Masih ingat ‘pepatah’ lama mengenai manajemen kualitas? “Jika tidak ditulis, maka hal itu tidak akan pernah terjadi.”

Semua bisnis yang berjalan memerlukan sebuah sistem manajemen kualitas atau Quality Management System (QMS). Namun sayangnya tidak semua perusahaan menerapkan sistem tersebut. Kalaupun iya, banyak diantaranya tidak diatur dan direncanakan dengan baik.

Apakah yang dimaksud dengan QMS dan mengapa QMS begitu penting?  Sebuah QMS yang sukses terdiri atas prosedur-prosedur dan sistem yang tertulis dan terkontrol. Prosedur-prosedur tersebut merupakan basis dari event yang dapat diaudit baik oleh auditor internal ataupun eksternal. Suatu QMS yang efektif akan mengidentifikasi langkah-langkah proses yang menjadi kunci keberhasilan dan mencegah sebagian besar kegagalan sebelum terjadi. Sistem ini akan melindungi supply chain perusahaan, brand dan yang paling penting adalah melindungi dan memastikan pelanggan tetap puas.

Terdapat beberapa langkah yang dilibatkan dalam menciptakan QMS yang efektif dan solid. Langkah-langkah tersebut adalah:

  1. Tool statistik dan control plans.
  2. Failure Models and Effect Analysis atau FMEA (sebagai bagian dari advanced product quality planning atau APQP).
  3. Protokol validasi sistem.
  4. Current Good Manufacturing Practices (cGMP).

Langkah pertama adalah membuat flow chart atau mapping proses. Sebuah flow chart atau peta proses adalah tool statistik yang biasa dipakai untuk mengetahui detail perjalanan produksi dan proses manufaktur. Peta proses ini mudah dipahami dan sangat berguna untuk membantu mem-visualisasi gambaran besar proses produksi dalam format step-by-step.

Peta proses ini akan mengidentifikasi masalah yang mungkin terjadi, memungkinkan kita untuk melakukan cek poin kualitas dan menyediakan dokumen yang diperlukan untuk menunjang proses. Ketika semua langkah proses telah dituliskan dan seluruh flow chart disetujui oleh semua departemen yang terlibat, maka proses ini akan menjadi control plan formal. Para pemimpin proyek dan pemimpin quality assurance lalu menandatangani dan menyetujui control plan dan langkah final process dari produk.

Baca juga  12 Prinsip Agile 

Langkah kritikal berikutnya yaitu FMEA.

FMEA membantu proses identifikasi kesalahan yang potensial terjadi dan juga efek buruk dari kesalahan-kesalahan tersebut. FMEA memberikan gambaran mengenai kemungkinan terjadi kesalahan dan kemampuan kita mendeteksi kesalahan tersebut. Proses ini dilakukan oleh tim FMEA yang minimal terdiri atas satu orang dan maksimal sepuluh orang. Tugas mereka adalah melakukan estimasi kemungkinan cacat dan imbasnya.

Tim FMEA akan mengidentifikasi high risk priority numbers (RPN) sebagai dasar bagi pengembangan prosedur kualitas dan kontrol. Pengukuran akan dilakukan berbasis kepada hasil RPN di seluruh proses manufaktur. Sebagai contoh, NASA menggunakan FMEA untuk mengidentifikasi potensi kesalahan yang dapat terjadi dalam program pendaratan astronot AS ke bulan, dan kemudian kembali ke bumi.

Untuk memastikan bahwa sistem pengukuran Anda tidak menyebabkan error dalam proses, Alat perhitungan manual dan elektronik harus dikalibrasi. Pengukuran tersebut merupakan bagian dari gauge repeatability and reproducibility (R&R). Gauge R&R diekspresikan sebagai presentase error pada pengukuran.

Error reading dari sebagian besar pengukuran kesalahan umumnya kurang dari 10 persen. Namun untuk pekerjaan yang kritis, seperti produksi farmasi, error reading hanya mencapai 3 persen. Faktor-faktor tersebut mendeterminasi resiko yang melibatkan pelanggan juga. Langkah ini juga berguna dalam mengurangi biaya-biaya, mencegah hilangnya kepercayaan terhadap perusahaan.

