Pengenaan cukai terhadap plastik kemasan minuman akan menurunkan permintaan hingga
Rp10,2 triliun per tahun. Hal tersebut disampaikan Rachmat Hidayat, juru bicara Forum
Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik di Bisnis Indonesia (BI), Selasa
(28/6) 2016. Alasan pengenaan cukai lebih karena keinginan meningkatkan penerimaan
negara.

Penurunan permintaan berdasarkan simulasi pengenaan cukai Rp50 per kemasan gelas plastik
atau sekitar Rp208 per liter dan pengenaan cukai Rp200 per kemasan botol plastik atau
setara dengan Rp333 per liter (BI, Rabu 29/6).

Risiko jatuhnya industri makanan dan minuman (mamin) atas pengenaan cukai plastik juga
disampaikan Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto
kepada Kementrian Keuangan. Menurutnya industri bakal jatuh jika pengenaan cukai plastik
diberlakukan. Padahal, tanpa pengenaan cukai plastik, industri makanan dan minuman masih
terhambat sejumlah persoalan termasuk ketidakpastian suplai bahan baku.

Di sisi lain penelitian Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia terkait dampak
ekonomi pengenaan cukai kemasan plastik berisi minuman, merekomendasikan produsen
minuman berinovasi mencari subtitusi kemasan plastik. Penelitian tersebut mengamati data
penjualan bulanan industri minuman 2013-2016 meliputi air mineral, soda, teh dan jus.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan pengenaan cukai plastik bukan instrumen yang tepat
untuk mengatasi masalah pengelolaan sampah plastik. Pemerintah belum memiliki
infrastruktur penunjang ekstensifiksi cukai ke produk selain rokok dan minuman
mengandung etil alkohol. Bahkan penelitian Teknik Lingkungan Universitas Indonesia
tentang sampah plastik merekomendasikan kepada Pemerintah untuk memperbaiki manajemen sampah yang buruk serta memperhatikan kesejahteraan pemulung sebagai pendaur ulang sampah plastik.

Kemungkinan Improvement

Rencana pengenaan cukai plastik pada industri makanan dan minuman tentunya berdampak
pada proses industri dan inovasi. Sebenarnya wacana subtitusi produk berbahan plastik
dengan bahan yang lebih ramah lingkungan telah muncul lama. Misalnya penggunaan bahan
alami yang dapat diperbarui seperti tepung singkong dan turunan minyak nabati,
menggantikan plastik yang berbasis minyak bumi.

Baca juga  KAI Berkomitmen untuk Capai Zero Net Emission

Bahan pengganti berupa produk bio-degradable bisa menjadi subtitusi kemasan plastik
industri makanan dan minuman jika cukai plastik diterapkan. Inter Aneka Lestari Kimia—
selaku produsen Aquaproof, sekaligus produsen plastik masterbatch dan compound untuk
keperluan industri pengolahan plastik mencoba menawarkan terobosan baru. Perusahaan ini
telah merilis produk bio-degradable pengganti plastik.

Bahan alternatif tersebut mengandung 40% tepung singkong yang terus ditingkatkan sampai
60%. Bentuk fisiknya seperti plastik, namun sama sekali bukan. Soal kekuatan, bahan
subtitusi ini tak kalah dengan plastik. Harapan ke depan akan muncul berbagai bahan subtitusi
plastik sebagai alteratif, solusi menjawab tantangan pengenaan cukai plastik pada
industri makanan dan minuman di Indonesia. []