Dewasa ini, semakin banyak organisasi yang mencoba melengkapi inisiatif Lean dengan Six Sigma didalam kerangka kerja yang telah mereka miliki. Kombinasi antara Lean yang menitik-beratkan kepada waktu turnaround dan Six Sigma yang fokus kepada kualitas proses dipercaya dapat memberikan hasil dengan impact yang besar dan target dapat dicapai dengan cepat. Namun untuk mendapatkan keuntungan ini, perusahaan harus menghadapi satu tantangan: mengintegrasikan Lean dengan Six Sigma tanpa menimbulkan gesekan dalam struktur salah satu metode yang sebelumnya telah berjalan.
Dengan pendekatan yang terstruktur, sangat mungkin untuk menggabungkan Lean dengan metode Six Sigma yang telah dijalankan sebelumnya, seperti yang dialami oleh berbagai perusahaan yang ada dalam daftar Fortune 10. Ada beberapa tool dan prinsip Lean yang dapat diintegrasikan dengan Six Sigma, antara lain:
Value Stream Mapping (VSM)
Dalam fase Analyze (dalam proyek DMAIC), sebuah value stream map dapat dibuat untuk menggambarkan aliran material dan informasi, dan mengkategorisasikan aktifitas menjadi tiga segmen: mengadakan nilai (value enabling), menambah nilai (value adding), dan tidak menambah nilai (non-value adding). Fokus dari VSM adalah mengidentifikasi dan menghilangkan aktifitas non-value added dalam setiap langkah proses dan mengurangi waktu tunggi antara setiap langkah. Aktifitas value enabling tidak dapat dihilangkan sama sekali dari sistem. Aktifitas-aktifitas tersebut dapat dibagi menjadi subkategori yaitu aktifitas value adding dan non-value adding. Yang harus dihilangkan adalah aktifitas non-value adding. Eliminasi tersebut akan membantu memadatkan proses dan memberikan keuntungan yaitu berkurangnya variasi. Tool VSM juga dapat digunakan sebagai bagian dari siklus Kaizen, yang diaplikasikan pada fase Analyze dan Improve.
Takt Time
Takt adalah kata dalam bahasa Jerman yang berarti “detak”. Takt time atau waktu takt adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah proses untuk memenuhi permintaan pelanggan. Untuk proses yang melibatkan cycle time, seperti misalnya proses manufaktur, cycle time dapat ditemukan dalam fase Measure. Lalu, pada fase Analyze, cycle time dapat dikomparasikan dengan service level agreement (SLA) yang ada. Jika ketidakcocokan telah melampaui batas toleransi, perbaikan harus dilakukan untuk mencocokkan cycle time dengan takt time dalam sistem.
Ishikawa Diagram (Diagram Sebab-Akibat / Fishbone) dan 5 Whys
Dalam fase Analyze, tidak adanya data statistik yang layak akan mempersulit identifikasi root cause. Dalam skenario ini, gunakanlah tool 5 Whys, yaitu menanyakan “Why?” beberapa kali, digabungkan dengan utilisasi tool diagram sebab-akibat, dapat mempermudah pekerjaan menggali root cause atau akar permasalahan. Too 5 Whys juga dapat membantu menemukan dinamika proses pada area yang dapat ditangani dengan mudah.
Heijunka (Pemerataan Beban)
Dalah bahasa Jepang, Heijunka berarti sebuah sistem produksi yang dirancang sedemikian rupa agar aliran pekerjaan dapat berjalan dengan konsisten. Prinsip ini dapat digabungkan dalam fase Design jika root cause analysis yang dilakukan pada fase Analyze mengidentifikasi bottleneck dalam proses. Pemerataan beban dapat dilakukan untuk mendorong pull system dan mencegah proses berjalan secara push serta mengurangi bottleneck. Upaya untuk memberlakukan pemerataan beban dalam sistem juga secara otomatis akan mengurangi inventori.
Poka-yoke (Mistake Proofing)
Poka-yoke adalah istilah dalam bahasa Jepang yang artinya “anti-kesalahan”. Tool ini dapat digunakan untuk menyesuaikan langkah-langkah proses dan ketika merancang sistem baru dengan DMADV (Define, Measure, Analyze, Design, Verify). Kombinasi dari diagram Ishikawa dan analisa Pareto dapat digunakan dalam fase Analyze, untuk menemukan isu-isu utama yang mengganggu jalannya proses. Selama fase Improve dan Design, kemungkinan untuk menghilangkan penyebab utama kesalahan dapat dieksplorasi dengan meningkatkan atau merancang ulang sistem untuk menghindari terjadinya kesalahan.***
Adaptasi dari: Isixsigma.com; Shubhajit Roy.