Banyak yang berpendapat, industri media cetak sedang berada di ujung tanduk. Krisis di industri ini khususnya amat dirasakan oleh surat kabar harian, yang produknya telah disubstitusi oleh portal-portal berita online yang dinilai lebih update dan mudah diakses. Harian Kompas yang notabene merupakan koran terpopuler di Indonesia juga merasakan tantangan yang sama. Eksistensi Kompas, faktanya, tidak sepenuhnya bergantung pada nama besarnya. Jika tidak percaya, lihat saja media-media besar yang gugur satu-persatu. Contohnya majalah Newsweek yang telah eksis 80 tahun lamanya. Namun Kompas terbukti tetap kokoh berdiri di atas kakinya. Koran ini mampu bertahan pada kisaran oplah 508.000 eksemplar per-terbitnya, bahkan 600.000 eksemplar di akhir pekan. Kompas beredar di seluruh Indonesia, dengan pusat percetakan di Jakarta.

Jadi apa yang istimewa dari Kompas selain nama besarnya? Koran ini adalah salah satu yang menyadari pentingnya berubah untuk mengejar laju zaman. Karena badai informasi digital, orang tidak terlalu antusias membaca surat kabar cetak. Karena itulah, Kompas menyadari mereka tidak lagi bisa mengandalkan penjualan koran untuk menunjang hidupnya. Seperti beberapa media cetak lainnya, Kompas mengandalkan penjualan iklan. Disinilah bagian iklan Kompas memberikan kontribusi berupa perubahan yang menyelamatkan perusahaan.

Perubahan yang dilakukan Kompas terletak pada inovasi produk (iklan)-nya. Selama ini Kompas menawarkan bentuk-bentuk iklan tradisional seperti iklan baris, iklan klasika, island ad dan inspirasional. Bagian penjualan iklan yang berjuang dalam persaingan memasarkan iklan-iklan tradisional ini akhirnya mencoba membuat perubahan dengan menciptakan produk-produk iklan dengan wajah baru. Berguru pada berbagai media besar di mancanegara, mereka akhirnya merumuskan produk iklan kreatif yang lebih segar dan menarik di mata calon pengiklan, yang terdiri atas 4 jenis, yaitu: Sticker Ad (iklan di pojok kanan atas halaman pertama), Creative Jacket (full atau half jacket yang dicetak khusus dan ditempatkan di depan sebagai “pembungkus” koran; full jacket bisa dicetak di kertas kalkir atau machine glass), Creative Divider, dan Superpanoramic. Produk inovatif tersebut memungkinkan pengiklan untuk tampil lebih mencolok dan stand-out.

Perubahan yang dilakukan oleh bagian iklan ini bukan tanpa hambatan. Mereka terbentur dengan keterbatasan halaman dan peraturan redaksional. Namun mereka tidak menyerah. Berbagai upaya penyesuaian dilakukan hingga akhirnya format-format baru tersebut dapat dijual. Bahkan, inovasi produk ini sempat menjadi pembicaraan di masyarakat. Apalagi, pengiklan merasakan peningkatan penjualan secara signifikan setelah memasang iklan kreatif di Kompas. Contohnya, produk Suzuki Ertiga yang penjualannya langsung melonjak setelah memasang iklan Jacket. Akhirnya, pihak Indomobil memutuskan untuk kembali membeli produk iklan Jacket untuk seri Ertiga Matic.

Sementara media lain harus berjibaku memperoleh share yang kian hari kian berkurang, Kompas seolah merajai dengan menjadi salah satu media dengan penjualan iklan tersukses. Keberhasilan Kompas “naik takhta” menjadi media incaran pengiklan tentu memiliki rahasia tersendiri. Ternyata, dalam budaya perusahaan telah tertanam kebiasaan untuk selalu berinovasi.

Baca juga  Selamat Tahun Baru 2025, Excellent People!

Perusahaan mengajarkan inovasi kepada karyawannya melalui lomba-lomba. Sejak tahun 2013, mereka membentuk Komite Inovasi, yang isinya mulai dari riset, penampungan ide karyawan, hingga studi kelayakan bisnis. Karyawan bebas mengajukan ide, dan jika menarik ide tersebut dikembangkan, diuji-cobakan, dan jika terbukti layak diwujudkan, didukung infrastrukturnya. Dengan dukungan sedemikian rupa, karyawan jadi punya semangat untuk selalu memikirkan perubahan dan inovasi.

Sumber: Inovasi Perusahaan Indonesia (2014) / PPM Manajemen