Menurut John Mills, wakil presiden di Rideau Recognition Solutions, salah satu cara efektif dalam membuat pengaturan jadwal kerja yang efektif pada Industri Manufaktur bukanlah dengan mengatur seberapa banyak jam kerja, namun seharusnya lebih kepada pengaturan banyaknya tugas yang harus dikerjakan selama jam kerja yang tersedia. Efisiensi waktu adalah salah satu keberhasilan dalam penerapan Lean Manufacturing yang terfokus kepada eliminasi waste (pemborosan) pada proses produksi.

Senior executive Facebook, Sheryl Sandberg, mengungkapkan komitmennya berupa 40 jam kerja yang dia habiskan dalam seminggu. Setiap hari, tepat jam 5:30 sore, ia keluar dari kantor dan langsung pulang ke rumah agar bisa tiba di rumah lebih cepat, demi memperoleh waktu lebih banyak bersama anak-anaknya. Pengakuannya ini menjadi headline di media.

Pertanyaannya adalah, apakah kebiasaan Sandberg tersebut begitu radikal sehingga pantas menghiasi halaman depan sebuah media internasional? Apakah perusahaan-perusahaan di Amerika Utara kini telah menjadi begitu bersifat ‘sweatshop’ sehingga jam kerja standar kini dianggap sebagai jam kerja yang minim upah? Jika melihat dari contoh Sandberg, mungkin jawabannya akan ‘ya’, namun sesungguhnya menurut riset, saat ini justru para pengusaha dan pimpinan perusahaan sedang berusaha untuk menurunkan kebutuhan akan waktu lembur di perusahaannya.

Merujuk kepada studi nasional mengenai ketenagakerjaan yang dilakukan oleh Families and Work Institute and Society for Human Resources Management, perusahaan kini lebih fleksibel dalam pengaturan jam kerja karyawan. Berikut data yang dihasilkan:

  • 77% perusahaan menerapkan jam kerja yang fleksibel dan secara periodik mengubah waktu mulai dan selesai kerja. Jumlah ini naik dari angka 66% pada tahun 2005.
  • 87% perusahaan memberikan izin kepada karyawan untuk cuti pada hari kerja jika mereka perlu menghadiri acara keluarga yang penting atau memiliki urusan pribadi tanpa memotong gaji. Jumlah ini naik dari 77% pada tahun 2005.
  • 63% perusahaan membuka peluang bagi karyawan untuk bekerja di rumah, melalui suatu kesepakatan. Angka ini naik dari hanya 34% pada 2005.
  • 44% memberikan keleluasaan kepada karyawan untuk mengatur pain dan unpaid overtime mereka. Sebelumnya hanya 28% pada tahun 2005 yang memberlakukan kebijakan demikian.
Baca juga  Hilirisasi Lanjut untuk Topang Ekonomi 8 Persen

Lebih dari seabad lalu, para ahli manajemen berpikir bahwa efektifitas dan produktifitas kerja seseorang yang bekerja selama 60 jam perminggu akan memudar pada bulan pertama masa kerjanya, dibanding mereka yang bekerja 40 jam seminggu. Artinya, karyawan membutuhkan waktu istirahat yang cukup untuk tetap produktif.

Namun demikian, pekerja ‘kerah putih’ memiliki waktu dan kehidupan kerja yang lebih nyaman; berbeda dengan pekerja manufaktur. Operasi di Industri Manufaktur nampaknya memang memerlukan lebih banyak kekuatan dan kerja keras. Penuh dengan aturan kerja yang telah disepakati antara manajemen dan serikat pekerja selama puluhan tahun. Namun sesungguhnya, di lingkungan pabrik sekalipun, ada sedikit tempat untuk kreatifitas. Berikut ini adalah lima ide yang dapat memberikan kebebasan lebih dalam bekerja dan secara bersamaan juga meningkatkan produktifitas dalam proses kerja manufaktur:

Rancanglah shift yang bertahap

Masukkan lebih banyak waktu jeda, karena karyawan yang bekerja dalam waktu pendek akan lebih produktif dibandingkan dengan karyawan yang berkutat terus menerus dengan pekerjaannya. Sebabnya adalah, waktu jeda akan me-‘refresh’ mood dan mengembalikan konsentrasi yang mungkin mulai hilang. Apalagi jika pekerjaan tersebut berkaitan dengan aktifitas yang berulang, seperti memilah, memindah dan memasang. Selain itu, karyawan yang terlalu lama berdiri sambil bekerja berulang-ulang akan lebih potensial mengalami cedera seperti sakit punggung, yang dapat berujung pada tingkat absensi dan biaya tambahan untuk tunjangan kesehatan.

Eksperimen dengan jam istirahat

Lini produksi memang harus berjalan dalam kurun waktu tertentu, namun sesungguhnya rentang waktu tersebut tidak harus dimulai jam 9 pagi hingga jam 5 sore. Beberapa perusahaan menerapkan rentang waktu jam 9 pagi hingga jam 2 siang. Lalu dimulai lagi pada tengah malam hingga jam 5 pagi. Atur sedemikian rupa sehingga pekerja dapat beristirahat dengan layak.

Aturlah tugas-tugas yang harus dikerjakan, bukan waktu kerja yang dihabiskan

Baca juga  Indonesia di posisi ke-12 Top Manufacturing Countries by Value Added 

Sistem punch clock telah ketinggalan zaman. Lini Anda telah memiliki target yang diatur oleh manajemen dan ditentukan oleh permintaan pelanggan. Bekerjalah untuk memenuhi target tersebut, bukan untuk menghabiskan waktu kerja. Aturlah tugas untuk setiap individu yang tergabung dalam tim. Gunakan perangkat komunikasi internal untuk membuat dan mempublikasikan leaderboard,  dimana setiap orang dapat melihat tim mana yang bekerja paling produktif, lalu berikan penghargaan secara kreatif.

Buat aturan mengenai liburan

Secara tradisional, karyawan mendapat jatah liburan berdasaekan waktu kerja yang telah disumbangkan kepada perusahaan; seolah pekerjaan adalah penjara dengan waktu bebas di akhir pekan. Mengapa tidak ubah sistem insentif ? Berikan hadiah berupa waktu libur kepada karyawan jika mereka mampu menyelesaikan sebelum deadline, atau dengan hasil sangat baik. Dengan ini, karyawan juga menikmati keuntungan dari peningkatan produktifitas yang terjadi.

Beri penghargaan secara kreatif

Jadilah spesifik dan kreatif dalam memberikan penghargaan. Penghargaan atas kinerja dan dedikasi karyawan kepada perusahaan akan meningkatkan produktifitas. Berilah waktu libur ekstra. Ajak tim eksekutif untuk mentraktir karyawan dan keluarganya makan malam di restoran, misalnya. Atau berikan penghargaan khusus kepada tim yang mampu menyelesaikan tugas rumit, seperti jersey yang didesain khusus. Ambillah waktu untuk menghargai pekerjaan yang menghasilkan value bagi pelanggan dan shareholder.

Demikianlah, perusahaan yang mengutamakan produktifitas seharusnya tidak terlalu memusingkan panjangnya waktu kerja, tapi padatnya aktifitas dan produktifitas dalam setiap waktu yang tersedia. Kapan pekerjaan selesai bukanlah sesuatu yang menjadi fokus. Yang utama adalah kemampuan lini produksi untuk menghasilkan output pada level tertinggi. Berilah insentif yang layak kepada karyawan, dan mereka akan melakukannya untuk Anda.

Diadaptasi dari artikel yang ditulis oleh John Mills. www.industryweek.com