“Ukuran keberhasilan bukanlah apakah Anda memiliki masalah yang sulit untuk ditangani, tetapi apakah masalah tersebut sama dengan apa yang pernah Anda alami tahun sebelumnya” – Foster Dulles.

Dalam ruang lingkup manajemen kualitas di dunia otomotif, pemecahan masalah terus menjadi satu kekhawatiran besar dalam rantai pasokan. Banyak perancang mobil dan pemasok telah menunjukkan indikasi bahwa mereka tidak memiliki cukup keyakinan diri dalam memecahkan seluruh masalah yang ada di sektor rantai pasokan.

Dari uraian tersebut, akan muncul suatu pertanyaan ‘mengapa pemecahan masalah malah menjadi satu masalah tersendiri?’

[cpm_adm id=”10097″ show_desc=”no” size=”medium” align=”right”]

Mungkin, alasannya adalah sebagai berikut:

1/ Masalahnya cenderung dideskripsikan dengan kurang tepat

2/ Mungkin terdapat kekurangan atau struktur yang kurang efisien dalam proses pemecahan masalah

3/ Kurangnya sense of urgency

4/ Manajemen yang ‘kurang’ sabar dalam mencari solusi

5/ Kurangnya tindak lanjut untuk mencegah masalah yang sama terulang kembali

6/ Upaya yang dilakukan untuk memecahkan masalah ‘dipercepat’ atau tidak sesuai dengan tahapannya

7/ Eksekusi yang buruk

Nasib Kualitas di Masa Depan

Bagaimana solusi pemecahan masalah yang efektif akan terikat pada manajemen kualitas? Kembali kepada beberapa langkah di masa lampau, perancang mobil menghadapi banyak tantangan yang diberlakukan oleh persaingan global, mandate dari pemerintah sekaligus tuntutan para pelanggan. Menemukan satu keseimbangan yang terbaik dari semua material dan teknologi yang digunakan untuk dapat memenuhi tuntutan yang ada terkadang menjadi sesuatu yang bertentangan dan tidak sesuai, karena membutuhkan pendekatan baru untuk merancang produktivitas manufaktur.

Untuk membantu memenuhi tantangan yang ada, orang-orang yang berada di belakang panggung industri otomotif akan semakin perlu menekankan sistem pendekatan yang integrative, berpikir lebih kritis untuk memecahkan masalah. Pastinya, para pakar industri telah mengetahui dasar tujuh alat kualitas: Fishbone Diagram, Pareto Analysis, Histograms, dan Grafik Kontrol. Kaoru Ishikawa menyatakan bahwa “95% dari masalah kualitas yang terkait dapat diselesaikan dengan tujuh alat dasar kuantitatif.” Dibarengi dengan adanya pelatihan reguler dan implementasi dari alat tersebut, masalah problem solving pun bukan lagi menjadi suatu ‘masalah’ serius.

Baca juga  Speak at OPEXCON 2024, Your Insights on Operational Excellence Needed!

Membentuk Tim

Cara lain untuk dapat mengatasi masalah problem solving adalah membentuk satu tim untuk menentukan sarana yang terbaik yang mampu mengatasinya hal itu. Organisasi membutuhkan satu sosok dengan otoritas terbaik untuk mampu mengambil tindakan yang tepat, fasilitator independen yang mampu memimpin diskusi, dan juga para ahli lainnya yang bisa juga adalah teknisi, pemasok, atau bahkan para pelanggan.

Lakukan Investigasi Internal

Tim harus melakukan investigasi untuk mengumpulkan dan menganalisis bukti untuk menentukan apakah masalah yang timbul berasal dari sisi internal atau eksternal perusahaan. Jika masalah yang timbul adalah masalah eksternal, bukti dan pernyataan dari masalah tadi harus segera dikirimkan ke pemasok baik secara manual atau dalam sistem manajemen pemasok perusahaan.

[cpm_adm id=”10763″ show_desc=”no” size=”medium” align=”left”]

Yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai investigasi internal yang telah dilakukan tertahan karena menunggu konfirmasi dari pemasok. Jika mungkin, tindakan korektif dari pemasok dapat digunakan untuk penutup proses investigasi. Apabila kesalahan pemasok tidak dapat diverifikasi, maka investigasi haruslah tetap bersifat internal.

Beberapa Contoh Proses Problem Solving

1/ Mengidentifikasi Masalah

Visit Gemba, kembangkan diagram alur proses, tinjau kembali semua pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya, kembangkan deksripsi masalah dengan fakta dan bukti yang ada, dan yang terakhir jangan lupa untuk membedakan antara gejala dan masalah. Gejala masalah adalah sebuah manifestasi dari masalah, sementara ‘masalah’nya adalah hal tertentu dan bersifat khusus yang menyebabkan efek pada produk dan/ atau pelanggan. Setelah proses ini terlewati, tulislah sebuah pernyataan masalah. Menggunakan teknik 5Whys dan 2Hows mungkin akan sedikit membantu.

2/ Deskripsikan Masalah

Tindakan segera harus diambil untuk mencegah efek masalah lebih lanjut. Hal ini mencakup pengumpulan dan analisis data, juga menentukan dan memverifikasi efektivitas tindakan. Konten dari masalah ini haruslah luar biasa, terlihat dan dapat diingat dengan mudah.

Baca juga  7 Fakta Menarik dari Metode Inovasi Design Thinking

3/ Identifikasi Akar Penyebabnya

Identifikasi dilakukan dengan menggunakan tools FMEA, atau bisa menggunakan tools lain yang efektif untuk mengumpulkan data, menganalisis dan menentukan akar penyebab dari suatu masalah.

4/ Mengembangkan dan Memverifikasi Solusi

Semakin menantang masalah yang dimiliki, semakin banyak permintaan untuk melakukan analisis secara lebih mendalam dan sintesis dari ide menjadi konsep yang mampu memberikan nilai lebih.

Kunci untuk pemecahan masalah yang efektif bermuara menjadi lebih inovatif. Artinya, termasuk dengan faktor psikologis, penilaian pemikiran yang idealis menjadi lebih banyak ide, mengakui tantangan yang kompleks, melakukan pemisahan untuk memecahkan masalahnya.

5/ Melaksanakan Tindakan Korektif

Untuk mencegah terulangnya masalah yang sama, kembangkan rencana aksi dengan tanggung jawab dan waktu yang ditetapkan. Menerapkan tindakan perbaikan yang bersifat permanen, dan juga memvalidasi bahwa tindakan ini akan mengatasi masalah yang ada.

6/ Melaksanakan Tindakan Pencegahan

Pencegahan ini dilakukan dengan mengerahkan solusi-solusi yang dimiliki oleh organisasi. kualitas yang dinilai secara profesional saat ini harus berkomitmen untuk memperkuat pengetahuan para pelanggan, meningkatkan keunggulan operasional perusahaan, dan juga kecepatan dalam menguasai pasar untuk membangun generasi selanjutnya dari dukungan para pelanggan.

Keberhasilan ini akan mampu dicapai dengan menggunakan alat dan teknik yang ada. Perlu diingat bahwa era globalisasi membutuhkan tenaga profesional yang berkualitas untuk mampu berpikir lebih inovatif dan secara kolaboratif. Kesuksesannya bukan dinilai dari alat yang dimiliki, melainkan bagaimana organisasi mengimplementasikannya.***

Sumber: qualitymag.com