Berbicara mengenai inovasi, wilayah ASEAN merupakan pemimpin global. Dengan berada di peringkat tengah 15 negara teratas dalam di Innovation Scorecard GE, Singapura, Malaysia, dan Indonesia telah membuktikan diri “siap dengan gangguan” dan mengadposi tren baru untuk tetap berada di depan dalam persaingan global.

Para pihak eksekutif dari ketiga negara ini yang berpartisipasi dalam kegiatan terakhir GE Global Innovation Barometer sangat yakin bahwa masyarakat di negaranya masing-masing lebih baik dibandingkan dengan satu dekade yang lalu karena inovasi. Dan sementara tidak semua orang sepakat bahwa terdapat Revolusi Industri yang sedang terjadi, mereka semakin mengakui pentingnya Big Data dan Internet Industri.

Terdapat beberapa perbedaan di wilayah ASEAN. Singapura, yang menjadi unggulan tertatas, memiliki beban peraturan yang rendah. Para pihak eksekutif di Malaysia, yang berada di peringkat tengah dari 26 negara teratas, menerima Big Data lebih cepat dari para pesaingnya di dunia. Indonesia, yang berada di bawah peringkat Singapura dan Malaysia, tetap saja lebih siap untuk perluasan Internet Industri.

Survei menunjukkan bahwa, secara global, bisnis lebih bersedia dari sebelumnya untuk menerima Big Data untuk mengganggu model bisnisnya.

“Ada perubahan yang signifikan dari kegelisahan ke tindakan,” kata Beth Comstock, staf pemasaran GE. “Bisnis kini menjadi ‘siap dengan gangguan’ ”, katanya.

Innovation Barometer merupakan survei tahunan terhadap 3.200 pihak eksekutif teratas dari 26 negara. Survei ini berupaya untuk lebih memahami cara perusahaan berencana untuk berinovasi dan maju. Yang mana hasil sebelumnya mendapati kelumpuhan dan keraguan – disebut “vertigo inovasi” –  kelompok ini nampaknya kini sudah siap untuk menerima keterbukaan, menciptakan kemitraan yang sangat inovatif, dan membuat model bisnis mereka menjadi “siap dengan gangguan”.

Sebagian besar pihak eksekutif yang disurvei mengatakan bahwa Big Data dan analitik yang bersifat memprediksi kini sangat penting dalam inovasi. Hampir dua pertiga dari mereka mengatakan bahwa perusahaan harus mendorong perilaku kreatif dan mengganggu proses mereka lebih sering.

Baca juga  Pendapatan Negara 2024 Mencapai Rp2.842,5 Triliun, Berikut Rinciannya

Bakat tetap menjadi fokus utama, dan sebagian besar pihak eksekutif di kelompok ini kini menganggap data ilmuwan yang dapat menggali, memproses, dan menganalisis informasi menjadi sangat penting bagi perusahaan mereka.

Bisnis juga jauh lebih bersedia untuk bekerja sama dengan rekan sesama dalam menciptakan inovasi. Ini merupakan perubahan yang signifikan dari tahun lalu, saat para eksekutif gelisah akan risiko yang terkait dengan kolaborasi dan pencurian kekayaan intelektual.

Terlepas dari kebersediaan untuk maju, sekitar 60 persen dari pihak yang disurvei ini bersusah payah menentukan model bisnis yang efektif. Hal ini membatasi kemampuannya untuk berinovasi. Namun, tetap banyak yang bergerak maju dengan mengadopsi tren inovasi yang ada dan mempersiapkan perubahan pasar yang tak terduga.***

Sumber: Laporan GE (gereports.co.id)