Owens-Illinois (O-I) memiliki moto “Glass is Life” – perusahaan O-I meyakini untuk terus hidup maka harus terus melakukan perbaikan demi pelanggan.
Sebagai salah satu manufaktur produk botol gelas terbesar di dunia, Owens Illinois (O-I) memiliki komitmen kuat dan alasan bagus untuk menjalankan program Continuous Improvement. Program seperti Six Sigma tentunya sangat membantu O-I dalam memproduksi produk yang berkualitas tinggi dan bebas cacat. Perbaikan proses terus mereka lakukan demi kepuasan pelanggan.
Program Continuous Improvement dilaksanakan secara global di seluruh unit O-I Glass di dunia. Pada tahun 2007, O-I mulai menggunakan konsep Lean Six Sigma di semua pabriknya sebagai cara dan panduan mereka dalam berproduksi. Keputusan ini didorong oleh visi mencapai status World Class Glass Manufacturer yang memiliki platform yang sama dalam menyelesaikan semua masalah operasional, termasuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas produknya di seluruh dunia.
Komitmen O-I Jakarta untuk Continuous Improvement
“Aktivitas continous improvement di O-I dikenal dengan program Lean Six Sigma (LSS) yang dimulai pada tahun 2007 di semua pabrik O-I di seluruh dunia. Sebanyak 88 pabrik O-I menerapkan LSS yang diawali dengan pelatihan LSS Green Belt, Black belt dan Kaizen Leader,” jelas Stefanus Rantetondok, Master Black Belt di O-I Jakarta.
Menurut Stefanus, inisiatif perbaikan di O-I seluruh dunia pertama kali dimulai dengan melakukan pengembangan terhadap sumber dayanya, melalui berbagai pelatihan dan program awareness untuk memperkenalkan Lean Six Sigma. Proses pengembangan sumber daya ini berlangsung selama 3 tahun di O-I seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Lean Six Sigma merupakan investasi pengembangan karyawan terbesar yang pernah dilakukan O-I. Pelatihan yang diberikan termasuk kemampuan dalam menggunakan perkakas Lean serta metodologi analisis data DMAIC (Define-Measure-Analyze-Improve-Control) yang menjadi dasar di hampir semua proyek berbasis Lean Six Sigma.
Inisiatif perbaikan yang dilakukan secara global di seluruh pabrik O-I di dunia memberikan tantangan tersendiri bagi O-I Jakarta. Bagaimana menyesuaikan program yang dijalankan secara global dengan kondisi riil di Jakarta? Bagaimana membuat karyawan di O-I Jakarta memahami isi dan tujuan program LSS global tersebut?
“Kami harus menyesuaikan isi pelatihan dengan (menerjemahkannya ke dalam) bahasa dan (disesuaikan dengan) budaya Indonesia,” jelas Stefanus. “O-I Jakarta juga melibatkan konsultan lokal di tahap awal implementasi, serta melakukan identifikasi project dan fokus pada sasaran unit bisnis.”
Dengan demikian, karyawan di O-I Jakarta bisa memahami dan menjalankan program-program LSS yang juga dijalankan di pabrik-pabrik O-I lainnya di seluruh dunia. Pendekatan yang lebih membumi dan sesuai dengan budaya Indonesia membuat karyawan lebih mudah untuk menerima perubahan yang dijalankan.
Lalu bagaimana strategi OI Jakarta mengadopsi dan mengintegrasi metolodogi Lean, Six Sigma dan TPM untuk meningkatkan kinerja bisnisnya? Simak pembahasannya disini.***
*Wawancara Majalah Shift dengan Budhi S. Saputra (Unit Plant Manager, O-I Jakarta) dan Stefanus Rantetondok (Integrated System and Risk Manager, Master Black Belt O-I Jakarta). Sumber lainnya: O-I Company Profile dan www.o-i.com.
LSS adalah salah satu metodologi berbasis statistik dan dibutuhkan perubahan mindset dari kecenderungan orang segera take action untuk terbiasa melakukan analisa terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan berdasarkan data-data yang ada. Data-data tersebut di-pareto-kan sehingga diketahui apa saja major issue untuk diambil mana yang menjadi prioritas. Diantara metodologi yang ada menurut saya kuncinya adalah ANALISA (sebagaimana dalam konsep DMAIC). Kalau kita dapat menemukan REAL PROBLEM dari PROBLEM STATEMENT yang kita buat, maka akan menghasilkan ANALISA yang mengarah pada ROOT CAUSE. Hati-hati terhadap PROBLEM PERCEPTION yang seringkali akan tertuang dalam PROBELM STATEMENT.
Betul Pak Hary, terima kasih utk insight-nya