TPM atau Total Productive Maintenance didefinisikan sebagai konsep perbaikan berkelanjutan yang melibatkan seluruh karyawan untuk meningkatkan perawatan mesin, peralatan, dan meningkatkan produktivitas. Indikator kesuksesan TPM di ukur oleh OEE (Overall Equipment Effectiveness) dimana ukuran kinerja ini mencakup ke berbagai macam kerugian (losses) seperti downtime, changeover, speed loss, idle mesin, stoppages, startup, defect, dan rework.

Masalah umum yang terjadi pada mesin di produksi seperti mesin yang kotor, peralatan yang terbengkalai, mur dan baut hilang, oli yang belum diganti, kebocoran pada mesin, bunyi-bunyi yang tidak normal, getaran mesin yang berlebihan, filter yang belum diganti, dan lain-lain. TPM berprinsip bahwa hal ini disebabkan oleh kurangnya keterlibatan total dari operator produksi dalam perawatan mesin dan cenderung menyerahkan perawatan mesin kepada bagian perawatan (maintenance). Hal tersebut terjadi karena kurangnya standar perawatan mesin, kurangnya pelatihan kepada operator, kurang terampilnya operator dalam menjalankan perawatan, dan juga lingkungan kerja yang kurang memadai.

Sejarah TPM sendiri dimulai dari konsep preventive maintenance yang muncul di US. Kemudian konsep ini diperkenalkan di Jepang pada tahun 1951. Di Jepang sendiri, perusahaan Nippon Denso adalah yang secara agresif mengembangkan konsep ini dan menerapkan secara dikeseluruhan plant. Dari sinilah Nippon Denso secara bertahap menyempurnakan konsep PM dan menuju kearah TPM. Sampai akhirnya Nippon Denso diberikan penghargaan oleh Japan Institute of Plant Engineers untuk development dan implementasi TPM. Setelah sukses di Jepang, konsep TPM ini dibawa ke US pada tahun 1970 dan diterapkan pada perusahaan besar seperti Ford Motor, Boeing, Kodak, dan Motorola.

Pondasi 5S dan 8 Pilar Penyangga TPM

Konsep TPM sendiri memiliki 5S sebagai pondasinya, dan terdapat 8 pilar sebagai penyangganya. Pilar utamanya yaitu Autonomous Maintenance (Jishu Hozen), Planned Maintenance, Focused Improvement (Kobetsu), Quality Maintenance, Initial Control, Training, TPM Office, dan Environment Health Safety. Pilar AM dalam TPM ingin mewujudkan operator yang paham terhadap perawatan mesin, mampu mendeteksi keadaan tidak normal pada mesin, memahami fungsi peralatan mesin, mampu menemukan penyebab keadaan tidak normal, memahami hubungan antara kualitas hasil mesin dengan fungsi peralatan, mampu memperbaiki, dan mampu mencegah terjadinya kondisi tidak normal.

Planned Maintenance sendiri mencakup Breakdown Maintenance, Preventive Maintenance, dan Improvement Maintenance. Sedangkan Initial Control berfokus untuk mengendalikan maintenance cost mulai dari pembelian, mesin kualifikasi, sampai mesin di scrap. Focused Improvement merupakan tumpuan improvement yang focus pada suatu masalah tertentu yang dilakukan oleh kelompok. Quality Maintenance menciptakan mesin yang menghasilkan output bebas defect. Training mencakup training mesin, metoda improvement, dan juga environment health safety. TPM office menganalogikan alat administrasi di office seperti mesin. Sedangkan EHS mencakup assessment resiko mesin terhadap environment, health, dan safety.

Overall Equipment Effectiveness

Overall Equpment Effectiveness (OEE) adalah sebuah metrik yang berfokus pada seberapa efektif suatu operasi produksi dijalankan. Hasil dinyatakan dalam bentuk yang bersifat umum sehingga memungkinkan perbandingan antara unit manufakture di industri yang berbeda.
Pengukuran OEE juga biasanya digunakan sebagai indikator kinerja utama (KPI) dalam implementasi lean manufacturing untuk memberikan indikator keberhasilan.
OEE membagi performa dari manufacture menjadi tiga komponen yang diukur yaitu Availability, Performance, dan Quality. Tiap komponen menunjuk pada aspek proses yang di targetkan untuk diimprove.

Penghitungan OEE = Availability x Rate x Quality

Contoh:

Availability = 86.7%

Rate = 93%

Quality = 76.6%

Maka OEE = 86.7% Availability x 93% Rate x 95% Quality = 76.6%

Availability adalah indikator yang menunjukkan kehandalan mesin. Availability mengacu pada indicator lama waktu mesin downtime dan lama waktu untuk setup dan adjustment. Sedangkan Rate mengacu pada indikator yang menunjukkan seberapa sering mesin idle, stoppages, dan mesin jalan dengan kecepatan rendah. Quality rate adalah indikator untuk seberapa banyak scrap atau rework pada sebuah proses, dan berapa banyak scrap yang terjadi saat mesin mulai bekerja.

