaacademy.com