Siapa yang tak kenal Bakmi GM? Restoran bakmi yang terkenal dengan citarasa khas pangsit gorengnya ini sangat mudah kita temukan di seputaran Jakarta. Hebatnya, menurut pengalaman pelanggan, makan di setiap cabang restoran Bakmi GM manapunrasa makanan tetap sama enaknya. Fakta itulah yang mendorong Shift untuk mengetahui lebih jauh mengenai operasional restaurant-chain yang telah memiliki 26 outlet yang tersebar di Jakarta, Tangerang dan Bekasi ini.

Menurut Budi Purnama, General Manager PT. Griya Miesejati (Bakmi GM), chain restoran ini memiliki 3 tipe outlet, yaitu tipe Fast Food seperti yang dapat ditemukan di Senayan City, Pondok Indah Mall II, Margonda City, Electronic City SCBD. Tipe kedua adalah Dine-In (Service), seperti yang ada di Mall Ambassador, Supermall Karawaci, Melawai, Kota, dan sebagainya. Tipe ketiga adalah Semi Fast Food, yaitu resto fast-food yang memiliki dining area seperti di Mall Kelapa Gading 3 dan Bandara Terminal 3. Menariknya, Bakmi GM mampu mempertahankan citarasa dan kualitas makanan di semua gerai Bakmi GM yang disebutkan diatas. Misalnya, dari segi rasa, kematangan, suhu makanan ketika dihidangkan, dan sebagainya. Bagaimana mereka melakukannya?

  • Apa sih rahasianya? Bapak Budi Purnama, General Manager dari Bakmi GM akan sharing bagaimana Bakmi GM menempatkan kepuasan pelanggan lewat operational excellence di Opexcon13 pada 12 November 2013. Dapatkan informasi Opexcon di www.opexcon.com
  • Atau dengarkan penjelasan mengenai operational excellence di Bakmi GM di Radio Smart 95.9FM sore ini pukul 16.00.

Strategi Khusus untuk Menjaga Kualitas dan Citarasa Hidangan

Bakmi GM yang memiliki sekitar 1300 karyawan di seluruh outletnya menerapkan strategi khusus untuk menjaga kualitas hidangan, sehingga citarasa makanan yang dikonsumsi pelanggan di semua outlet sama enaknya. Untuk menjaga konsistensi dan kualitas produk, yaitu dari sisi rasa dan kematangan yang tetap sama, manajemen Bakmi GM menerapkan strategi yang disebut 3S.

“Strategi yang kami gunakan untuk menjaga kualitas produk disebut 3S,” kata Budi kepada Majalah Shift (15/4). “Singkatan dari Standardisasi,Sentralisasi, dan Simplifikasi.”

Standardisasi

Standardisasi yaitu keseragaman di sisi pelatihan, bahan baku, peralatan dan perlengkapan. Standardisasi dalam pelatihan dilakukan dengan menyeragamkan materi pelatihan, menggunakan LUK (Lembar Uraian Kerja) sebagai panduan bagi trainer, WI (Work Instruction) sebagai panduan bagi trainee, serta supporting video dalam pelatihan untuk memastikan semua prosesnya memenuhi standar. Sistem pelatihan yang digunakan-pun telah diseragamkan, yaitu menggunakan sistem JIT (Job Instruction Training) yang terdiri 4 langkah:

  1. Preparation (oleh trainer dan trainee, meliputi materi dan lokasi pelatihan),
  2. Present (memperkenalkan bagian yang akan dibahas berikut semua tools-nya, pelatihan di kelas, dan pelatihan / observasi langsung di floor (outlet)).
  3. Try Out (demonstrasi oleh trainer di floor, trainee melakukan apa yang dicontohkan trainer lalu diberi feedback, kembali ke kelas dan menjalankan pre-test).
  4. Follow Up (trainee kembali melakukan try-out dan trainer akan memberikan feedback, verifikasi kemampuan dan pengetahuan trainee oleh trainer di floor, tes tertulis di kelas, dan follow up oleh trainer).
Baca juga  KAI Berkomitmen untuk Capai Zero Net Emission

Sentralisasi

Semua bahan baku yang diolah dan digunakan di semua outlet Bakmi GM berasal dari satu Distribution Center Bakmi GM. StrategiSentralisasi ini diterapkan agarmereka dapat memastikan kualitas bahan-bahan tersebut dan harga bahan, yaitu biaya modal yang mereka keluarkan. Kualitas semua bahan yang ada di Distribution Center juga selalu berada dalam kontrol departemen QC dan Purchasing.

