Apa itu operational excellence? Akan seperti apa arah operational excellence ke depannya? Simak penjelasan dari CEO SSCX International berikut ini.
Setiap organisasi terus dihadapkan pada banyak tantangan, baik itu dari internal ataupun eksternal. Untuk itu, organisasi perlu memahami pentingnya keunggulan operasi atau operational excellence (opex). Keunggulan operasi adalah strategi bisnis yang akan membuat organisasi menjadi lebih konsisten dan unggul dibanding pesaingnya. Mereka mampu menjalankan bisnis dengan risiko operasional yang lebih rendah, biaya operasional yang lebih murah, dan pendapatan yang relatif lebih tinggi.
Tidak sedikit yang mengafiliasi keunggulan operasional dengan perbaikan proses secara berkelanjutan. Namun, sebenarnya lebih dari itu. Perbaikan proses berkelanjutan, bisa membuat bisnis beroperasi dengan cara yang lebih efisien. Tentu perusahaan bisa mengurangi biaya operasi secara bertahap, tetapi tidak ada garansi yang menjamin bisnis akan ikut tumbuh. Sementara perusahaan yang mengejar keunggulan operasi akan mengelola bisnis dan proses operasional secara sistematis dan juga melakukan pengembangan budaya yang tepat. Tujuannya adalah untuk mengembangkan satu sistem manajemen yang terintegrasi dengan cara yang benar, karena setiap budaya selalu dibangun di atas integritas yang tinggi, menggunakan mindset problem solving, kerja tim, dan mendapat dukungan manajemen. Tentu ini bukan pekerjaan mudah, karena tantangan untuk mewujudkannya juga sangat besar.
Beragam Tantangan Wujudkan Operational Excellence
CEO SSCX International Rifki Rizal Derrian dalam presentasinya di acara OPEXCON menyampaikan bahwa berdasarkan survei dari Global State of Operational Excellence di tahun 2021 mengatakan bahwa 57,9 persen responden mengatakan bahwa operational excellence sudah semakin populer dan semakin dikenal. Artinya para praktisi di operational excellence akan semakin lebih mudah untuk bisa masuk ke industri apapun.
Masih hasil survei yang sama, 40 persen perusahaan menyatakan sudah memiliki program operational excellence yang enterprise-wide. Kemudian 53,1 persen responden sepakat bahwa bahwa dalam menerapkan operational excellence mereka menghadapi tantangan besar berkaitan dengan change management dan bagaimana meng-improve culture. “Nah, ini menjadi tantangan tersendiri. Kenapa? Karena apapun metodenya, apapun tekniknya kalau tidak diterima dan orangnya tidak siap maka ini menjadi tantangan tersendiri,” papar Rifki. Menurutnya, meskipun improvement atau inovasinya bisa berhasil maka hanya di area tertentu (local-wide) tidak di enterprise-wide sehingga perlu dinaikkan level penerapannya.
Mengapa terkait people atau sumber daya manusia itu penting? “Tantangan pertama people, dari behavior menjadi habit, dari habit group menjadi culture,” jelas Rifki. Hal ini menjadi penting sebab antara culture dan results berkorelasi tinggi, “Ini sudah banyak dibuktikan, perusahaan yang masuk dalam Fortune 100 Best Companies to Work mampu mendapatkan pertumbuhan pasar tahunan hingga 2 digit (in average 11, 08 persen), angka ini dua kali lipat dibanding pertumbuhan perusahaan yang tidak masuk kategori dalam best company to work for ini,” lanjut Rifki. Jadi, “result yang didapat oleh company adalah major output dan input-nya adalah culture,” sambungnya.
Lebih lanjut Rifki menjelaskan perusahaan yang high-trust memiliki karakter budaya sebagaimana berikut, pertama dalam aktivitas sehari-hari semua anggota organisasi fokus mencari solusi dan berkolaborasi sehingga perusahaan bisa menjadi semakin baik. Kedua, setiap orang di semua level berani dan mampu menyampaikan segala hal secara objective berdasarkan data dan fakta. Ketiga setiap orang bisa diandalkan. Ada tugas ada action plan, setiap orang bertanggungjawab dengan apa yang menjadi komitmen mereka. Keempat, semua anggota organisasi fokus pada company wide, dimana terdapat hierarki posisi yang menjadi value bersama.
