Bagi orang-orang yang bekerja di sebuah organisasi yang terinspirasi oleh lean, istilah ‘kaizen’ merupakan salah satu istilah yang lebih sering terdengar ketika membicarakan tentang perbaikan atau improvements. Meskipun demikian, kaizen lebih sekedar filosofi dibandingkan dengan kegiatan nyata. Namun, berbeda dengan Jishuken, yang merupakan kegiatan yang sebenarnya dalam filosofi kaizen yang didorong dan didukung oleh manajemen serta melibatkan identifikasi pada area-area tertentu yang mana membutuhkan adanya perbaikan yang berkelanjutan.
Sederhananya, untuk dapat lebih mudah memahami arti dari Jishuken, mungkin kalimat ‘belajar secara mandiri’ menjadi kalimat yang tepat. Di beberapa hal, Jishuken adalah elemen lain dimana informasi dibagikan dan disebarkan di seluruh penjuru organisasi untuk membantu merangsang kaizen.
[cpm_adm id=”10097″ show_desc=”no” size=”medium” align=”right”]
Sejarah Jishuken
Kata Jishuken berasal dari salah satu kalimat dalam Bahasa Jepang, yaitu “Kanban houshiki bunkachou jishu kenkyuukai” yang artinya kurang lebih “Departemen sistem kanban seorang manajer dalam kelompok belajar otonom.” Kalimat tadi kemudian dipersingkat hingga hanya menjadi Jishuken saja yang berarti ‘belajar mandiri’ dan sering disebut ‘autonomous study groups’ dalam bahasa Inggris.
Strategi di balik Jishuken adalah terutama yang berasal dari kegiatan yang didukung penuh oleh manajemen dan bertujuan untuk mendapatkan team leader dan juga manajer untuk melakukan kegiatan yang berhubungan langsung dengan kaizen di daerah operasional, seperti misalnya di lini pabrik.
Ketika Tachii Ohno untuk pertama kalinya mengembangkan Toyota Production System (TPS), ia diminta oleh manajer untuk berkumpul di lantai pabrik untuk melakukan kegiatan kaizen. Umumnya, pekerjaan ini akan melibatkan manajer departemen dan manajer bagian dari pabrik Motomachi dan Kamigo untuk bekerja sama, memilih tema tertentu dan bekerja menuju berbagai cara untuk meningkatkan proses.
Meskipun pada dasarnya akan lebih menghemat biaya apabila membiarkan para teknisi melakukan gemba kaizen jenis ini, melibatkan para manajer dalam proses kaizen juga akan membantu mereka memahami, mengambil kepemilikan dan membangun budaya genchi genbutsu di Toyota itu sendiri.
Pada tahap awal dari implementasi TPS, konsep Jishuken dimulai dengan kanban. Namun saat ini, Jishuken lebih sering diterapkan dalam konteks kelompok belajar dalam kaizen itu sendiri. Banyak fasilitas yang memiliki sistem sugesti sendiri yang memungkinkan semua karyawan untuk menerapkan perbaikan harian yang kecil dan sederhana dalam proses mereka. Meskipun demikian, Jishuken berfokus pada proyek yang lebih besar yang didukung oleh para manajer yang terkait dengan tujuan bisnis.
Sekilas Pandang
Seperti banyak kegiatan TPS lainnya, Jishuken juga memiliki dua tujuan utama, baik untuk pembelajaran dan juga untuk tujuan produktivitas. Ini merupakan salah satu metode untuk mengumpulkan para manajer untuk memecahkan masalah dalam proses produksi dan juga perbaikan yang berkelanjutan. Meskipun yang lebih penting adalah manajer juga dapat terus meningkatkan kemampuan mereka untuk melatih dan mengajarkan TPS dan pemecahan masalah kepada orang lain.
[cpm_adm id=”10763″ show_desc=”no” size=”medium” align=”left”]
Jishuken juga merupakan alat untuk membangun budaya organisasi. Jishuken membantu membangun budaya organisasi yang mengidentifikasi area masalah pada tingkat dasar dan mempersiapkan rencana dengan analisis secara mandiri dari sistem. Hal ini juga membantu meningkatkan interaksi staf operasional dan sta manajerial untuk menyelesaikan proses.
Implementasi Jishuken
Banyak organisasi yang memiliki variasi konsep dan prosedur dari lean mereka sendiri, tetapi, ketika suatu organisasi ingin mulai menerapkan Jishuken, selalu menjadi hal yang tepat untuk melihat juga di bagian atas (top). Menurut Mike Daprile, mantan Wakil Presiden dari pabrik Toyota Motor, Jishuken diterapkan untuk mempelajari keseimbangan, mengidentifikasi masalah mesin, inefisiensi dan penyebab lainnya yang memicu munculnya limbah.
Secara sederhana, berikut tahapan Jishuken yang diterapkan di Toyota Motor menurut Daprile:
1/ Memilih area atau bagian yang membutuhkan adanya perbaikan
2/ Mengembangkan sebuah tim yang terdiri dari orang-orang yang terbiasa memimpin dari berbagai departemen, termasuk teknisi, bagian kualitas dan juga produksi
3/ Menetapkan fungsi di pabrik untuk dilakukan pemantauan oleh setiap anggota tim
4/ Anggota tim mengajukan pertanyaan untuk setiap tugas yang diberikan
5/ Pemimpin tim melakukan review semua masalah pada lembar kerja Jishuken dan mengidentifikasi masalah yang muncul, tindakan apa yang harus diambil, siapa yang bertanggung jawab untuk melakukan perubahan
6/ Pemimpin tim bertemu dengan operator untuk mendiskusikan temuan mereka dan perubahan yang dilaksanakan
7/ Mempublikasikan hasil di seluruh area, melacak status perubahan, dan terus menindak lanjuti dengan penanggulangan melalui ceklis.***