Beberapa sistem quality management mengarah kepada Six Sigma. Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan penyebab cacat dan error, dan meminimalisir variasi dalam proses manufaktur. Hal ini akan mengurangi biaya dan meningkatkan profit. Inisiatif ini termasuk membentuk tim yang telah dilatih mengenai keahlian tertentu.

Sebuah proses Six Sigma diukur berdasarkan jumlah produk bebas cacat yang diproduksi, yang diharapkan akan mencapai 99.99966 persen, atau kurang dari 3.4 cacat per satu juta kesempatan (DPMO/defects per million opportunities). Untuk mencapainya, proses yang dijalankan harus terlebih dahulu divalidasi. Proses ini mengacu kepada protokol validasi sistem atau SVP (systems validation protocol), sebagai bagian dari master plan validasi dari perusahaan.

Baca juga  Case Study Lean Management di DBS

Sebuah SVP terdiri atas validasi IQ-OQ-PQ. Validasi ini akan menguji QMS dari sisi kesesuaian dan pemenuhan. Installation Qualification (IQ) merupakan verifikasi yang terdokumentasi mengenai kelayakan dan kesiaman peralatan. Menunjukkan bahwa peratalan, sistem dan subsistemnya telah terpasang dengan benar serta sesuai dengan kode yang berlaku dan rancangan yang dibuat. IQ juga memvalidasi bahwa rekomendasi dari supplier yelah ditanggapi dengan sesuai.

Operational Qualification (OQ) adalah verifikasi terdokumentasi yang menyatakan bahwa peratalan, sistem dan subsistemnya memiliki performa yang sesuai dengan spesifikasi di seluruh rentang operasi representatif atau terantisipasi. Di beberapa fasilitas, OQ dapat overlap dengan IQ.

Perfromance Qualification (PQ) adalah bukti terdokumentasi yang mendefinisikan proses dan fungsi sistem yang diharapkan, dan memproduksi hasil yang diharapkan dalam kondisi operasional normal. Dokumentasi ini juga dapat menjadi referensi bagi process capability (jumlah terantisipasi dari defetcs per million).

Sistem QMS yang terbaik pun akan gagal jika tidak dilakukan dengan persiapan. Trace audit sangatlah vital untuk dilakukan setelah sistem terbentuk. Trace audit memastikan beberapa hal seperti:

  1. Operasi dilakukan sesuai dengan QMC tertulis dan disetujui.
  2. Quality system yang adekuat terbbentuk dan terpelihara.
  3. Seluruh personel telah terlatih dengan layak.
  4. Record pelatihan terupdate dan terpelihara dengan akurat.

Sebagai contoh untuk trace audit: katakanlah Anda membuat 30 produk untuk pelanggan. Lalu pelanggan tersebut datang untuk melakukan audit. Tim audit dari pelanggan Anda ingin melihat dokumentasi sistem untuk produk #1 dan produk #2. Tim audit pelanggan Anda kemudian menelusuri dokumentasi yang menggambarkan setiap langkah yang dilakukan (pelatihan, APQP, FMEA, process design, gauge control, inspeksi dan persetujuan first article, inspeksi dalam proses, finishin, inspeksi akhir, periode retensi untuk catatan kualitas, dan sebagainya).

Baca juga  Konsep Utama dan Siklus dalam Lean

Karena Anda tidak mengetahui dari awal produk yang mana yang akan diaudit pelanggan, maka semua rekaman kualitas sebaiknya disiapkan secara penuh.

Banyak bisnis, khususnya farmasi dan bioteknologi, harus memastikan bahwa produk yang mereka buat memenuhi permintaan dan kebutuhan dari sisi identitas, ketahanan, kualitas dan purity.

Perusahaan yang menjalani operasional dengan regulasi diatas akan mengharapkan hal yang sama dari supplier mereka. Untuk melakukannya, dibutuhkan tim manajemen yang berdedikasi penuh, karyawan yang terlatih dengan baik dan berkomitmen penuh, kegiatan audit rutin, dan yang paling penting, quality management system yang solid dan tertulis dengan jelas.

Sumber: Manufacturing.net; Gina Butler & Donald Dobert, ATL