
Para ahli biologi forensik di Monroe County Crime Laboratory di Rochester, AS, telah berhasil meningkatkan jumlah laporan akhir yang mereka buat sebanyak 200%, sebagai hasil dari implementasi lean management system.
Lean Six Sigma di Divisi Biologi Forensik Kriminal
Divisi Biologi Forensik dari laboratorium kriminal Monroe County telah mengadopsi Lean Six Sigma pada September 2012 untuk membantu karyawan mempercepat peninjauan berkas perkara, termasuk profil DNA. Filosofi yang fokus kepada strategi untuk memperbaiki workflow dengan penekanan kepada eliminasi waste dan defect telah menghasilkan sukses. Karyawan di divisi tersebut telah berhasil meningkatkan jumlah laporan yang terselesaikan setiap bulannya, dari 25 laporan perbulan menjadi lebih dari 100 laporan perbulan. Bagaimana mereka melakukannya?
Menurut Jennifer Hill, seorang ahli biologi forensik di Monroe County lab, pada 2010 staf laboratorium telah dididik mengenai metode Lean Six Sigma. Implementasi metode tersebut dibantu oleh Sorenson Forensik, sebuah lembaga forensik DNA yang telah lebih dulu menjalankan Lean Six Sigma. Saat itu, tujuan utamanya adalah meningkatkan kemampuan utilisasi dan alokasi karyawan dan sumber daya. Setelah aspek-aspek tersebut diselaraskan, staf kembali mendapatkan pelatihan Six Sigma untuk diaplikasikan pada pekerjaan sehari-hari, untuk meningkatkan efisiensi kerja.
Hill menjelaskan, ia dan kolega-koleganya telah berhasil mengintegrasikan personel yang telah memiliki dasar pengetahuan Lean Six Sigma dengan sistem penjadwalan kerja shift enam hari untuk melakukan pekerjaan penyusunan profil DNA. Sebelumnya, berkas perkara biasanya terbuka selama berminggu-minggu, menunggu staf memiliki waktu untuk memprosesnya. Kini, telah ada sistem six-day window untuk membantu karyawan dalam menyelesaikan setiap berkas kasus, disesuaikan dengan jadwal shift enam hari karyawan.
Salah satu cara yang dilakukan Hill dan rekan-rekannya, sebagai aplikasi prinsip Lean, adalah pengembangan sistem checkbox. Sebelumnya, setiap berkas akan diberi keterangan berupa tulisan tangan untuk menjabarkan bukti-bukti. Semua penjabaran tersebut mengandung kata-kata yang sama, namun setiap orang harus menuliskannya berulang-ulang dengan cara berbeda. Hal ini tentunya menghabiskan lebih banyak waktu dan menimbulkan aktifitas waste. Pada sistem checkbox yang baru tersebut, staf tinggal memilih satu dari beberapa jawaban. Hal ini membuat sistem yang lebih seragam, desisif, dan efisien.
“Salah satu hal yang membuat kami sangat kerepotan selama ini adalah pekerjaan standar – memastikan semua orang memberikan materi dalam jumlah yang sama untuk setiap berkas perkara,” kata Hill. “Worksheet yang baru sangat membantu kami untuk fokus kepada pekerjaan standar tersebut, karena kami hanya harus membubuhkan tanda ‘’ didepan kotak ‘ya’ atau ‘tidak’, atau memilih salah satu pilihan ganda.”
Menurut Hill, jika ada sebuah berkas baru yang masuk, para supervisor akan mendelegasikannya kepada seseorang yang sedang berada di hari pertama dalam shift enam harinya untuk mengerjakannya. Dengan cara tersebut, berkas-berkas baru tidak akan tergeletak tanpa tersentuh selama 1 atau 2 minggu. Setiap staf diharapkan untuk menyelesaikan tugas dalam waktu 6 hari tersebut.
Kuncinya adalah Akuntabilitas
Seperti yang telah kita ketahui, Six Sigma adalah metode perbaikan yang dikembangkan oleh Motorola pada 1986 untuk memperbaiki proses produksi mereka dan mengurangi error yang terjadi dalam proses manufakturnya. Diintegrasikan dengan Lean yang berasal dari Jepang, terciptalah metode strategis yang juga memiliki fokus kepada eliminasi pekerjaan yang tidak memiliki value (atau disebut juga waste), yang akan memperlambat proses produksi.
