Ford adalah salah satu dari beberapa perusahaan global yang telah menginvestasikan tahun-tahun berharganya untuk mengembangkan sistem produksinya. Apa yang dilakukan Ford didasarkan kepada fokus implementasi metode manufaktur yang populer di Jepang, Lean Manufacturing. Jaguar, sebagai bagian dari Ford Group, telah mengikuti jejak ‘orang tua’-nya dalam menerapkan metode efisiensi dan penghematan tersebut.
Lean Manufacturing, atau Lean Production, adalah metode produksi yang fokusnya adalah meningkatkan kualitas proses dan efisiensi biaya. Peningkatan kualitas proses dilakukan dengan cara menghilangkan waste produksi dan untuk memastikan kualitas dan memaksimalkan efisiensi. Metode Lean production melibatkan standardisasi pekerjaan (Standard Work) untuk menghilangkan waste (aktifitas tanpa nilai tambah). Standard Work inilah yang memastikan aktifitas operasional terlaksana dengan baik dan terkontrol.
Kunci dari Lean Production adalah mengidentifikasi aktifitas tanpa nilai tambah (waste) yang menurunkan efisiensi proses, yang tidak berkontribusi apapun dalam menambah nilai produk di mata pelanggan. Aktifitas tersebut harus dikurangi atau dihilangkan sehingga karyawan dan mesin dapat fokus untuk menambah aktifitas bernilai tambah. Konsepnya bukan “to work harder”, melainkan “to work smarter”.
Studi Kasus Lean Production di Jaguar
Kunci Keberhasilan Pergeseran Budaya di Pabrik Jaguar
Kita tentunya telah memahami bahwa untuk menerapkan sebuah metode produksi yang baru, harus ada beberapa perubahan dan penyesuaian yang dilakukan di pabrik. Perubahan tersebut, sayangnya, melibatkan banyak karyawan dan Anda harus mendapatkan dukungan dari mereka, jika ingin menuai keberhasilan. Karyawan adalah kunci sukses Anda. Lalu bagaimana Jaguar melakukannya?
Untuk menciptakan dan melaksanakan proses perubahan di pabrik Castle Bromwich, para manajer dan supervisor di Jaguar bekerjasama beberapa konsultan untuk menciptakan iklim perubahan yang akan mendorong karyawan untuk berubah. Jaguar menyadari, sangat penting memiliki karyawan yang mendukung program yang akan dilaksanakan.
Jaguar sendiri telah memiliki budaya yang mengedepankan kualitas, baik dalam proses maupun produk. Budaya inilah yang menciptakan reputasi perusahaan di dunia internasional. Namun, saat itu, manajemen berpikir bahwa sangat penting untuk mengembangkan cara-cara baru dalam bekerja. Perusahaan, dalam iklim persaingan yang makin ketat, harus membentuk ulang persepsi mengenai Continuous Improvement dan peningkatan kualitas produk untuk memuaskan pelanggan.
Yang pertama kali mereka pikirkan adalah kebutuhan untuk mengubah pola-pola hubungan kerja. Sebelumnya, pabrik diatur dengan pendekatan hirarkis dengan seorang supervisor dan satu pemimpin grup yang bertanggung jawab untuk sekitar 30 karyawan lini produksi. Dalam struktur yang baru, seorang pemimpin grup bekerja bersama satu grup kecil karyawan saja.
Pendekatan lama memiliki ciri khas “perintah dan kerjakan”, dengan instruksi yang diberikan dari atasan kepada bawahan, untuk memberikan kontrol kepada atasan. Saat ini, pola pengambilan keputusan telah disusun dalam alur terbalik. Anggota grup diharapkan untuk mengambil tanggung jawab atas pekerjaan masing-masing, dan mereka akan mendapatkan dukungan dari pemimpin grup. Fungsi pemimpin grup bukanlah mengatur semua pekerjaan, melainkan lebih kepada membantu tim menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
Karyawan di pabrik Jaguar secara antusias mengadopsi pola baru ini. Mereka merasa tertantang karena memiliki kesempatan lebih besar untuk terlibat dalam proses dan mengambil tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pola kerja mereka. Sebagai hasilnya, produktifitas dan kualitas-pun meningkat dan peningkatan tersebut terlihat dengan jelas. Bagaimana Jaguar melakukan pergeseran budaya yang berhasil ini?
