Kekhawatiran para penggiat lingkungan terhadap resiko penggunaan bahan bakar biofuel (nabati) seperti etanol jagung, sebenarnya sudah berlangsung lama. Di tambah studi terbaru menunjukkan bahwa biofuel, bahkan untuk tingkat lanjutan pun juga bisa melukai iklim di bumi.
Seperti dilansir dari Time.com, subsidi besar untuk biofuel yang dimaksudkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan memotong permintaan minyak justru ternyata memiliki dampak yang berlawanan dengan lingkungan. Mengingat para peneliti bioenergi telah mengabaikan beberapa hal sampai dengan saat ini, tentunya ini juga sekaligus menjadi masalah paling mendasar.
Penggunaan lahan untuk menanam bahan bakar berbahan dasar limbah jagung menyebabkan kerusakan hutan, lahan basah, serta padang rumput yang menyimpan banyak karbon.
Seperti dilansir dari Manufacturing.net, sebuah studi mengatakan bahwa biofuel tidak lebih baik dari bahan bakar gas. Hal ini diketahui dari hasil studi yang dirilis pada Minggu di jurnal Nature Climate Change. Dari studi tersebut disimpulkan bahwa biofuel dalam jangka panjang pun tidak akan bisa memenuhi standar yang sudah ditetapkan dalam undang-undang energi tahun 2007 tentang energi yang dapat diperbaharui.
Selama bertahun-tahun sudah banyak pihak dari penggiat lingkungan yang bertentangan dengan hasil penelitian bioenergi karena hal tersebut memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan, bahkan lebih parahnya, jumlah biofuel yang dihasilkan terus meningkat. Untuk tahun ini saja, Amerika Serikat diperikirakan akan menggunakan hampir 5 miliar limbah jagung untuk bisa menghasilkan lebih dari 13 miliar galon etanol.
Saat ini, masih menurut artikel Time.com, ternyata biofuel generasi selanjutnya akan lebih buruk lagi bagi lingkungan di banding sumber-sumber berbahan bakar fosil. Tentunya hal ini sudah sangat mengkhawatirkan bagi industri biofuel. The Renewable Fuels Association (RFA), sebuah kelompok perdagangan etanol, dengan cepat mengkritik studi mengenai perubahan iklim. RFA mencatat penelitian Nature Climate Change sebelumnya, yang mengatakan bahwa limbah jagung sebenarnya dapat dihilangkan karena itu merupakan bahan bakar yang tidak mengurangi jumlah karbon dalam tanah.
Namun, menurut perkiraan Profesor Adam Liska dari University of Nebraska, sebagian besar bahan baku biofuel generasi berikutnya ini akan menggunakan limbah jagung sebagai sumber bahan bakar awal.
Untuk pertama kalinya, dalam laporan terbaru mengenai pemanasan global, Panel Antarpemerintah PBB untuk Perubahan Iklim secara terang-terangan memperingatkan resiko lingkungan dari penggunaan biofuel yang tidak terkendali. Hal ini tentu saja membuat industri biofuel dalam kesulitan. Tapi, pada kenyataannya industri biofuel tentu masih memiliki jalan panjang untuk membuktikan bahwa biofuel generasi selanjutnya benar-benar merupakan bahan bakar yang aman bagi lingkungan.***RR