Gagal atau berhasilnya dunia industri ditentukan oleh strategi pengadaan dan manajemen supply chain yang dijalankannya. Namun, apa saja yang diperlukan untuk membangun ekosistem supply chain yang baik?
Belajar dari Industri Ritel
Seperti apa praktik terbaik itu? 7-Eleven adalah salah satu bisnis yang menjadi kiblat untuk kenyamanan industri ritel, mereka mengoperasikan lebih dari 58.000 gerai di seluruh dunia, dan di setiap tokonya menyediakan sekitar 2.500 produk dan layanan yang berbeda (sayangnya, di Indonesia mereka harus gulung tikar). Sangat sedikit dari mereka yang memiliki ruang belakang untuk persediaan, sebaliknya mereka mengisi rak-rak barang melalui pengiriman harian dan melalui supply chain yang kompleks dan sangat efektif. Konsep yang diadopsi oleh 7-Eleven ini, dalam tren manufaktur biasa disebut dengan Just In Time (JIT), yaitu sistem produksi dan manajemen persediaan dimana bahan baku dari supplier (yang akan digunakan dalam proses produksi) sampai di lokasi produksi tepat pada waktunya.
Sementara Walmart mengoperasikan supply chain yang pendek, dengan membeli langsung produk dari produsen yang sesuai dengan menjalankan konsep On Time, In Full (OTIF). Perusahaan memilih supplier dengan sangat hati-hati, mereka memastikan setiap suppliernya dapat memenuhi kebutuhan mulai dari harga, kuantitas, hingga frekuensi, dengan kata lain supplier harus mampu memberikan produk kapan pun dan bagaimana pun ketika pembeli membutuhkannya. Selain itu, mereka beroperasi sebagai single supply chain, dengan memakai jaringan komunikasi bersama, membeli dalam jumlah yang cukup besar untuk meningkatkan skala ekonomi dan memindahkan barang langsung dari produsen ke gudang. Pengaturan ini mendorong terciptanya supply chain yang lean atau lebih efisien.
Kesalahan pengemasan, keterlambatan pengantaran, dan masalah komunikasi adalah masalah umum yang menyebabkan hilangnya OTIF dan masih bisa ditoleransi. Karena itu Walmart memberi waktu hingga empat hari bagi supplier untuk mengirim produk mereka. Namun, sejak pertengahan tahun 2017 lalu, mereka membuat standar baru dengan mengumumkan kebijakan OTIF barunya. Persyaratan pengiriman supplier pun menjadi lebih pendek, yaitu sampai di hari yang sama atau maksimal dua hari, jika pengiriman tiba lebih awal/ terlambat dan ada kemasan rusak supplier diwajibkan membayar denda 3 persen dari biaya faktur. Walmart menyadari bahwa tingkat ketersediaan yang rendah adalah penjualan atau bisnis yang hilang. Oleh karena itu, mereka terus berupaya meningkatkan ketersediaan di seluruh supply chain-nya.
Bagi supplier, kebijakan baru ini tampak seperti kekejaman, namun bagi Walmart ini adalah contoh bagaimana perbaikan prosedur dapat meningkatkan pendapatan yang lebih besar. Intinya, dengan perencanaan bisnis yang baik, apapun industri yang Anda jalankan dapat meningkatkan efisiensi.
Rangkul Kompleksitas
7-Eleven dan Walmart, keduanya menunjukkan bahwa supply chain modern dan pengadaan adalah jaringan kemitraan. Era hubungan sederhana antara supplier dan pelanggan telah berlalu, saat ini dan di masa depan produsen di berbagai level (supply chain) akan bekerjasama dengan pelanggan mereka demi kepentingan pengguna akhir. Tidak mudah bagi Walmart untuk membicarakan kebijakan OTIF yang baru dengan supplier mereka, perdebatan pasti tidak lagi bisa dihindari. Namun, bagi siapapun yang dapat menavigasi kompleksitas ini, akan memperoleh manfaat yang signifikan.
Menurut survei Accenture, kolaborasi dengan supplier dapat memberikan penghematan waktu sebesar 50 persen dan penghematan biaya hingga 30 persen. Dengan mengembangkan kemitraan yang strategis dengan supplier, perusahaan memiliki kesempatan besar untuk mempengaruhi supply chain mereka, utamanya dalam mendorong inovasi dan kualitas. Ini merupakan “win-win”skenario untuk menghasilkan siklus yang memungkinkan semua stakeholders dalam supply chain menjadi lebih efisien dan berdaya saing.
Siklus yang saling menguntungkan ini adalah strategi bisnis pintar yang berpegang teguh pada prinsip zero waste. Supply chain yang zero waste ini secara komprehensif mengelola dan mengoptimalkan sumber daya, baik itu manusia, aset fisik, ataupun digital. Dan seperti kita ketahui, sumber daya ini akan selalu menjadi sumber untuk menciptakan keuntungan dan diferensiasi bisnis.
Sumber : Forbes, Supplychaindive, Ukessays.