Langkah pertama yang mereka lakukan adalah meminta karyawan untuk beroperasi dalam grup-grup kecil dengan seorang pemimpin grup. Pendekatan ini disebut celluar working (sistem kerja seluler). Setiap tim (sel) diperkenalkan kepada satu seri perkakas (tools) yang dirancang untuk meningkatkan efektifitas kerja mereka. Tim dilatih dalam area kerja mereka (lebih banyak daripada di kelas), sehingga mereka bisa melihat cara mengaplikasikan berbagai perkakas baru yang berhubungan langsung dengan pekerjaan. Dengan demikian, tim akan merasa lebih nyaman dan lebih paham mengenai metode baru yang akan diterapkan.
Just in Time: Bagaimana Jaguar Menyesuaikan Supply dan Demand
Jaguar telah berhasil melakukan perubahan yang signifikan, yaitu menciptakan sistem aliran produksi yang berbasis kepada pendekatan ‘just-in-time’, yaitu strategi produksi yang bertujuan untuk meningkatkan ROI bisnis dengan mengurangi inventori proses yang biaya-biaya yang menyertainya.
Sebelumnya, Jaguar memakai cara tradisional yaitu sekelompok karyawan akan bertanggung jawab pada set-set proses yang menjadi bagian dari produksi mobil Jaguar, menggunakan batch-batch komponen. Area kerja dari proses semacam itu akan dipenuhi oleh batch-batch komponen yang memakan banyak ruang pada floor. Area kerja menjadi sempit daan pergerakan karyawan-pun terbatas.
Pendekatan Just-in-time di Jaguar diterapkan untuk memangkas stok komponen di area kerja. Komponen hanya disimpan di area kerja dalam jumlah yang dibutuhkan untuk menjaga proses agar tetap berjalan dengan mulus. Salah satu operator akan menekan tombol jika lini membutuhkan stok baru. Penyimpanan sentral akan merespon permintaan ini dengan cepat, mendatangkan stok komponen baru tepat pada saat dibutuhkan. Pendekatan yang menjadi bagian dari Lean Production ini membantu memangkas waste melalui beberapa cara, yaitu:
- Lebih sedikit ruang di floor yang dibutuhkan untuk penyimpanan.
- Sel-sel dapat berjalan dengan baik di area yang tertata rapi.
- Pergerakan karyawan (berjalan, bergerak mengelilingi area) tidak lagi terlalu banyak.
- Lebih sedikit komponen yang rusak akibat ditaruh terlalu lama di batch-batch di area kerja.
Salah satu tolok ukur keberhasilan yang paling tepat untuk mengetahui seberapa berhasil Jaguar menerapkan sistem produksi Lean adalah dengan membandingkan suplai mobil baru yang menjadi output dari pabrik di Castle Bromwich dengan permintaan dari pelanggan mobil mewah tersebut.
Dengan data permintaan pelanggan, para manajer produksi mampu menghitung volume mobil yang harus diproduksi setiap minggunya. Jika memproduksi terlalu sedikit, mereka tidak akan mampu memenuhi permintaan; jika terlalu banyak akan menyebabkan penumpukan stok. Solusinya adalah dengan menjalankan produksi pada kecepatan yang tepat untuk menyesuaikan dengan kecepatan permintaan. Sementara itu, kualitas yang tinggi harus tetap dijaga.
Sebagai bagian dari inisiatif Lean Manufacturing, Jaguar menerapkan konsep visual factory di pabriknya. Simak pembahasan mengenai visual factory di Jaguar dalam artikel ini.***
Comments are closed.