Di tahun 1940-an, Toyota menemukan bahwa proses produksi mereka dapat ditingkatkan dengan menerapkan sistem visual untuk memantau aliran bagian dari pemasok ke gudang dan jalur perakitan. Sistem pencocokkan persediaan dengan permintaan diperbolehkan untuk menggunakan metode “just in time” dan proses produksi yang mengurangi biaya, meningkatkan kualitas dan mempercepat laju produksi.
Mereka menyebutnya dengan proses Kanban, yang merupakan istilah dari bahasa Jepang untuk “papan” atau “sinyal visual”.
Berikut 4 langkah menerapkan prinsip Kanban di lantai produksi:
1. Alur Kerja Visual
Kanban dimulai dengan penciptaan sebuah model kerja visual dan alur kerja. Hal ini memungkinkan semua stakeholder untuk memantau aliran kerja. Semua kemajuan pekerjaan, termasuk proses macet yang menimbulkan antrian, dibuat jelas agar semua bisa melihat, sehingga hal ini akan mempermudah dan meningkatkan aliran informasi.
Visualisasi alur kerja bisa dibuat dengan cara yang paling sederhana, yaitu dengan post it berwarna yang ditempelkan di papan putih atau juga dapat dibuat secara digital.
2. Limit Work in Progress (WIP)
Sejalan dengan tujuan just in time, proses kerja bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya hanya bila ditarik ada permintaan dari pelanggan. Jumlah pekerjaan di dalam pipa selalu terbatas pada apa yang dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu. Misalnya, pengembang tidak bisa menyelesaikan perangkat tambahan lebih dari kapasitas tim penguji.
Fokus pada Flow
Ketika alur kerja divisualisasikan dan barang dalam proses terbatas, pekerjaan mengalir dengan bebas dari awal sampai akhir. Setiap gangguan dalam aliran dapat diidentifikasi dan diselesaikan sebelum backlog mulai terbentuk. Hal ini penting karena pekerjaan duduk di ikatan pipa meningkatkan nilai investasi, meningkatkan jarak ke nilai pelanggan, dan menciptakan konflik prioritas.
Dalam contoh di atas, jumlah di bawah masing-masing kelompok mewakili jumlah item yang dapat diatasi oleh tim dalam waktu satu minggu. Item nomor 5 diblokir karena telah selesai sebelum tim penguji dapat menariknya ke dalam pekerjaan yang sedang berjalan. Supervisor dapat dengan mudah mengenali masalah ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasinya sebelum backlog terjadi.
3. Continuous Improvement
Pendekatan Kanban memerlukan pendekatan yang konstan dan analisis untuk mencari peluang untuk perbaikan. Efektivitas tim dapat diukur dengan aliran pelacakan, throughput, kecepatan produksi dan kualitas.
Visualisasi adalah alat yang ampuh untuk memperbaiki proses di setiap jenis bisnis. Membatasi WIP merupakan strategi penting bagi orang-orang yang mencoba untuk menyelesaikan pekerjaan mereka lebih cepat.
Meskipun sederhana, pendekatan Kanban membantu tim beroperasi secara lebih efisien, mengurangi gesekan dan menjaga kelancaran arus nilai kepada pelanggan. Ini adalah pilihan beresiko murah dan rendah untuk organisasi agar berfokus pada perbaikan terus-menerus.***