Pernah belanja di Amazon.com? Mungkin Anda sudah pernah merasakan bagaimana cepatnya barang yang kita beli di online retailer tersebut sampai di tangan kita, walaupun pengiriman dilakukan dari Amerika Serikat atau Eropa. Saya sendiri memiliki pengalaman menyenangkan ketika berbelanja di Amazon.com. Barang yang dipesan sudah sampai di rumah hanya dua minggu setelah pemesanan. Padahal, umumnya pengiriman barang dari AS ke Indonesia bisa memakan waktu 4-8 minggu. Bisa Anda bayangkan, betapa sibuknya suasanya di pusat logistik Amazon.com untuk memenuhi ribuan pesanan yang masuk setiap minggunya? Lalu bagaimana jika mereka mengalami ledakan pesanan, seperti pada minggu-minggu menjelang hari raya, misalnya?

Beberapa waktu lalu, Pete Abilla menulis tentang apa yang terjadi di pusat logistik Amazon.com di website pribadinya. Peak Season di Amazon adalah gabungan dari kesibukan yang super padat, kesenangan, dan excitement. Abilla menyebutnya waktu dimana “all hands on deck” benar-benar terjadi dan semua orang bekerja bersama-sama dan saling membantu. Waktu-waktu ini sangat krusial bagi Amazon, karena disinilah saatnya mereka membuktikan keberhasilan sistem “click-to-ship” dan kualitas operasional mereka. Amazon harus memastikan barang mengalir dari gudang-gudang menuju pelanggan dengan mulus, cepat, dan bebas cacat.

Dua Batu Kembar Amazon

Amazon memiliki dua batu kembar yang selalu menghadang langkah mereka setiap tahun. Dua batu tersebut adalah dia peak season, yaitu Inbound Peak dan Outbound Peak.

Inbound Peak adalah masa-masa puncak ketika Amazon membeli barang dari para pemasoknya. Kunci Amazon untuk menaklukkan batu yang satu ini adalah membuat Sales and Operation Plan (S&OP) yang dipublikasikan secara internal dan disebarluaskan ke seluruh Operation. Laporan ini dibuat untuk menunjukkan perkiraan SKU (stock keeping unit) atau ASIN (Amazon Standard Identification Numbers)  dengan permintaan tinggi dan jumlah yang harus dibeli. Inbound Peak dimulai sekitar bulan Agustus dan berakhir di September atau Oktober. Pada waktu-waktu ini, semua tenaga kerja dan waktu yang dianggarkan dialokasikan bagi sisi inbound.

Batu kedua, Outbound Peak, biasanya terjadu di minggu ke 45, mendekati Thanksgiving. Inilah waktu dimana tenaga kerja dan waktu yang dianggarkan semuanya dialokasikan bagi sisi outbound. Pada waktu inilah Amazon memperoleh revenue mereka untuk tahun itu, dan tekanan memuncak. Amazon dan para stafnya harus bisa mengirimkan barang dan memberikan pelayanan yang memuaskan untuk memenuhi harapan pelanggan. Bagi Amazon, inilah waktu paling memompa adrenalin dan semua orang yang bekerja didalamnya merasa seperti sedang mengukir sejarah.

Grafik diatas menunjukkan contoh barang-barang yang dikirimkan oleh Amazon. Coba saja kalikan angka-angka diatas sebanyak 13 kali untuk 13 pusat logistik Amazon dan drop-shipper mereka. Anda akan menemukan volume luar biasa dari barang yang harus ditangan Amazon. Dengan angka sebesar itu, tidak heran jika Amazon melakukan mekanisasi ekstrim pada pusat-pusat logistik mereka.

Amazon, seperti yang diakui oleh Jeff Bezos sendiri, merupakan perusahaan yang sangat terobsesi pada pelanggan. Terlepas dari apa yang mereka lakukan dengan pusat-pusat logistik dan isu-isu yang berkembang mengenainya, Amazon, tidak bisa dipungkiri, adalah perusahaan yang tahu cara terbaik dalam melakukan segala hal. Tidak heran jika saat ini mereka telah mulai mengukir sejarah di dunia retail online.***