Implementasi Lean Six Sigma dijalankan dan dikawal oleh para praktisi (change agent infrastructure) yang dibagi menjadi beberapa peringkat belt berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Peringkat belt mengindikasikan tingkat kompetensi dalam strategi workflow. Yellow belt adalah orang-orang yang telah memiliki pemahaman mendasar mengenai Lean Six Sigma. Diatasnya, ada Green Belt yang termasuk kedalam level praktisi, orang-orang yang telah memiliki kompetensi untuk menjalankan proyek Lean Six Sigma. Hill dan empat orang rekannya di Monroe County Crime Lab telah memiliki sertifikasi Green Belt ini. Diatas Green Belt, ada Black Belt dan Master Black Belt, yang berperan sebagai project leader Lean Six Sigma, dan mampu memegang beberapa proyek sekaligus. Black Belt dan Master Black Belt telah memiliki kemampuan untuk menjadi coach bagi karyawan lain berkaitan dengan implementasi metode Lean Six Sigma.
Sorenson Forensic, lembaga forensik yang telah lebih dulu mengimplementasikan Lean Six Sigma, juga telah menikmati keuntungan dari penerapan metode tersebut. Menurut direktur eksekutif Tim Kupferschmid, perusahaannya telah mengalami sukses yang besar setelah menjalankan metode tersebut dalam menjalankan prosedur forensiknya sejak 2008. Menurut Kupferschmid, kunci kesuksesan penerapannya terletak pada akuntabilitas (tanggung jawab).
Di Sorenson, pertemuan pagi adalah agenda harian wajib yang telah menjadi bagian dari sistem. Karyawan memanfaatkan meeting harian ini untuk berinteraksi dan berbagi informasi antar sesama mereka, dan sharing dengan para supervisor mengenai pencapaian mereka pada hari sebelumnya, dan masalah apa yang ditemui. Pada akhir meeting, karyawan akan berbagi mengenai target-target individu yang harus diselesaikan sebelum meeting selanjutnya.
“Anda bertanggung jawab kepada sesama anggota tim lebih dari tanggung jawab anda kepada supervisor,” kata Kupferschmid. “Dengan demikian, karyawan akan lebih antusias dalam tanggung jawabnya kepada anggota timnya, dan tidak akan mengecewakan mereka.”
Hill setuju dengan cara demikian. Menurutnya, jika ada sebuah kasus yang sedang berada dalam proses peninjauan yang belum selesai, misalnya terlambat satu atau dua hari dari yang seharusnya, kasus tersebut akan dibicarakan dalam meeting untuk mencari tahu apa yang menghambatnya.
“Kondisi ini mendorong kami untuk lebih banyak berbicara mengenai langkah-langkah dalam proses dan mencari pemecahan jika ada hambatan, alih-alih menunggu masalah diselesaikan,” katanya.
Target untuk Terus Berkembang
Karena kesuksesan dalam menerapkan Lean Six Sigma, divisi Biologi Forensik di Monroe County Lab telah menetapkan target yang lebih tinggi lagi di tahun 2013 ini. Menurut Hill, pada Juni mendatang, organisasi diharapkan akan mampu membuahkan kenaikan 300% dalam jumlah berkas kasus yang terselesaikan, dan 400% pada akhir tahun, dari jumlah yang berhasil mereka capai pada awal implementasi Lean Six Sigma.
Hill berharap peningkatan efisiensi melalui Lean Six Sigma akan membantunya dan tim untuk membereskan masalah backlog kasus, memungkinkan mereka untuk menjalankan teknologi baru di lab dan memiliki kompetensi dalam penerapan teknologi tersebut. Saat ini, hal tersebut tidak memungkinkan mengingat beban kerja mereka yang masih menumpuk.
John Clark, seorang Administrator Laboratorium, merasa sangat terkesan dengan impact Lean Six Sigma di divisi Biologi Forensik dan akan mempertimbangkan pelatihan dan sertifikasi Black Belt untuk Hill dan rekan-rekannya. Mereka diproyeksikan untuk melatih karyawan lain di divisi Firearms and Drug Chemistry di lab tersebut.
Sumber:http://www.govtech.com/policy-management; http://www.sorensonforensics.com/forensics-lab-forensic-dna-testing
Sumber gambar: http://www.pease-ae.com