Katakanlah Anda dan seorang teman telah memulai bisnis kecil-kecilan sebulan yang lalu. Karena kebetulan Anda dan teman tersebut sangat suka pai labu, maka Anda berdua mulai memanggang pai labu di rumah dan menjualnya di garasi rumah Anda. Ternyata orang-orang menyukainya dan Anda mulai kesulitan menangani permintaan. Anda dan teman Anda memutuskan untuk menanam investasi lebih besar kepada bisnis tersebut. Tapi titik mana yang harus Anda danai? Apakah Anda harus merekrut karyawan untuk memanggang kue? Membeli panggangan baru? Mulai bertani labu sendiri? Untuk memutuskannya, Anda harus melakukan analisa berbasis data untuk menemukan bottleneck-nya.
Menurut Seth Stevenson dalam artikelnya yang berjudul “What You Hate Most About Waiting in Line”, ketika mengambil keputusan, Anda harus memperhatikan satu sisi yang benar-benar krusial bagi sebuah bisnis. Sisi tersebut adalah operasional.
Sisi operasional menjabarkan bagaimana suatu produk dibuat dan bagaimana pelayanan diberikan. Jika Anda bisa melakukan perbaikan di sisi operasional, Anda akan bisa melakukan penghematan.
Banyak hal yang dibutuhkan oleh bisnis Anda, bisa didapatkan dengan biaya lebih murah. Mengapa? Karena perbaikan di sisi operasional akan mempercepat proses, dan membuat aliran pasokan Anda lebih lancar. Perbaikan di sisi operasional juga memungkinkan Anda untuk menghilangkan waste, atau melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk lingkungan.
Silakan salahkan sisi operasional yang buruk ketika Anda mengalami birokrasi yang menyebalkan ketika ingin memperpanjang masa menginap di hotel, menunggu terlalu lama ketika memesan di restoran, atau harus menjalani proses cek-in yang bertele-tele di bandara. Sebaliknya, berterima-kasihlah pada sistem operasional yang baik ketika Anda mendapatkan pelayanan tanpa harus mengantri, atau puas akan pelayanan dan produk tertentu.
Sederhananya, strategi operasional adalah seni untuk membuat segalanya berjalan dengan lebih baik. Ketika Anda berpikir melalui sudut pandang operasional, dengan sendirinya akan terbentuk pola pikir yang selalu fokus kepada perbaikan dan efisiensi, baik itu perbaikan di area kerja ataupun pada sistem dan administrasi.
Semua Berawal dari Telepon
Salah satu bagian dari operasi yang dianggap sangat penting dalam artikel Stevenson adalah antrian. Teori antrian sendiri merupakan studi terhadap segala bentuk lini (barisan). Barisan apapun, mulai dari bariasn di kasir supermarket, barisan di pintu tol, barisan pelanggan yang menunggu pelayanan, dan sebagainya. Menurut profesor MIT Dick Larson, teori antrian pertama teridentifikasi hampir 100 tahun lalu di Denmark, dengan adanya teknologi baru yang langsung menjadi mainstream: telepon.
Jika sebuah hubungan telepon hanya bisa tersambung dengan satu telepon lain, mungkin tidak akan terlalu berguna. Yang membuat telepon sangat berarti dan populer adalah kemampuannya terhubung dengan ribuan sambungan telepon lainnya. Namun, hubungan paralel ini membutuhkan jaringan hub-and-spoke, dimana panggilan telepon masuk kedalam switchbox untuk kemudian didistribusikan kembali ke sambungan-sambungan telepon lain.
Pada tahun 1909, panggilan telepon disambungkan oleh operator dengan menggunakan alat pengalihan panggilan. Untuk memperbesar profit, perusahaan telepon harus mengetahui berapa banyak operator dan alat pengalihan yang dibutuhkan untuk menangani volume panggilan. Jika mereka hanya memiliki sedikit operator dan alat pengalihan, panggilan telepon akan menumpuk dan pelanggan akan kesal karena menunggu. Jika operator dan alat pengalihan terlalu banyak, perusahaan akan rugi karena biaya tenaga kerja dan peralatan yang berlebih.
Seorang Denmark bernama Agner Krarup Erlang ditugaskan untuk melakukan studi atas masalah tersebut. Rumus yang ia ajukan masih digunakan hingga saat ini untuk menghitung probabilitas antrian yang akan terjadi untuk volume tugas tertentu jika dibandingkan dengan jumlah sumber daya yang tersedia untuk mengerjakan tugas tersebut.
Saat ini, call center perusahaan memodifikasi algoritma tersebut untuk meraih target sejenis, namun lebih complicated. Contohnya, staf representatif yang mendapat bayaran lebih tinggi akan dilatih untuk menangani interaksi yang lebih kompleks dengan pelanggan, sementara staf yang mendapat bayaran lebih rendah hanya menangani tugas-tugas yang umum. Call center berusaha untuk mengoptimasi distribusi panggilan masuk (incoming calls). Jadi, jika perusahaan bisa menyerahkan panggilan telepon yang “lebih mudah” kepada staf representatif dengan bayaran lebih rendah, maka staf dengan bayaran dan keahlian lebih tinggi akan lebih bebas dalam menangani panggilan yang “lebih sulit”.
Inilah alasan mengapa pelanggan diarahkan untuk menekan berbagai nomor (yang terhubung dengan layanan tertentu) ketika menghubungi call center bank, misalnya, sebelum akhirnya dibukakan pintu untuk berbicara dengan staf customer service. Konsep yang demikian akan menimbulkan satu lagi tantangan operasional: bagaimana menyerap informasi secara maksimal dari pelanggan tanpa membuat mereka kesal (karena harus berkutat dengan beberapa nomor tambahan yang harus ditekan) sebelum akhirnya menekan tombol 0 untuk berbicara dengan staf customer service.
Walaupun kalkulasi yang berlaku dalam teori antrian belum berubah sejak 1909, namun kecenderungan psikologis yang dialami oleh pengantri telah berubah. Menurut Larson, sejak pertengahan abad ke-20, teori antrian lebih banyak membahas mengenai perasaan daripada formula. Contohnya: New York pernah mengalami krisis yang buruk pada jam-jam sibuk. Krisisnya bukan terjadi di jalanan, tapi didalam lobi gedung-gedung perkantoran. Pasalnya, lift yang tersedia untuk melayani “tumpukan orang” yang sangat sibuk tidak cukup banyak. Segera saja, komplain-pun berdatangan. “Salah satu solusi yang mungkin terpikirkan adalah meledakkan dinamit dalam gedung untuk membangun lebih banyak lift,” kata Larson. “Namun seseorang menemukan bahwa masalah utamanya bukanlah lamanya waktu untuk menunggu. Masalahnya adalah bagaimana perasaan mereka ketika menunggu.” Beberapa gedung lalu memasang kaca di sepanjang dinding di area lift, dimana orang bisa bermain dengan pantulan diri mereka di kaca, dan melakukan beberapa hal yang tentunya mengalihkan emosi negatif mereka ketika menunggu. Hasilnya, jumlah komplain berkurang secara signifikan.
Ada tiga hal yang menjadi kecenderungan alami manusia, berkaitan dengan kondisi psikis mereka ketika mengantri:
- Orang merasa bosan ketika mengantri.
- Orang benci ketika mereka harus mengantri lebih lama daripada perkiraan.
- Orang merasa sangat, sangat benci ketika ada orang lain yang datang belakangan tapi mendapat pelayanan lebih cepat daripada mereka yang datang lebih awal.