Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Duke University, jika Amerika Serikat mengekspor batubara ke pembangkit listrik di Korea Selatan, hal tersebut mampu menyebabkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 21 persen.
“Meskipun pengiriman batubara dalam jarak jauh juga menyebabkan emisi gas meningkat namun, analisa kami menunjukkan bahwa total emisi akan turun karena efisiensi energi yang unggul dari pembangkit listrik tenaga batubara Korea Selatan,” kata Dalia Patino-Echeverri, asisten profesor sistem energi dan kebijakan publik di Duke University, seperti dikutip dari Industryweek.
Untuk merealisasikan penurunan emisi gas rumah kaca, pabrik-pabrik di Amerika Serikat harus mulai mensubstitusi penggunaan batubara ke gas alam. Sedangkan untuk Korea Selatan, mereka harus mengganti penggunaan sumber daya batubaru lama mereka dengan batubara yang diimpor dari AS. Namun, menurut Patino, jika Korea Selatan menggunakan batubaru yang diimpor dari AS ini untuk menggantikan gas alam atau generasi nuklir mereka, emisi yang dihasilkan perunit listriknya malah akan meningkat.
“Perbedaan hasil yang signifikan ini menyoroti pentingnya menganalisa kebijakan energi dalam negeri dalam konteks yang akan mempengaruhi sistem global,” kata Patino.
Persyaratan yang ketat tentang penggunana batubara di AS diikuti dengan rendahnya harga gas alam telah berkontribusi terhadap penurunan penggunaan batubara di AS sendiri. Sejak 2009, permintaan ekspor batubara dari AS untuk negara-negara Asia telah meningkat tiga kali lipat.
“Selain manfaat penurunan emisi gas rumah kaca, analisis kami menunjukkan bahwa dengan ekspor batubara dari AS ke negara-negara Asia akan menghasilkan lebih dari 25 miliar dollar Amerika dalam kegiatan ekonomi Amerika Serikat,” jelas Patino.
Meskipun demikian, Patino juga menjelaskan, bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dampak pertukaran sumber daya ini terhadap penggunaan air, lahan, habitat satwa liar, dan resiko yang terkait dengan pembuangan ekstraksi dan air limbah dari penggunaan gas alam di Amerika Serikat.
Dukungan untuk studi ini berasal dari Pusat Keputusan Iklim dan Energi Pembuatan (SES-0949710), yang didanai oleh National Science Foundation.***