“Kualitas dan harga memang selalu dikontrol oleh QC dan Purchasing kami,” kata Budi. “Kami tidak ijinkan outlet membeli sendiri bahan makanan di open market, walaupun itu supermarket. Kecuali dalam keadaan terdesak, dan itupun harus mendapat persetujuan dari QC dan Purchasing.”

Simplifikasi

Strategi ketiga adalah Simplifikasi; penyederhanaan semua proses yang berlangsung di outlet. Menurut Budi, para Store Process Engineer dan System & Development Operation Bakmi GM terus bekerja menggunakan berbagai metode continuous improvement pada proses kerja yang setiap hari berjalan di restoran.

“Contohnya, 4 tahun lalu kami melakukan simplifikasi proses pengolahan daging ayam,” ungkap Budi. “Dahulu seluruh proses pengolahan ayam kami lakukan di outlet. Sejak 2009 lalu, proses pengolahan tersebut seluruhnya dipindahkan ke Central Production Plant kami, sehingga outlet tidak perlu melakukan proses yang merepotkan, seperti pemotongan, pembumbuan dan marinasi. Outlet tinggal memanaskan dan olahan ayam tersebut dapat langsung dipakai.”

Penyederhanaan proses ini menghasilkan improvement berupa penghematan 2,5 – 3 jam kerja, waktu yang sebelumnya digunakan untuk mengolah 4 kg daging ayam.Simplifikasi proses ini telah memberikan manfaat berupa penghematan dari sisi sumber daya untuk Bakmi GM. Strategi ini dilakukan untuk mempermudah proses pelayanan pelanggan di outlet.

Sistem Distribusi Tersentral

Untuk menjaga kualitas dan kesegaran bahan olahan di outlet, sistem distribusi dilakukan secara tersentral. Semua pemasok dan vendor Bakmi GM akan mengirimkan semua bahan ke Distribution Center untuk menjalani proses QC dan sortir. Distribution Center kemudian akan mengirim semua bahan mentah dan olahan ke seluruh outlet Bakmi GM.

Pengiriman tersentral ini juga akan memastikan ketersediaan bahan di outlet dan memberikan kontrol penuh atas inventori per-outlet. Kontrol atas inventori dilakukan untuk menghindari kelebihan dan kekurangan stok di outlet jika terjadi hal-hal diluar dugaan, seperti kelangkaan daging sapi yang pernah terjadi beberapa waktu lalu. Jika ada kasus seperti itu, PPIC dan Purchasing Bakmi GM akan mencari solusi untuk memastikan kebutuhan inventori tetap terpenuhi, seperti menjadi importir daging sapi lain misalnya.

Baca juga  KAI Berkomitmen untuk Capai Zero Net Emission

Sistem distribusi tersentral ini juga akan memastikan kualitas bahan yang diterima outlet. Distribution Center mengirim bahan yang telah lolos QC menggunakan mobil pendingin dengan temperatur yang terkontrol, baik pada saat berangkat maupun pada saat tiba di outlet. Temperatur sangat penting untuk memastikan kesegaran dan kualitas bahan makanan tetap tinggi.

“Kami mencatat temperatur mobil pada saat akan berangkat, oleh staf QC,” kata Budi. “Ketika tiba di outlet, temperatur kembali dicatat oleh Store Supervisor dan dicantumkan pada surat jalan. Setiap minggunya, departemen QC akan menganalisa temperatur mobil dan hasilnya dilaporkan kepada Area Manager Store dan G&A Manager.”

Selain Distribution Center, outlet juga akan memeriksa kualitas bahan makanan yang dikirimkan. Store Supervisor akan memastikan kualitas dengan checklist yang diberikan oleh departemen QC. Pelatihan mengenai pemeriksaan kualitas bahan makanan telah diberikan kepada setiap Store Supervisor dan Kasir di outlet secara reguler (3-4 bulan sekali di Training Center Bakmi GM).

  • Apa sih rahasianya? Bapak Budi Purnama, General Manager dari Bakmi GM akan sharing bagaimana Bakmi GM menempatkan kepuasan pelanggan lewat operational excellence di Opexcon13 pada 12 November 2013. Dapatkan informasi Opexcon di www.opexcon.com
  • Atau dengarkan penjelasan mengenai operational excellence di Bakmi GM di Radio Smart 95.9FM sore ini pukul 16.00. Live streaming di link ini.

Menangani Peak Time dengan Efisien

Bakmi GM berusaha untuk mengedepankan kualitas di semua sisi, selama sisi tersebut memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Salah satu sisi yang mendapatkan perhatian khusus adalah penanganan order yang menumpuk pada saat peak time.