Baca juga  Bagaimana cara kerja pemimpin yang agile?

Mengalahkan 6 Major Losses Penyebab Kerugian

6 major loss ini akan terlihat secara jelas dari nilai OEE untuk masing-masing komponen. Misalkan availability-nya rendah, maka improvement difokuskan untuk meningkatkan uptime mesin dan mempercepat waktu setup. Rate improvement berfokus pada menghilangkan mesin idle karena idle minor stoppages, mesin jalan dengan kecepatan dibawah kecepatan normal, idle karena ketidak tersediaan manpower, idle karena ruangan tidak memenuhi spesifikasi, atau idle karena keterlambatan jadwal (WIP terlambat). Quality rate akan berfokus untuk improvement dalam hal pencegahan produk scrap atau terjadinya rework.

Beberapa hal yang bisa menyebabkan 6 major losses diantaranya: Waktu setup lama karena tidak adanya operator, tidak adanya material, changeover produk yang lama, adjustment mesin, warming up, dsb. Unplanned downtime karena mesin rusak, tooling yang salah, atau terjadi perbaikan mesin diluar rencana. Minor stoppages karena mesin berhenti cukup sering meskipun durasinya tidak lama. Reduced speed karena operator yang tidak skill dan komponen mesin yang sudah aus. Serta scrap yang terjadi selama proses produksi. Improvement dari indikator OEE ini erat kaitannya dengan initiatif implementasi TPM.

Autonomous Maintenance adalah salah satu prinsip dalam Lean yang fokus pada improvement mesin. Bagian utama dari beberapa pilar Total Productive Maintenance. Beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh autonomous maintenance adalah:

  1. Mencegah dan mengurangi lama waktu mesin downtime
  2. Mencegah defect dari proses mesin
  3. Mempercepat penanganan terhadap mesin downtime
  4. Meningkatkan ketahanan mesin
  5. Menjaga mesin dalam kondisi selalu bersih dan prima
  6. Mencegah kerusakan mesin yang lebih parah
  7. Meningkatkan pemahaman operator dan skill tentang mesin
  8. Operator yang memahami dan mampu melakukan perawatan dasar dari mesin
  9. Mengurangi resiko kecelakaan kerja karena operator paham sistem safety dari mesin

Filosofi autonomous maintenance mengubah paradigma lama bahwa operator produksi hanyalah pemakai dari mesin sehingga tidak perlu paham dan tidak perlu peduli dengan kerusakan mesin dan kualitas produk yang dihasilkan oleh mesin. Paradigma lama mesin menjadi tanggung jawab dari maintenance sehingga operator produksi cukup dengan memanggil maintenance dan menyerahkan segalanya pada maintenance baik dalam hal kerusakan mesin ataupun reject yang dihasilkan.

Baca juga  Webinar Panduan Pembuatan Laporan Proyek Improvement

Banyak kerugian yang diakibatkan oleh paradigma lama ini yaitu:

  1. Mesin downtime sebenarnya bisa dicegah asalkan dilakukan perawatan mesin yang sederhana seperti pembersihan mesin, inspeksi bagian dari mesin yang hampir aus, pelumasan bagian –bagian tertentu, dan pengencangan komponen yang kendor
  2. Jika operator memahami tentang mesin, maka kesalahan operasi atau fungsional tertentu dari mesin bisa dilakukan pencegahan secara dini
  3. Jika hal-hal kecil dibiarkan seperti komponen kendor, kotoran yang menumpuk, maka akan berakibat sangat besar
  4. Kondisi mesin akan terlihat kotor karena kurangnya kepedulian operator membersihkan mesin
  5. Ada waktu yang terbuang saat terjadi handover pekerjaan dari operator produksi dan maintenance meskipun itu hanya sekedar kerusakan ringan
  6. Komponen yang sudah mulai rusak, atau bunyi mesin yang aneh dapat dideteksi lebih awal oleh operator

Pada konsep autonomous maintenance, akan terjadi proses transfer ilmu pengetahuan mengenai mesin dari maintenance kepada operator produksi. Konsepnya seperti sekolah AM. Dimana operator akan diberi pelatihan mengenai pemahaman dasar tentang mesin, operational mesin, sistem safety mesin, perawatan dasar mesin, sampai ke tahap yang lebih lanjut tentang mesin. Pelatihan dilaksanakan secara bertahap baik dan dilakukan di kelas dan juga praktek langsung di lapangan dengan mesin yang sebenarnya. Setiap aktivitas diajarkan dan dilatihkan secara bertahap, sampai operator benar-benar paham dan mampu melakukan sendiri. Kelas keahlian akan dibagi menjadi tujuh tahap. Dalam setiap tahapnya akan dilakukan pengujian untuk memastikan operator menguasai ketrampilan tersebut. Tahap ketujuh adalah tahapan terakhir dimana operator sudah memiliki kecakapan dalam melakukan perawatan mandiri secara penuh.

