McDonald’s Corp merencanakan perubahan fundamental dalam bisnis restoran mereka. Langkah diambil demi menyusul pelemahan laba terburuk per kuartal dalam beberapa tahun terakhir. Penurunan turut didorong persoalan di nyaris semua sektor utama bisnis McDonald’s.
Pendapatan bersih turun sebesar 30% dalam kuartal yang berakhir 30 September. Pelemahan merupakan satu lagi hasil bagi jaringan restoran terbesar sedunia itu. Mereka harus bergelut dengan penurunan penjualan di Asia, Eropa, dan yang terpenting, pasar asalnya di Amerika Serikat (AS).
Di AS, menu yang kian kompleks turut memperlambat layanan. McDonald’s yang dulu bergantung pada konsumen muda, akhirnya terancam restoran yang mengandalkan menu dari bahan-bahan segar, seperti Chipotle Mexican Grill Inc, serta kedai khusus humburger semacam Five Guys.
Sejauh ini McDonald’s berfokus pada beberapa upaya, termasuk meningkatkan karyawan pada jam-jam sibuk. Selain itu, McDonald’s juga mengganti jajaran tinggi manajemen. Kurang dari dua tahun, perusahaan sudah dua kali mengganti kepala bisnis AS. Tetap saja, pergantian tak juga memperkuat penjualan atau laba.
Pelemahan same-store sales sebesar 4,1% pada September menandai penurunan terburuk secara bulanan di AS, sejak Februari 2003.
Menanggapi pelemahan, CEO McDonald’s Don Thompson pada Selasa, seperti dikutip The Wall Street Journal, mengaku akan menyederhanakan menu. Dalam rencana yang bakal dimulai Januari mendatang itu, perusahaan akan menghapus produk rendah jual. Thompson juga berencana memberikan lebih banyak otonomi di 21 kawasan AS.
“Kunci kesuksesan kami adalah membagi pengalaman-pengalaman yang lebih relevan bagi masing-masing konsumen,” kata Thompson. “Konsumen ingin memilih sendiri makanan mereka lewat bahan-bahan setempat. Mereka juga ingin menyantap makanan dalam atmosfer kontemporer yang mengundang kenyamanan. Dan, mereka menginginkan beragam pilihan pesanan, cara memesan, juga bentuk sajiannya.
Di Cina, skandal yang melibatkan pemasok daging sempat menggoyahkan kepercayaan konsumen. Penjualan same-store sales di kawasan Asia-Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika pada kuartal lampau turun 9,9%. Di Eropa, perlambatan ekonomi diperkeruh ketidakpastian di Rusia. Petinggi Rusia menyelidiki restoran McDonald’s, dan dalam beberapa kasus bahkan menutupnya. Aksi ini dianggap sebagai balasan akan sanksi AS terhadap campur tangan Rusia atas Ukraina.
“Kami sadar, bahwa kami mesti memperlihatkan kepada konsumen dan keseluruhan sistem McDonald’s bahwa kami memahami persoalan ini. Dan kami juga harus mengambil tindakan tepat untuk mengubah pendekatan kami secara fundamental,” papar Thompson.
Pengamat yang mendengarkan laporan McDonald’s tak akan mampu mengakomodasi perubahan besar perilaku konsumen sekaligus memenangi hati pelanggan muda, jika tidak merombak menu dengan menambahkan pilihan hidangan yang lebih sehat.***
Sumber: The Wall Street Journal