Indonesia menempati posisi ke 71 dari 113 negara, menduduki ranking ke-13 dari 23 negara di kawasan Asia Pasifik sebagai negara yang belum memenuhi standar global ketahanan pangan, mengacu pada Global Security Index 2016. Survei WFP dan DKP 2015 menunjukkan seluruh kabupaten di provinsi Papua rentan pangan, minim akses ekonomi. Data organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO) menunjukkan 20 juta rakyat Indonesia mengalami kelaparan setiap hari.
Singkatnya, Indonesia memiliki pekerjaan besar mengakhiri kelaparan, memastikan akes masyarakat terutama kelompok miskin, rentan termasuk bayi. Memastikan asupan pangan bergizi, aman sepanjang tahun. Data BPS 2016 menyebutkan peranan komoditi pangan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar ketimbangan peran komoditi non pangan misalnya perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
Noor Avianto, Perencana pada Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian PPN (Bappenas) mencoba memberikan pandangan tentang kebijakan produksi lima tahun ke depan. Terkait pangan dan pertanian berkelanjutan, Pemerintah akan meningkatkan tanaman pangan Padi mencapai surplus beras. Memfokuskan jagung untuk memenuhi keragaman pangan lokal, mengamankan kecukupan kebutuhan kedelai untuk konsumsi produsen tahu dan tempe. Selain itu pemerintah akan memfokuskan pemenuhan konsumsi rumah tangga terkait gula, daging sapi dan garam.
Di sisi lain Pemerintah RI memiliki tuntutan melakukan efisiensi sektor agroindustri, terlebih efisiensi produksi tanaman pangan. Pemerintah diminta menata industri penggilingan padi menjadi lebih efisien, menyelamatkan tingkat kehilangan atau losses hingga 4 juta ton beras per tahun. Efektifitas penggilingan padi berdampak penurunan harga beras tanpa menekan harga gabah di level petani.
Data yang dihimpun persatuan perusahaan penggilingan padi Indonesia (perpadi) menunjukkan, industri penggilingan di Indonesia paling tak efisien dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Hal itu ditunjukan dengan rendemen giling sebagian besar pabrik yang bisa menyentuh 55,7 persen.
Artinya setiap penggilingan 100 kilogram padi hanya menghasilkan 55,7 kg beras. Di Thailand misalnya, rendemen mulai beranjak ke level 70 persen sedangkan Vietnam telah mencapai rendemen 66 persen. Ketidakefisienan industri penggilingan menyebabkan beras yang dihasilkan hanya 56 persen dari produksi padi nasional.
Penataan penggilingan perlu dilakukan misalnya dengan mengelompokkan barang yang diolah oleh masing-masing penggilingan kecil dan besar. Misalnya dengan mengonsolidasikan yang kecil untuk menghasilkan beras pecah kulit, lalu diserap yang besar untuk menghasilkan beras berkualitas. Melalui efisiensi produksi tanaman pangan, padi, Pemerintah mampu mencapai target kecukupan pangan karena masyarakat bisa mengakses kebutuhan pokok, beras, dalam harga yang terjangkau. []