Smart Employee in smart manufacturingDengan semakin luasnya peran internet dan teknologi saat ini (baca juga: 3 Tren Teknologi Pemicu Perubahan Dalam Proses Manufaktur), menurut Edward D. Hess profesor di University of Virginia Darden School of Business, para pemimpin perusahaan akan membutuhkan para karyawan yang disebut “adaptive learners”, yaitu karyawan yang menggunakan satu set keterampilan yang akan membantu mereka tetap relevan terhadap perubahan yang terjadi dengan bisnis yang dijalani organisasinya. Dalam buku terbarunya, “Learn or Die: Using Science to Build a Leading-Edge Learning Organization (Columbia Business School Publishing, 2014), Hess membahas tentang beberapa kemampuan belajar yang harus dimiliki para karyawan. Apa saja kemampuan tersebut? Berikut penjelasan Hess, seperti dikutip Industryweek.com:

Mulailah terbiasa untuk merasa “tidak tahu”

Di dunia yang saat ini kita tempati, dimana informasi lebih banyak dibanding kemampuan kita untuk menguasainya, kita harus menyadari apa yang kita tidak ketahui dan fokus untuk terus belajar.

Hess menjelaskan, “Secara alami, kemampuan kognitif manusia bisa bekerja secara cepat, refleksif dan terkadang juga malas dalam berusaha mengonfirmasi apa yang kita ketahui. Sehingga sangat penting untuk belajar bagaimana dan kapan untuk membuat Anda berpikir lebih intens. Anda harus secara aktif mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan berpikir inovatif.”

Singkarkan ego untuk lebih melatih open-mindedness

Ketika berusaha untuk menjadi pembelajar yang efektif, kita harus berlatih sedikit menurunkan ego dan lebih melatih otak kita secara emosional untuk menerima hal-hal baru.

“Saat ini dibutuhkan keberanian untuk memasuki dunia yang tidak Anda ketahui dan belajar sesuatu yang baru, meskipun hal tersebut dilakukan untuk pertama kalinya. Untuk membuat proses ini lebih mudah, Anda harus belajar untuk mengklasifikasikan ide yang Anda miliki. Dengan demikian, ini berarti Anda telah belajar untuk beradaptasi dengan pemikiran Anda sendiri berdasarkan informasi atau fakta baru yang Anda terima.”

Baca juga  Siklus Lima Langkah untuk Transformasi Perusahaan

Jadilah “inner-directed” learner

Meskipun secara natural adalah hal yang wajar jika kita tidak ingin mengalami kegagalan namun, ternyata hal tersebut justru dapat menghambat munculnya inovasi. Sebuah proses dimana terjadi kegagalan di dalamnya, adalah sebuah proses yang semakin berharga.

“Anda harus melihat bahwa proses belajar sebagai hadiah untuk diri sendiri,” jelas Hess. “Cobalah untuk mengembangkan learning mindset, sehingga setiap kali Anda belajar, Anda akan berhasil. Kecepatan dan kualitas belajar seseorang ada pada hasil yang relevan dan kompetitif.”

Jangan takut membuat kesalahan

Dibanding melihat sebuah kesalahan sebagai sesuatu yang Anda lakukan dengan salah, akan lebih baik untuk mencoba melihat kesalahan sebagai kesempatan untuk belajar.

Hess menekankan bahwa belajar bukanlah hal yang 99% bebas dari kesalahan. Dengan menerima kesalahan, hal tersebut dapat menjadi hal yang baik sejauh Anda dapat memastikan bahwa Anda belajar dari kesalahan tersebut.

Keinginan untuk mencoba

Self-efficacy adalah keyakinan bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk mengatasi tantangan atau mencoba sesuatu yang belum mereka ketahui (dengan alasan tertentu).

“Anda dapat membangun self-efficacy dengan menempatkan diri Anda dalam situasi yang menantang bahwa Anda memiliki kemampuan untuk mengatasi tantangan yang ada dengan baik. Seiring dengan keyakinan yang tinggi bahwa Anda mampu mengatasi tantangan, Anda akan lebih bersedia untuk melakukan tugas-tugas yang lebih menantang.”

Membangun emotional intelligence (CI)

Emotional intelligence adalah kemampuan untuk lebih peduli dan mengatur emosi. Emotional intelligence memainkan peran penting dalam kemampuan kita mengenali dan menilai informasi baik verbal maupun non verbal, mengatur perasaan dan membantu dalam memecahkan masalah dan kreativitas. Semua hal tersebut penting untuk meningkatkan kemampuan berkolaborasi secara efektif.

Baca juga  Frugal Living: Hidup Lebih Efisien, Bermakna, dan Berkelanjutan

“Jika Anda tidak bisa mengatur emosi Anda sendiri, memahami perasaan orang lain, atau terhubung dengan orang-orang disekitar Anda, maka sulit bagi Anda untuk menjadi seorang kolaborator yang sukses.”

Mencari umpan balik yang konstruktif

Mendengar kritikan yang cukup tajam memang cukup sulit untuk diterima, namun hal tersebut dapat membuat kita lebih “mahir” dalam  bidang yang kita geluti.

“Umpan balik yang konstruktif dapat membantu Anda meningkatkan kemampuan, ini menjadi hal yang berharga, terutama ketika Anda dapat menumbuhkan pola pikir dimana tempat kerja Anda saat ini sudah makin didominasi oleh teknologi,” jelas Hess.

Menurut Hess, dengan derasnya perubahan yang terjadi sekarang ini, organisasi juga perlu memerhatikan kemampuan baru yang harus dikembangkan orang-orang di dalam organsasi. Menurutnya, ini menjadi tantangan sekaligus kesempatan bagi para pemimpin perusahaan dalam membangun budaya continuous improvement di abad 21.***