Metode Lean pertama kali dikembangkan oleh manufaktur otomotif Jepang, dan menyebar ke seluruh dunia di setiap sektor industri. Metode ini seringkali didefinisikan sebagai ‘praktek-praktek eliminasi waste’, dimana waste (atau “Muda” dalam bahasa Jepang) adalah segala hal yang memerlukan lebih banyak usaha, waktu, sumber daya, pergerakan, material, dan ruangan, melebihi titik minimal, yang seharusnya memberikan nilai tambah (value) berdasarkan perspektif pelanggan. Singkatnya, waste adalah segala aktifitas yang tidak memiliki nilai tambah bagi pelanggan atau non-value-added.
Namun definisi tersebut hanya ‘setengah’ dari Lean. Tujuan utama Lean adalah memaksimalkan value dengan meminimalkan praktek-praktek yang bersifat waste. Selain Muda (waste dalam proses), Lean juga akan menghilangkan dan mencegah “Mura” atau ketidak-merataan beban kerja dan “Muri” atau kelebihan beban pekerjaan atas manusia atau mesin. Mura dan Muri, khususnya, sangat umum terjadi di lingkungan laboratorium.
Menghilangkan waste dari proses laboratorium yang dinamis akan membutuhkan lebih sedikit tenaga manusia, ruang, dan waktu untuk memberikan value dengan biaya dan tingkat kesalahan yang lebih rendah. Laboratorium yang lean (atau lean labs) juga mampu merespon kebutuhan pelanggan yang fluktuatif, dengan waktu throughput yang cepat.
Laboratorium sangat berbeda dengan lingkungan manufaktur, namun Lean tetap dapat diaplikasikan. Prinsip-prinsip Lean tetap berlaku, namun tetap ada tantangan tersendiri dalam penerapannya. Bagaimanapun, adaptasi teknik Lean secara tepat akan memberikan keuntungan signifikan berupa produktifitas dan kecepatan.
Pada sebagian besar laboratorium, volatilitas atau fluktuasi beban kerja jangka pendek sejauh ini menjadi celah kesempatan terbesar bagi implementasi Lean. Volatilitas ini menyebabkan produktifitas rendah selama masa beban rendah (hanya sedikit beban kerja) dan kinerja lead time yang buruk selama masa beban tinggi (beban kerja sedang banyak).
Seringnya, kapasitas kerja sebuah laboratorium tidak dipahami secara jelas dan ridak ada mekanisme khusus untuk meratakan beban kerja yang ada di lab. Jika dibiarkan, volatilitas ini akan menyebabkan konsumsi sumber daya dan ruang laboratorium yang berlebihan. Proses di laboratorium juga menjadi kacau karena seringnya terjadi perubahan prioritas pekerjaan, dan kadang beberapa pekerjaan terhenti sementara sebelum bisa dilanjutkan kembali. Hal tersebut memicu waste dan tentu saja mengurangi efektifitas kerja. Rata-rata kesalahan dan rework juga meningkat; terjadinya Mura (volatilitas) akan menimbulkan Muda (waste).
Utilisasi sumber daya analis yang buruk, yang biasanya terjadi dalam bentuk volatilitas dan ketidak-seimbangan beban kerja analis, biasanya menjadi kesempatan terbesar kedua untuk implementasi Lean. Pemerataan beban dan aliran kerja akan meningkatkan produktifitas dan efektifitas pekerjaan rutin di laboratorium. Menjalankan pekerjaan rutin dengan baik dan produktif akan menghemat waktu dan sumber daya untuk dialokasikan kepada pekerjaan yang lebih penting dan bernilai.
Lean yang dijalankan di laboratorium akan menggeser fokus inisiatif perbaikan dari aktifitas atau penelitian individual kepada aktifitas atau aliran kerja di seluruh proses laboratorium. Teknik ‘leveling’ atau pemerataan digunakan untuk mengatasi ketidak-rataan beban kerja dan mendorong aliran kerja yang teratur. Caranya adalah dengan membuat ‘defined test sequences’ yang akan mengantarkan sample dengan cepat kepada uji coba dan review yang membutuhkan. Aktifitas uji coba merupakan kombinasi antara peran-peran analis yang seimbang, produktif dan berkesinambungan, yang akan memanfaatkan waktu karyawan sebaik-baiknya (standard work).
Rancangan dan tata letak laboratorium yang mendukung prinsip-prinsip Lean akan meningkatkan efektifitas dan keberlangsungan proses yang Lean.***RW