Pelanggan memiliki beberapa variabel penilaian yang, mereka sadari atau tidak, tidak selalu tentang produk dan jasa yang dibeli ataupun harga yang dibayar. Variabel penilaian yang cenderung abstrak ini kadang luput dari deteksi perusahaan, meskipun sebenarnya menyumbang nilai yang cukup signifikan dalam penghitungan level kepuasan pelanggan. Variabel-variabel penilaian inilah yang terdapat dalam kualitas hubungan antara perusahaan dengan pelanggan.
Salah satu cara untuk meningkatkan nilai perusahaan di mata pelanggan adalah dengan membangun hubungan yang baik dengan pelanggan. Sebagai ilustrasi, perusahaan anda menawarkan produk berkualitas prima dan harga yang sangat bersaing. Dua hal itu mungkin cukup untuk menarik pelanggan mendekat atau bahkan membeli dari anda. Tapi bagaimana jika pelanggan merasa perusahaan anda tidak mau memperhatikan atau membantu ketika mereka mengalami masalah dengan produk yang dibeli dari anda? Atau anda sebenarnya sudah merasa perlu membangun hubungan dengan pelanggan, tapi bagaimana caranya?
Beruntunglah Jika Anda Memiliki Call Center!
Call center memiliki peranan yang jauh lebih penting dari yang dibayangkan oleh sebagian besar orang di perusahaan. Divisi inilah yang menjadi representatif yang bersentuhan langsung dengan pelanggan. Pada era 90-an, di perusahaan perbankan ataupun jasa lainnya, teller dan bagian pelayanan pelanggan menjadi sisi terluar perusahaan yang berhadapan langsung dengan pelanggan. Pada masa itu inisiatif perbaikan selalu dipusatkan di area terluar tersebut. Namun seiring perkembangan teknologi, seperti utilisasi perbankan online, perbaikan proses menjadi lebih fokus kepada sisi-sisi internal.
Walaupun pelanggan di masa kini lebih mandiri dan senang melayani diri sendiri dengan bantuan teknologi, namun mereka masih perlu perhatian dan bimbingan dari perusahaan, yang kemudian meningkatkan pentingnya memiliki sistem dan staf call center yang berkualitas. Lalu apa yang bisa dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kualitas call center-nya?
Kesempatan perbaikan terbesar yang bisa dilakukan pada call center adalah pada proses penanganan panggilan telepon. Pada sebagian besar kasus, dalam proses inilah satu-satunya kesempatan bagi perusahaan untuk berinteraksi dan lebih mengenal pelanggannya berada. Karena itulah, perusahaan harus memikirkan cara terbaik untuk memenuhi harapan pelanggan: kemampuan superior dalam menjawab panggilan, menangani keluhan, menjawab pertanyaan dan memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan mereka.
Menyesuaikan Target Call Center dengan Ekspektasi Pelanggan
Seorang praktisi bernama J. DeLayne Stroud berbagi pengalamannya mengenai hal ini. Ia mendapat kesempatan untuk menangani proyek perbaikan proses bisnis di sisi call center sebuah perusahaan, beberapa tahun lalu. Staf call center di perusahaan tersebut harus bergelut dengan stres pekerjaan yang tinggi karena diharapkan untuk bisa merespon dengan cepat sambil menangani resolusi bagi permintaan dan komplain pelanggan.
Manajemen mengumpulkan banyak data, termasuk waktu tunggu di telepon, jumlah representatif yang tersedia untuk menjawab telepon dan rata-rata waktu bicara di telepon dengan pelanggan. Untuk meningkatkan pencapaian, manajemen memasang papan digital yang memperbarui data secara berkala untuk menciptakan sedikit kompetisi (lihat gambar).
Dengan adanya papan tersebut, motivasi yang diharapkan-pun tumbuh. Para staf call center memberikan yang terbaik untuk melayani pelanggan di telepon, secepat mereka bisa. Waktu tunggu dan durasi pembicaraan di telepon menurun secara dramatis. Namun sayangnya, banyak panggilan telepon dari pelanggan yang berakhir tanpa resolusi.
Salah satu kunci kepuasan pelanggan adalah resolusi yang tepat dan efektif untuk komplain dan permintaan pelanggan. Namun pada sistem call center di perusahaan tersebut, hal itu tidak terpenuhi. Hanya volume panggilan yang naik secara dramatis. Namun, itu bukan pertanda baik. Para praktisi segera menyadari bahwa naiknya volume panggilan disebabkan oleh pelanggan yang menelepon berkali-kali karena masalah mereka tidak juga tuntas. Manajer call center bereaksi terhadap kecenderungan ini dengan merekrut lebih banyak staf, merelokasi staf dari Bagian B ke Bagian A, dan menekan staf untuk menghabiskan lebih banyak waktu di telepon.
Solusi yang diterapkan ternyata tidak membuahkan hasil. Akhirnya tim praktisi yang menangani proyek melakukan validasi terhadap proses yang kini berlangsung, melakukan mengukuran dan kontrol. Akhirnya mereka mampu melihat bahwa manajemen sesungguhnya tidak mengumpulkan data yang sesuai dengan target perusahaan. Target perusahaan adalah menyelesaikan 85 persen permintaan dan masalah pelanggan dalam panggilan pertama (first-call resolution). Tim juga mengumpulkan data tambahan berupa data penelepon yang tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan mereka. Tim lalu menjalankan inisiatif Lean dan Six Sigma untuk membantu perusakaan fokus pada target yang diasosiasikan dengan peningkatan performa call center. Mereka akan merumuskan target call center yang sesuai dengan ekspektasi pelanggan, sehingga akan memiliki dampak berupa meningkatkan kepuasan pelanggan.***