Tidak jarang, di beberapa restoran, peak time membawa stress bagi pelanggan karena order yang tidak kunjung datang ataupun staf restoran terlalu sibuk sehingga tidak dapat memberikan pelayanan yang maksimal. Untuk mengatasinya, Bakmi GM memiliki beberapa cara, seperti utilisasi Product Level Chart.

“Semua outlet Bakmi GM dilengkapi dengan Product Level Chart, yaitu matriks yang menggambarkan jumlah rata-rata penjualan 10 produk terlaris setiap setengah jam. Untuk 10 produk tersebut, departemen QC mengizinkan penyimpanan stok, sehingga dapat segera dihidangkan ketika terjadi peak time,” ungkap Budi.

Departemen QC memberikan daftar Standard Shelf-Life untuk produk yang ada dalam stok, yang akan memberikan batas waktu penyimpanan (dari selesai masak hingga disajikan ke pelanggan) yang diperbolehkan sesuai standar.

Untuk memastikan pelanggan tidak menunggu lama, Bakmi GM menetapkan waktu standar keluarnya makanan, mulai dari pelanggan memesan hingga makanan sampai di meja pelanggan. “Standar keluarnya makanan untuk kategori Rebusan maksimal 5 menit, sedangkan untuk kategori Masakan maksimal 8 menit,” kata Budi lagi. “Dengan bantuan Product Level Chart, Shelf Life dan Standar Keluar Pesanan, outlet Bakmi GM diharapkan akan mampu menyajikan pesanan dengan kecepatan dan kualitas yang sama pada saat peak time.”

Baca juga  KAI Berkomitmen untuk Capai Zero Net Emission

Strategi Penanganan Antrian dan Utilisasi Sumber Daya

Outlet-outlet Bakmi GM menangani pesanan dari berbagai pipeline, seperti pesanan dari pelanggan yang ingin dine-in, pesanan take-away, dan delivery. Strategi mereka untuk mengangani antrian pesanan tersebut adalah dengan menerapkan sistem prioritas. Pesanan untuk dine-in dan take-away akan diprioritaskan dan diproses terlebih dahulu. Setelah itu, pesanan delivery akan diproses sesuai dengan jam antarnya.

Prosedur penanganan antrian untuk dine-in dan take-away-pun memiliki dua peraturan:

  1. Peraturan 1: Pesanan yang diprioritaskan adalah yang jumlah produk per-transaksinya kurang dari 4 item.
  2. Peraturan 2: Jika ada beberapa transaksi dengan jumlah item kurang dari 4, maka yang harus diprioritaskan adalah mereka yang jenis pesanannya mayoritas Rebusan (bakmi rebus, pangsit rebus, dll.). Setelah itu, barulah mereka menangani pesanan berupa Masakan (nasi goreng, bakmi goreng, cah dan capcay, dll.).

Selain tantangan berupa antrian, peak time memberikan tantangan lain yaitu penyerapan sumber daya yang lebih besar dibandingkan regular time. Artinya, karyawan berpotensi untuk menganggur selama masa low-time. Dengan adanyatantangan ini,Bakmi GM dituntut untuk menjalankan strategi lainnya, yaitu utilisasi sumber daya.

Untuk memaksimalkan utilisasi sumber daya pada saat peak time, Bakmi GM memiliki template yang mengatur jumlah sumber daya manusia per-jam sesuai dengan volume penjualan per-jam.

“Kami mengatur jumlah tenaga kerja per-jam sesuai dengan target PPMH,” kata Budi.

PPMH adalah portion per man-hour, atau jumlah porsi makanan yang dapat dihasilkan 1 orang pekerja selama 1 jam.  Kedua, mereka menempatkan karyawan di posisi tugas yang sesuai dengan kompetensinya. Semua pesanan akan dicatat sehingga tidak ada pesanan yang terlupakan. Untuk memastikan pelanggan memperoleh semua pesanannya, struk daftar pesanan akan ditempelkan di meja agar dapat dikontrol dan diperiksa oleh staf restoran.

Peak time akan menyerap segenap tenaga kerja yang ada, namun bagaimana dengan low-time? “Menurut standar kami, staf outlet akan melakukan 2 pekerjaan selama low-time,” kata Budi. “Yaitu melakukan persiapan bahan untuk menghadapi peak time selanjutnya, dan membersihkan kitchen equipment termasuk kompor atau penggorengan, dan dining area agar siap menghadapi peak time selanjutnya.”***

Tertarik mengetahui lebih jauh tentang strategi operasional Bakmi GM sebagai restaurant chain? Pastikan anda menghadiri Opexcon13, dimana Budi Purnama akan menjadi salah satu pembicara dalam konferensi Operational Excellence tersebut.