Industri kimia merupakan satu dari lima sektor yang akan menjadi pionir dalam penerapan industri 4.0 di Tanah Air. Oleh karena itu, industri kimia mendapat prioritas pengembangan agar lebih produktif, inovatif, dan kompetitif di kancah global.

“Contohnya, industri petrokimia, sektor hulu yang berperan strategis dalam menunjang berbagai kebutuhan produksi di sejumlah manufaktur hilir,” ungkap menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Produk yang dihasilkan oleh industri petrokimia, antara lain digunakan sebagai bahan baku di industri plastik, tekstil, cat, kosmetik dan farmasi.

Mengingat pentingnya sektor industri ini, pemerintah berupaya terus mendorong struktur industri kimia di Indonesia agar semakin dalam dan berdaya saing seiring masuknya sejumlah investasi. Karena pertumbuhan industri ini akan memberikan peningkatan kapasitas produksi guna mengisi pasar domestik dan ekspor serta menghasilkan substitusi produk impor. Untuk itu, pemerintah aktif berdiskusi dengan investor asing untuk mengembangkan industri petrokimia di dalam negeri

Beberapa negara yang telah menyatakan sepakat untuk bekerjasama diantaranya yaitu Uni Emirat Arab (UEA) dan Taiwan. Melalui perusahaan Mubadala, UEA mau bergabung dalam pengembangan industri petrokimia bersama PT Chandra Asri Petrochemical dalam Proyek CAP 2. Mubadala berkomitmen akan melakukan investasi sebesar USD2,5 miliar. Nilai investasi ini merupakan setengah dari total nilai investasi yang diperlukan untuk mengembangkan fasilitas baru yang akan memproduksi olefin dan polyolefin, yang diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku.

Selanjutnya, China Petroleum Corporation (CPC) Taiwan juga berencana menggelontorkan dananya di Indonesia melalui kerja sama dengan PT Pertamina (persero). Saat ini, pemerintah menunggu tindak lanjut negosiasi kedua perusahaan tersebut untuk pengembangan komplek industri petrokimia terpadu di Balongan, Indramayu, Jawa Barat. Investasi yang menggunakan skema B to B (business to business) ini diperkirakan mencapai USD 8,62 miliar dalam bentuk pembangunan pabrik naphtha cracker dan unit pengembangan sektor hilir petrokimia berskala global di Indonesia.

Baca juga  KAI Berkomitmen untuk Capai Zero Net Emission

Untuk diketahui, saat ini industri di Indonesia menyerap produk petrokimia dan turunannya sebanyak lima juta ton per tahun. Jumlah ini akan terus tumbuh mengingat realisasi investasi ini akan selesai dan mulai beroperasi pada tahun 2023 – 2025.