Beberapa waktu lalu, Majalah Shift sudah pernah menyajikan artikel yang membahas sekilas mengenai Design of Experiments atau DOE. Pada artikel tersebut dibahas mengenai apa itu DOE, mengapa melakukan DOE dan komponen-komponen apa yang menyusun DOE. Kali ini kami mencoba memberikan panduan dalam pelaksanaannya:
Panduan Pelaksanaan DOE
Praktek DOE menyasar pertanyaan-pertanyaan diatas dengan penetapan sebagai berikut:
- Faktor yang akan diuji.
- Level dari faktor-faktor tersebut.
- Struktur dan layout dari praktek eksperimental atau kondisinya.
Eksperimen yang dirancang dengan baik adalah eksperimen yang sederhana, yang berguna untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam bentuk yang dapat direproduksi dan cost effective.
Seperti halnya Statistical Process Control, hasil eksperimen yang baik dan terpercaya dapat diprediksi melalui dua kondisi: sistem pengukuran yang memadai dan proses yang stabil. Jika sistem pengukuran menimbulkan banyak kesalahan (error), hasil dari eksperimen akan buruk. Anda dapat menggunakan Statistical Process Control untuk membantu mengevaluasi stabilitas statistikal dari proses yang tengah dievaluasi. Variasi yang mempengaruhi Response harus dibatasi, hanya penyebab umum dari kesalahan yang acak, bukan penyebab khusus variasi dalam kejadian-kejadian spesifik.
Ketika merancang sebuah eksperimen, perhatikan empat potensi jebakan yang dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan eksperimental. Mereka adalah:
1) Variasi yang tak terjelaskan (unexplained variation). Penyebab error semacam ini dapat menurunkan kualitas hasil. Definisi “error” yang dimaksud disini tidak sama dengan “kesalahan”. Error mengacu kepada semua variasi tak terjelaskan baik yang terjadi ketika eksperimen dijalankan atau di antara dua eksperimen. Variasi semacam ini diasosiasikan dengan pengubahan pengaturan (setting) level. Eksperimen yang dirancang dengan baik akan mengidentifikasi dan mengukur penyebab-penyebab kesalahan.
2) Noise Factor. Faktor-faktor tak terkontrol yang menyebabkan variasi dalam kondisi operasional yang normal disebut Noise Factor. Faktor-faktor yang demikian, seperti penggunaan banyak mesin, jumlah shift yang banyak, bahan baku, kelembaban, dan sebagainya dapat dijadikan sebagai objek eksperimen sehingga variasi yang mereka timbulkan tidak terkumpul dan menyebabkan error yang tak terjelaskan atau error dalam eksperimen. Kunci utama keberhasilan DOE adalah kemampuan untuk menentukan faktor dan pengaturan yang meminimalisir efek dari faktor-faktor tak terkontrol.
3) Korelasi (correlation) seringkali disalah-tafsirkan sebagai penyebab (causation). Dua faktor yang secara bersamaan menyebabkan variasi dapat memiliki korelasi yang sangat kuat tanpa adanya hubungan sebab akibat diantara keduanya. Keduanya mungkin disebabkan oleh faktor ketiga. Ambillah contoh kasus proses pelapisan enamel porselen dalam pembuatan bak mandi (bath tub). Manajer yang bertanggung jawab atas proses tersebut mengidentifikasi adanya masalah intermiten dengan “orange peel” (efek kulit jeruk, atau permukaan enamel yang kasar). Manajer tersebut juga menyadari bahwa efek orange peel semakin sering terjadi pada hari-hari dengan rata-rata produksi rendah. Berikut ini bagan yang mengkorelasikan orange peel dan volume produksi:
Jika data tersebut dianalisa tanpa sepengetahuan operasional, ada potensi lahirnya kesimpulan yang salah, yaitu rata-rata volume produksi rendah-lah yang menyebabkan orange peel. Faktanya, rata-rata produksi rendah dan orange peel sama-sama disebabkan oleh banyaknya karyawan yang absen dalam satu hari. Karena operator kamar semprot sedang absen, maka tugasnya digantikan oleh karyawan lain dengan skill yang lebih rendah. Contoh kasus ini menggaris-bawahi pentingnya factoring dalam pengetahuan operasional ketika melakukan perancangan eksperimen. Latihan brainstorming dan diagram sebab akibat (fishbone) merupakan teknik yang sangat baik untuk menangkap pengetahuan operasional ini selama fase desain dari eksperimen. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan dengan karyawan yang bersentuhan langsung dengan proses dalam kesehariannya.
4) Efek kombinasi atau interaksi yang terjadi antara efek antar faktor menuntut pemikiran yang cermat, sebelum anda mulai melakukan eksperimen. Mari ambil contoh kasus eksperimen untuk menanam tanaman dengan dua input: air dan pupuk. Lebih banyak air yang digunakan akan meningkatkan pertumbuhan tanaman, namun ada satu titik dimana air dalam jumlah terlalu banyak justru akan membusukkan akar tanaman dan memiliki efek buruk. Sama halnya dengan pupuk, semakin banyak pupuk akan memberikan impact menguntugkan terhadap perkembangan tanaman, namun terlalu banyak pupuk akan membuat akar tanaman terbakar. Disamping efek-efek utama, disini bisa ditemukan efek-efek interaktif: terlalu banyak air akan menetralisir pengaruh pupuk karena air akan menyingkirkan pupuk dari tanah.
Factor dapat menghasilkan efek non-linear yang tidak aditif, namun mereka hanya mungkin dipelajari dengan eksperimen yang lebih kompleks, yang melibatkan lebih dari 2 level pengaturan (setting). Dua level didefinisikan sebagai linear (dua poin mendefinisikan garis), tiga level didefinisikan sebagai kuadratik (tiga poin mendefinisikan kurva), empat level mendefinisikan kubik, dan seterusnya.
Sumber: morestream.com