Pemerintah RI nampaknya serius merespon pertumbuhan bisnis e-commerce sebagai bagian penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Hal itu dibuktikan dengan komitmen Pemerintah memberikan kemudahan pendanaan perpajakan, menciptakan 1000 technopreneur dengan target valuasi bisnis dalam negeri sebesar US$130 miliar pada 2020, sebagaimana dilansir Bisnis Indonesia, Jumat (11/11).
Paket kebijakan sebagai peta jalan sistem perdagangan elektronik akan memudahkah para technopreneur menjalankan bisnis dalam hal pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan SDM, logistik, infrastruktur komunikasi, keamanan, dan manajemen pelaksanaan program. Kementerian Komunikasi dan Informasi menyiapkan pinjaman kepada para pelaku e-commerce dalam bentuk universal service obligation (USO), solusi pembiayaan startup di sejumlah wilayah terluar, terdepan dan tertinggal di Indonesia.
James Castle salah seorang pembicara dalam workshop Indonesia Economic Forum (IEF) menjelaskan tren penggunaan teknologi digital dalam perekonomian dunia membawa sebuah ancaman sekaligus kesempatan. Sebagai warga Negara Amerika Serikat, ia sangat terkesan dengan partisipasi masyarakat Indonesia terkait pengembangan teknologi digital. Menurutnya, saat ini perusahaan-perusahaan besar di dunia mampu merajai bisnis melalui pemanfaatan inovasi teknologi digital.
“Perusahaan retail terbesar di dunia saat ini tak memiliki toko, Amazon contohnya. Kalau Anda punya toko, mungkin Amazon akan menjadi ancaman bagi Anda,” tuturnya. Keunggulan teknologi digital telah mengubah secara radikal cara berfikir dan berbisnis. Airbnb dan Uber menjadi perusahaan yang bergerak di layanan jasa perhotelan dan transportasi berhasil membuktikan keunggulan serta inovasi teknologi digital, menciptakan economic value.
James menyarankan melihat inovasi sebagai kesempatan ketimbang ancaman. Saat ini Pemerintah RI telah menangkap tren penggunaan keunggulan teknologi digital, membuat regulasi dan kemudahan bagi para technopreneur. Namun, harus dipikirkan ulang bagaimana mengantisipasi dampak inovasi teknologi digital bagi para pelaku ekonomi non digital.
Cina mengantisipasi gap penggunaan inovasi teknologi digital dengan melakukan investasi di bidang pengembangan riset. Bahkan nilai investasinya mencapai 10 persen dari GDP. Inovasi yang menitikberatkan pada digitalisasi proses dan sistem, nampaknya memang harus berkembali pada aras kebutuhan, dan muncul sebagai solusi dari masalah yang dihadapi. []