Smart City sering disebut sebagai sistem daerah atau kota yang mampu mengintegrasikan seluruh aspek kehidupan masyarakat, pemerintahan, bisnis dan industri melalui dukungan operasional yang efektif dan efisien.
Pada Juni 2016 lalu, Kota Colombus di Ohio, Amerika Serikat dinobatkan sebagai pemenang “U.S. Department of Transportation $40 Million Smart City Challenge. Kota Colombus menjadi kota pertama yang mengintegrasikan teknologi mobil auto pilot, kendaraan dan sensor pintar ke dalam jaringan transportasi publik. Sebagai kota pintar, Colombus mampu menghubungkan dan membuat akses warga terhadap transportasi yang handal dan aman melalui teknologi real time traffic information.
Warga, penduduk dan pelancong bisa menggunakan aplikasi smartphone atau papan petunjuk informasi tentang jadwal kedatangan dan keberangkatan moda transportasi. Di Indonesia, demam kota pintar atau smart city sebenarnya mulai menggejala. Survei “Smart Cities” oleh Kompas dan PGN bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) 2016 menghasilkan lima kota berpredikat smart economy, smart society, dan smart environment.
Depok, Bandung, Semarang, Surabaya dan Tangerang berhasil mengungguli 93 kota lain, menyandang julukan Smart Cities. Di tingkat dunia, Bandung mewakili kota pintar di Indonesia pada ajang “World Smart City Awards 2015”. Bandung bersaing dengan sejumlah kota ternama di dunia seperti Buenos Aires (Argentina), Curitiba (Brazil), Dubai (UEA), Moskow (Rusia) dan Peterborough (Britania Raya). Penyelenggaraan tata pemerintahan administratif yang terkoneksi dengan warga menjadi syarat utama mendapatkan predikat kota pintar sedunia.
Sayangnya, Jakarta menurut survei IESE Business School, University of Navarra menempati peringkat 171 dari 181 negara pada “Cities In Motion Index (CIMI) 2016”. Jakarta berada di kategori low atau rendah, satu tingkat di atas kategori terburuk atau avarage low. Semakin rendah peringkatnya sebuah kota, maka semakin tidak “smart” keberadaannya.
Smart city identik dengan isu efektivitas, efisiensi, operasional dan proses bisnis yang sederhana. Sampai saat ini kemajuan teknologi informasi dan komunikasi digadang-gadang mampu mewujudkan angan-angan kota pintar dalam tiga aspek keberlanjutan: ekonomi, sosial dan lingkungan. []