Challenge kedua, execution and sustaining operational excellence projects. Excellent people, menyelesaikan improvement mungkin sudah biasa, tantangan selanjutnya adalah bagaimana kita bisa mempertahankan hasil improvement sehingga apa yang sudah dikerjakan bisa turun kembali performanya,
Ketiga bagaimana menempatkan prioritas operational excellence secara company wide. “Bukan berarti improvement kecil yang dilakukan tidak berarti. Company wide itu misal perusahaan menjalankan 1.000 inisiatif dilakukan secara berbarengan dengan men-utilisasi seluruh change agent yang ada di perusahaan sehingga secara benefit at the end kumulasinya sangat besar. Company wide itu seluruh inisiatif sinergi di seluruh department jika dikumpulkan maka hasil akhirnya bisa menjawab goals yg telah ditetapkan perusahaan sebelumnya. Singkatnya, enterprise wide itu improvement tidak hanya dalam satu divisi,” jelas Rifki.
Keempat, need end to end business transformation. “Best practice secara umum biasanya di perusahaan kita improvement lingkupnya itu di operation atau production dulu. Mulai dari sini dulu sebenarnya tidak ada masalah, tapi yang perlu dipahami adalah bahwa operation dan production itu adalah rangkaian dari seluruh value chain.”
Operational excellence terus berkembang, sehingga kita juga perlu berevolusi mengikuti best practice baru (metodologi/tools) dan teknologi baru untuk bisa lebih memahami kebutuhan pelanggan. Organisasi perlu memastikan bahwa sumber daya mereka mampu adaptif termasuk kebutuhan akan digital talent. Adapun untuk mengukur operational excellence di perusahaan kita bisa memanfaatkan tiga hal berikut sebagai indikator kunci:
- Customers Delight
- Process Improvement: productivity, removal of waste, reduction of variance and errors, process simplification, process automation.
- Cost Reductions: improved margin, lower cost and operating cost, specific $ saving, cost per activity reduction, etc.
Fokus ke Depan
Dalam lima tahun terakhir, operational excellence mengalami perkembangan yang sangat luar biasa, sebagaimana kami rangkum berikut ini:
- Penggunaan Lean Six Sigma yang sebelumnya dikenal sebagai metode kini lebih difokuskan sebagai pendukung utama arah strategi (strategic alignment) perusahaan.
- Mulai masuknya aspek teknologi seperti RPA
- Fokus lebih serius terhadap perubahan culture, operational excellence kini sudah mulai menyentuh aspek behavior change.
- Operational excellence yang semula lebih dikenal untuk dunia manufaktur sekarang sudah dikenal dan menyebar ke banyak industri lain.
Adapun di masa mendatang, menurut Rifki dalam mencapai operational excellence organisasi akan mulai fokus pada improvement yang berdampak tinggi dan inovasi yang align dengan tujuan strategis. Juga dari sebelumnya fokus improvement di backoffice sekarang sudah mulai di frontliner jadi berkaitan erat dengan improvement-improvement di aspek kustomer.
“Organisasi akan membangun continuous improvement – inovasi – operational excellence yang end to end sehingga dapat bersinergi menghasilkan value yang besar untuk perusahaan. Berikutnya, mulai merangkul teknologi baru sehingga akan mengevolusi best practice yang ada. Kemudian eksponensial sinergi antara operational excellence dan teknologi,” pungkas Rifki.
SSCX adalah perusahaan konsultan dan pelatihan Lean Six Sigma terbaik di Indonesia. Dengan kemampuan inti Lean Deployment, Six Sigma dan Transformasi Biaya. SSCX membantu klien dalam meningkatkan kualitas, produktivitas, dan efisiensi melalui transformasi dalam aspek Manusia, Proses, dan Teknologi. SSCX telah bekerja bersama ratusan organisasi di Indonesia dan secara konsisten memberikan hasil yang signifikan. Selama membantu klien, SSCX secara efektif mentransfer pengetahuan, menyediakan know-how guna mencapai hasil terobosan bisnis yang berkesinambungan. Untuk informasi lebih lanjut tentang cara SSCX dalam mewujudkan operational excellence bagi beragam pelaku industri, silakan mengunjungi www.sscxinternational.com.