“Quality” – Mengapa Penting?
Kita tentunya telah banyak mendengar tentang pentingnya meningkatkan kualitas produk dan pelayanan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Itulah alasan mengapa begitu banyak perusahaan yang mulai menunjukkan komitmennya dalam menerapkan program peningkatan kualitas, seperti Lean dan Six Sigma. Semuanya bertujuan sama, yaitu “quality improvement”. Alasannya memang jelas, jika kualitas produk, jasa, dan proses meningkat, tentunya akan membawa keuntungan yang banyak bagi perusahaan.
Produk dan jasa yang berkualitas tinggi menguntungkan perusahaan di dua sisi. Pertama, sisi finansial. Quality dapat meningkatkan pendapatan finansial dengan cara memberikan produk, jasa dan proses yang lebih superior daripada para pesaingnya. Kedua, sisi sustainability. Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas secara berkesinambungan akan menciptakan budaya yang membuat perusahaan mampu bertahan dalam situasi tersulit sekalipun, dan tetap berada di puncak persaingan (sustainable).
Menyamakan Persepsi “Quality”
Perusahaan yang ingin menjalankan program quality improvement tentu saja harus memiliki pemahaman umum akan makna dari “quality” tersebut. Banyak perusahaan yang gagal dalam menjalankan program improvement karena tidak memiliki persepsi umum (shared value) mengenai “quality”.
Seperti yang diungkapkan oleh Joseph M. Juran dalam Juran’s Quality Handbook, “If one can define it, then one can manage it; if one can manage it, one can deliver it to the satisfaction of customers and stakeholders”. Jika sebuah organisasi tidak memiliki pemahaman yang sama mengenai quality, mereka kemungkinan tidak akan mampu bekerja untuk memperbaiki quality.
Mengapa shared value mengenai quality ini dianggap penting?
Mungkin kita pernah mengalami kesulitan dalam sebuah meeting, dimana pimpinan-pimpinan perusahaan saling berdebat untuk menjawab pertanyaan, “Apakah kualitas yang tinggi menimbulkan lebih banyak biaya, ataukah lebih sedikit biaya?”
Satu kelompok menganggap bahwa quality berarti kenaikan biaya operasional. Sebagian lain justru sebaliknya, beranggapan bahwa quality akan membantu menurunkan biaya operasional. Akibat perbedaan persepsi ini, program-progam yang menuju kepada peningkatan kualitas akan terhambat. Seperti yang pernah terjadi dalam sebuah perusahaan jasa finansial, yang dewan komisarisnya menolak untuk menjalankan sebuah program improvement hanya karena program tersebut diberi judul “quality improvement program”. Mereka berpendapat bahwa usaha peningkatan kualitas akan membutuhkan banyak biaya ekstra. Akhirnya para change-agent di perusahaan tersebut memutuskan untuk mengubah judul program menjadi “productivity improvement program” untuk menyingkirkan kebingungan akan makna “quality”, yang akhirnya mendapatkan persetujuan dari direksi.
Shared Value Mengenai “Quality”
Terdapat banyak opsi tersedia dalam menetapkan definisi universal dari “quality”. Beberapa tahun lalu, dalam Juran’s Quality Handbook, Joseph M. Juran menefinisikannya sebagai “fitness for use”. Deming mendefinisikannya dengan “conformance to requirements”. Robet Galvin, chairman di Motorola, mendefinisikannya sebagai “Six Sigma”; berkenaan dengan kaitan antara quality dengan defect.
Pengertian akan “quality” tersebut harus datang dari sudut pandang pihak yang terkena efek langsung dari produk atau jasa yang tersedia, yaitu pelanggan. “Use”dalam kalimat “fitness for use” didefinisikan oleh pelanggan yang menggunakan dan menerima pengaruh dari barang atau jasa yang dibeli. Namun seiring dengan makin banyaknya industri yang memakai metode quality management, Juran menilai penggunakan “fitness for use” sebagai definisi dari “quality” kini menjadi sedikit kurang tepat.
Dalam edisi keenam Juran’s Quality Handbook, Juran memberikan defisini yang baru untuk “quality”, yaitu “fitness for purpose”. Jadi, tidak masalah apapun barang atau jasa yang Anda jual, ia harus tepat dibuat sesuai dengan tujuan/fungsinya. Untuk menjadi “fit for purpose”, setiap barang dan jasa harus memiliki fitur-fitur khusus yang akan memenuhi kebutuhan pelanggan dan harus sampai ke tangan pelanggan dengan sesedikit mungkin kesalahan. Barang dan jasa tersebut harus efektif dalam memenuhi keinginan pelanggan, dan juga efisien untuk menjaga performa bisnis tetap tinggi. Dengan kata lain, perusahaan harus benar-benar memahami kebutuhan pelanggannya, dan harus mampu membuat barang dan jasa untuk memenuhinya sambil tetap menjaga stabilitas operasional perusahaan itu sendiri dengan sesedikit mungkin kesalahan dalam prosesnya.
Untuk memahaminya, definisi “quality” sebagai “fit for purpose” dapat dibagi menjadi dua kategori:
- “Purpose” 1: Menghadirkan fitur-fitur yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan.
- “Purpose” 2: Bebas kesalahan dalam prosesnya.
Dengan demikian, kita dapat memahami keuntungan dari peningkatan kualitas sebagai berikut:
Keuntungan dari peningkatan kualitas: Menghadirkan fitur-fitur yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan:
- Meningkatkan kepuasan pelanggan
- Meningkatkan nilai jual produk
- Bertahan dalam kompetisi
- Memperbesar market share
- Mendatangkan penjualan
- Memungkinkan untuk mempertahankan harga premium
- Mengurangi resiko
- Efek utamanya terletak pada revenue.
Keuntungan dari peningkatan kualitas: Bebas kesalahan dalam prosesnya:
- Mengurangi frekuensi terjadinya kesalahan
- Mengurangi rework dan waste
- Mengurangi kemungkinan terjadi kesalahan di lapangan dan biaya garansi
- Mengurangi angka ketidak-puasan pelanggan
- Mengurangi kebutuhan akan inspeksi dan tes
- Memperpendek waktu rilis antar produk (lebih sering meluncurkan produk baru di pasaran)
- Meningkatkan yields dan capacity
- Meningkatkan performa delivery
- Efek utamanya terletak pada cost.