Top down and bottom up

John Shook, presiden di Lean Enterprises Institute, menjelaskan bahwa Lean atau Toyota Production System bukanlah tentang top-down ataupun bottom-up. Lean juga bukan tentang bos yang memberitahu orang-orang apa yang harus dilakukan dan hal tersebut bukanlah sebuah sistem di mana karyawan diberdayakan untuk melakukan apapun yang mereka inginkan.

Justru menurutnya, sebuah budaya dan sistem manajemen yang efektif memiliki unsur top-down dan komunikasi bottom-up, keputusan dan improvement. Pemimpin cenderung berkomunikasi ‘mengapa’ saat melakukan improvement, sementara mereka yang berada di level middle dan bottom dalam organisasi cenderung untuk mencari tahu ‘apa’ dan ‘bagaimana’ mereka melakukan improvement.

Berikut 4 perbedaan antara top-down dan bottom-up improvement:

1.Initiator

Perbedaan pertama antara top-down dan bottom-up improvement tergantung pada siapa peng-inisiasi dari upaya perbaikan yang akan dilakukan. Dalam top-down improvement, pemimpin senior mengidentifikasi tujuan utama organisasi dan kemudian melibatkan para timnya untuk bersama-sama mencapai tujuan tersebut melalui project perbaikan, kaizen event, atau aktivitas improvement lainnya. Misalnya, VP dari divisi quality memutuskan bahwa waste motion merupakan penyebab dari ketidaksempurnaan produk (defect). Maka, tujuan dilakukan perbaikan adalah untuk meningkatkan kualitas dengan menghilangkan waste tersebut, dan tujuan ini bisa dicapai dengan melibatkan orang yang lebih terlibat dalam proses produksi.

Sedangkan bottom-up improvement, dimulai dari level bottom dan middle (staf dan manajer). Orang-orang di level ini menemukan adanya ruang perbaikan dalam daily activity mereka. Mereka bisa mengidentifikasi bagaimana agar pekerjaan mereka bisa lebih nyaman, dan lebih efisien, atau bahkan bagaimana memberikan better service untuk pelanggan. Ketika cara tersebut dilakukan, maka ide-ide yang muncul dari bottom dan middle level ini ikut berkontribusi pada kinerja organisasi secara keseluruhan. Meskipun, presentasinya tidak sebesar jika inisiatif nya muncul dari top manajemen.

Baca juga  Menuju Perfection dengan Kaizen dan Lean

2. Partisipan

Karena top-down improvement tipikalnya datang dalam bentuk projek atau event, maka jumlah pesertanya pun terbatas. Sebagai contoh, seorang pemimpin dapat membuat sebuah tim yang terdiri dari dua manajer dan 5 karyawan dari front –liner lintas divisi atau departemen dalam melakukan value stream mapping (VSM).

Sedangkan tujuan dari bottom-up improvement adalah termasuk setiap orang dan di setiap level organisasi. Setiap karyawan mencari cara bagaimana mereka meng-improve pekerjaan mereka sehari-hari dalam sebuah budaya perbaikan yang dilakukan terus-menerus (continuous improvement).

3. Frekuensi

Yang perlu digarisbawahi adalah, top-down improvement memiliki jadwal yang telah ditentukan atau kegiatan periodik, yang biasanya selalu diadakan review yang berlangsung setiap bulannya atau setiap minggu. Sedangkan bottom-up improvement terjadi setiap hari. Apakah Anda bisa menemukan perbaikan, saat Anda sedang asyik makan siang? Jika ya, catatlah perbaikan yang Anda temukan. Saat kebiasaan untuk melihat perbaikan menjadi bagian dari keseharian, maka permasalahan akan lebih mudah ditemukan, bahkan di saat perbaikan telah banyak dilakukan.

4. Ruang Lingkup

Anda mungkin telah menyadari hal ini. Apakah top-down improvement  atau bottom-up improvement memiliki tantangan yang lebih besar? Anda pun bisa menebaknya. Saat Anda menemukan ada permasalahan besar, perbaikan besar pun diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam hal ini, maka yang diperlukan adalah top-down improvement. Biasanya untuk menyelesaikan masalah ini, biaya dan risiko yang muncul pun akan lebih besar, sehingga diperlukan perencanaan yang matang dari para manajemen senior. Dan meskipun, manajemen memutuskan ‘apa’ yang perlu ditingkatkan, karyawan di level bottom dan middle pun tetap perlu terlibat untuk mengetahui secara jelas ‘apa’ yang perlu ditingkatkan dan ‘bagaimana’ meningkatkannya. Para senior manajemen memiliki keterbatasan mengenai detail dari  day to day activity para tim di bawahnya, sehingga tidak semua jawaban bisa mereka berikan. Namun dalam hal ini, para manajemen senior bisa memberikan dan mengatur arah serta menginspirasi orang-orang untuk berpartisipasi dalam menjalankan perubahan yang diinginkan.

Baca juga  Selamat Tahun Baru 2025, Excellent People!

Di sisi lain, bottom-up improvement biasanya dalam lingkup yang lebih kecil, biaya yang tidak terlalu besar, dan risiko yang lebih kecil. Artinya, perubahan yang mampu dilakukan oleh masing-masing individu atau tim mereka sendiri. Peran pemimpin di sini adalah untuk memberikan pembinaan yang diperlukan untuk memastikan bahwa setiap orang berada di jalur yang benar sesuai dengan tujuan organisasi.***

Sumber: http://blog.kainexus.com/