Saat teknologi digital bertransformasi ke sebuah industri, perusahaan-perusahaan besar mulai berupaya memperlihatkan inovasi sebagai hasil terobosan penemuan dari keajaiban teknologi. Terinspirasi pertumbuhan luar biasa dari perusahaan seperti WhatsApp atau Instagram yang merepresentasikan bahwa inovasi memang menjadi ambisi setiap entrepreneur.

Mubarik Imam Kepala pengembangan dan kemitraan WhatsApp, sebagaimana ditulis dalam Harvard Business Review, mengatakan bahwa transformasi yang dilakukan cukup sederhana, mengubah $19 dollar sebagai problem solving beserta alat untuk menemukan solusi.

Para pendiri WhatsApp, Jan Koum dan Brian Acton mendirikan perusahaan dengan maksud yang jelas, menciptakan aplikasi pesan yang tak digunakan orang untuk sarana iklan. Belajar dari pengembangan sumberdaya Yahoo untuk meminimalisasi dampak, mereka yakin model bisnis baru adalah mengenakan biaya pada pengguna aplikasi.

WhatsApp tahu apa yang diiinginkan pelanggan dan fokus pada hal tersebut, serta menghindari upaya melipatgandakan produk pada saat yang sama.

Tak semua perusahaan konvensional memahami penemuan seperti yang dilakukan WhatsApp. Pun, tak semua perusahaan bisa dan harus menemukan kembali model bisnisnya. Namun pertumbuhan berkelanjutan bersandar pada budaya perusahaan yang memungkinkan inovasi apapun dilakukan secara konstan.

Perusahaan yang paling inovatif tak hanya mengembangkan teknologi digital tapi juga unggul dalam metode problem solving. WhatsApp menjadi contoh yang cukup representatif dalam metode menggabungkan elemen-elemen perbedaan dengan cara yang tak konvensional. Pelajaran berharga yang bisa dipetik dari WhatsApp, bahwa kemampuan kritis dan kemauan keras yang akan mendorong tenologi digital mempercepat inovasi di tahun-tahun yang akan datang. []

Baca juga  Actions speak louder than words, ubah idemu jadi aksi nyata