“Soal mindset langkah pertama perusahaan harus mampu break the Silo ..” ungkap Ferdinand Hasiholan, SSCX International, dalam seminar Sustainable Operational Excellence yang diadakan Majalah Shift Senin (29/8) lalu di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta. Menurutnya, 80 persen project improvement gagal akibat tak adanya komitmen dari top leader. SSCX International merupakan konsultan implementasi di Jakarta yang biasa membantu perusahaan di berbagai sektor industri menjalankan project improvement, mencapai efisiensi melalui metode Lean Six Sigma (LSS).
Sebelum lebih jauh menggunakan tools LSS untuk mengatasi persoalan, Ferdinand menggarisbawahi bahwa perusahaan harus bisa membebaskan diri dari kecenderungan “silo” atau cara pandang isolasi, sekat. Selama ini cara berpikir isolatif menyebabkan perusahaan berjalan tak efektif dan cenderung kontraporduktif. Salah satu cara keluar dari jebakan “silo” adalah menerapkan komunikasi secara terbuka antarbagian, departemen dan divisi dalam perusahaan.
[cpm_adm id=”11341″ show_desc=”no” size=”medium” align=”left”]
Biasanya orang beranggapan jika efisiensi merupakan tanggungjawab bagian operation saja, sementara departemen atau bagian lain tak perlu repot-repot memikirkan. Akhirnya yang terjadi antarbagian dan departemen dalam perusahaan tak terkoneksi satu sama lain, tersekat dengan target dan tujuan masing-masing.
Saat perusahaan mencoba melakukan perbaikan melalui project improvement untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi, umumnya yang terjadi secara bottom up. “Kita brainstorming saja, seolah menjalankan operational excellence tapi sebenarnya level top perusahaan tak merasakan,” tutur konsultan yang selama ini banyak menangani project improvement BUMN. Padahal salah satu prinsip untuk mewujudkan operational excellence adalah implementasi project improvement yang bersifat top down alignment.
[cpm_adm id=”11452″ show_desc=”no” size=”medium” align=”right”]
Proses assessment menunjukkan kecenderungan top manajemen tak tahu project apa yang sedang dijalankan. Hal tersebut menunjukkan belum adanya komitmen level top manajemen, sementara operational excellence tak bisa dilakukan secara instan, sebaliknya harus berkelanjutan karena ada tahapan proses yang membutuhkan dukungan leader perusahaan. “Secara psikologi tim tak akan berjalan jika tak ada dukungan dari top manajemen,” pungkas Ferdinand. []