Inisiatif Continuous Improvement seharusnya membuka peluang untuk berhemat. Tapi jika tidak jeli, bisa-bisa malah pemborosan yang Anda hasilkan.
Mengapa? Karena ternyata perusahaan-perusahaan yang menjalankan inisiatif improvement seringkali melupakan asas dasar dari improvement itu sendiri, yakni VALUE.
Sedikit mengingat kembali, value adalah sesuatu yang dianggap penting untuk pelanggan, sehingga mereka mau membayar untuk itu. Singkatnya, value adalah faktor yang mendorong pelanggan untuk membeli. Karena asas dasar telah dilupakan, maka walaupun perusahaan telah melakukan improvement., namun hasil improvement tidak dapat dirasakan oleh pelanggan sehingga improvement menjadi semu. Sangat berbahaya karena alih-alih menghasilkan value, improvement hanya akan menjadi pemborosan tersembunyi sekaligus menimbulkan propaganda negatif yang menjadi bumerang bagi perusahaan.
Waduh! Apa maksudnya ya?
Begini, pernahkah Anda mendengar sebuah perusahaan yang mengklaim bahwa proses transaksional di perusahaannya, misalnya proses leasing, peminjaman uang, ekspor impor, pembuatan polis asuransi, pasti bisa selesai dalam 8 jam? Perusahaan bisa saja mengklaim bahwa proses mereka cepat dan terjamin konsistensinya, karena telah melakukan improvement dan membuat sistem yang bagus. Tapi kenyataannya, pelanggan malah merasa proses transaksional itu cukup lama. Mereka merasa sudah memasukkan aplikasi seminggu yang lalu, dan baru akan selesai di minggu berikutnya. Pelanggan-pun berpikir negatif: “Mana, katanya 8 jam? Kenyataannya, 2 minggu!”.
Lalu dimana masalah sebenarnya berada?
Jika perusahaan lebih jeli, mereka akan menemukan beberapa hal di lapangan yang selama ini luput dari perhatian, seperti salah persepsi antara perusahaan dan pelanggan. Contohnya antara lain:
PERTAMA: Salah Persepsi Mengenai Waktu Penyelesaian Proses
Internal perusahaan selalu baru mulai menghitung argo (misalnya proses 8 jam) pada saat persyaratan dari pelanggan sudah LENGKAP, padahal menurut perspektif pelanggan, argo tersebut sudah mulai berjalan pada saat aplikasi DISERAHKAN.
Disclaimer yang menyebutkan saat persyaratan sudah lengkap inilah yang selama ini sering jadi letak perbedaan (dan sumber masalah) yang tidak dikomunikasikan kepada pelanggan. Disinilah perusahaan seringkali terjebak dalam ketidak-jelian dalam melihat gap. Masih banyak organisasi yang belum memiliki prosedur atau sistem dalam menjalankan inisiatif perbaikan. Padahal, untuk perusahaan transaksional khususnya, mereka harus memastikan bahwa pada setelah aplikasi diterima dan begitu semua persyaratan sudah lengkap, argo mulai dihitung. Ingat, persepsi kebanyakan pelanggan adalah argo sudah mulai berjalan pada saat aplikasi diserahkan.
Selain kasus aplikasi yang diserahkan dengan persyaratan yang tidak lengkap, cukup sering ditemukan aplikasi dan persyaratan sudah lengkap namun diinput ke sistemnya beberapa hari kemudian. Kembali, prosedur, sistem, atau inisiatif perbaikan untuk memastikan hal ini menjadi sangat penting agar klaim 8 jam proses betul-betul dapat dirasakan pelanggan.
Jika dirangkai dalam kalimat singkat: Seringkali perusahaan tidak menyadari dan tidak menghitung waktu tunggu yang ada diantara setelah aplikasi diserahkan dan ketika persyaratan telah lengkap (dan diinput kedalam sistem). Padahal, kenyataannya pelanggan merasa telah menunggu lama. Kejadian ini menunjukkan organisasi masih belum “berpusat pada pelanggan” (customer-centric/value based organization).