Polycore sebagai satu-satunya produsen lensa warna di era hi-tech dituntut untuk terus berdaya saing. Perusahaan berbasis di Singapura itu tak lagi mampu menjual prduk dengan harga premium dengan keuntungan yang kian tergerus, menukik tajam sampai 2010. Teknologi yang digunakan nampaknya terlampau mudah diduplikasi sehingga “terpaksa” melakukan perubahan signifikan.
Kantor pusat di Singapura melihat gejala tersebut dan memberikan arahan perubahan yang memunculkan komitmen bersama membuat program dengan target menurunkan COGS sampai 30 persen.
Pogram improvement meliputi dua komponen utama COGS yaitu material cost dan labour cost. Improvement material cost bertujuan menurunkan jumlah reject dan pemakaian material. Sementara komponen labour cost bertuuan meningkatkan efisiensi jumlah lensa yang diproduksi dan jumlah human hour yang digunakan. Target productivity improvement hingga 40 persen.
Awalnya tim improvement tak ada yang memercayai mampu mencapai target. Namun top manajemen bersikukuh COGS harus diturunkan untuk dapat berdaya saing. Setelah program improvement diimplementasikan, di tahun pertama perusahaan berhasil melakukan penghematan sebesar Rp10 Miliar dalam yield dan productivity improvement.
[cpm_adm id=”11784″ show_desc=”no” size=”medium” align=”left”]
Pelajaran pertama mengimplementasikan program improvement modalnya adalah keyakinan dan tim yang solid. Program pun bergulir ke fase kedua pada 2014 dan 2015, setiap tahun mengerjakan 15 project improvement. Fase berikutnya perusahaan tak lagi berkutat pada persoalan material dan labour cost, tapi masuk ke hal-hal yang lebih kompleks misalnya inventory dan supply chain.
Tiga tahun lalu Polycore membagi pengalaman dan pengetahuan dalam pencapaian efisiensi industri, menurunkan COGS dan memperbesar revenue di ajang Operational Excellence and Award (OPEXCON), Jakarta. Sekali lagi kantor pusat di Singapura melirik kesuksesan Polycore di Indonesia dan berniat mengimplementasikan program improvement di plant Malaysia. []