Perawatan Mesin oleh Operator dengan Autonomous Maintenance

Kemampuan perawatan dasar yang dibangun adalah kemampuan menjalankan mesin secara benar, membersihkan mesin secara teratur, mengetahui jenis inspeksi yang harus dilakukan pada mesin dan paham kriterianya, mampu memberi pelumasan pada bagian tertentu dari mesin, memeriksa bagian yang rawan terhadap kendor, dan mampu melakukan pengencangan sendiri, melakukan startup mesin dan shut down mesin dengan benar, mampu melakukan changeover, melakukan pengukuran sendiri terhadap mesin, dan hal-hal lain yang bersifat pencegahan terhadap kerusakan mesin.

Secara fisik, mesin akan terlihat lebih bersih dan dalam kondisi prima. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah restorasi dari mesin untuk mengembalikan mesin pada kondisi paling prima dengan menghilangkan ganjalan dan lainnya. Keuntungan yang diraih oleh operator adalah ilmu tentang mesin akan meningkat dan lebih lancar dalam mengoperationalkan mesin karena mesin dalam kondisi top performance. Secara keseluruhan mesin akan mencapai level availability yang tinggi, performance rate yang optimum, dan kualitas output yang selalu maksimal. Produksi yang menerapkan autonomous maintenance akan terlihat secara visual lebih bersih, dan tanda visual management yang jelas untuk bagian yang perlu dibersihkan, diinspeksi, diberi pelumas, dan dilakukan pengencangan.

Baca juga  Transform Your Manufacturing Process with Lean Six Sigma

Pihak maintenance juga akan menikmati keuntungan yaitu jumlah firefighting karena unplanned downtime yang lebih rendah, perbaikan karena kerusakan ringan akan turun drastis sehingga bisa lebih fokus pada planned maintenance dan improvement dari mesin. Secara keseluruhan perusahaan akan mengalami peningkatan yang signifikan dalam hal ketersediaan mesin, performa, dan juga kualitas.

Autonomous Maintenance memiliki beberapa konsep dasar yang ingin dicapai yaitu:

  1. Basic Maintenance mampu dilaksanakan oleh pengguna mesin
  2. Membangun rasa memiliki (ownership) terhadap mesin
  3. Meningkatkan pengetahuan dan skill pengguna terhadap mesin

Basic maintenance disini meliputi pembersihan, inspeksi, lubrikasi, dan pengencangan. Kemampuan pembersihan adalah kemampuan yang paling mendasar yang harus dimiliki oleh operator. Pembersihan memiliki beberapa manfaat diantaranya:

  1. Saat pembersihan, inspeksi terhadap mesin juga terjadi. Inspeksi ini diharapkan mampu mendeteksi ketidak-normalan atau kerusakan-kerusakan ringan pada mesin. Misalnya: komponen hilang, komponen tidak sesuai dengan standar, kebocoran oli, kebocoran udara, suara mesin kasar, permukaan mesin panas, getaran, kabel terkelupas, masalah keselamatan, dan lainnya.
  2. Operator yang melakukan pembersihan terhadap mesin akan membangun rasa memiliki terhadap mesin yang lebih besar. Sehingga akan lebih peduli terhadap mesin dan lebih berhati-hati dalam penggunaan mesin.
  3. Pembersihan juga mencegah kotoran-kotoran yang menumpuk, gram yang mengumpul, yang berpotensi merusak komponen mesin, dan lainnya.

Pendeteksian ketidak-normalan yang dilakukan operator akan jauh lebih efektif dengan mekanisme yang terstruktur. Di AM pendeteksian ketidak-normalan dibantu dengan penggunaan tagging. Tagging adalah suatu form kecil yang menjelaskan beberapa informasi seperti nama pelapor, nama mesin, lokasi ketidak-normalan, keterangan mengenai ketidak-normalan. Info ini digunakan untuk membantu mendokumentasikan feedback atas ketidak-normalan dari mesin.

Fungsi paling utama adalah kecepatan mendeteksi masalah dan ketidak-normalan. Semakin cepat mendeteksi masalah maka penanganan atau perbaikan bisa dilakukan lebih cepat. Setelah masalah dituliskan di tagging, maka untuk kepentingan kemudahan visualisasi dan traceability, maka operator memasang tagging yang sudah ditulis pada tagging board. Tagging board memuat tagging dan memberi visualisasi lokasi dan status dari tagging. Tagging yang masuk, tagging yang di proses, tagging yang sudah selesai, dan tagging yang sedang tertunda. Tagging yang tertunda bisa disebabkan karena tidak tersedianya part atau hal lainnya. Untuk memastikan kelangsungan pelaksanaan sistem tagging board maka perlu diserahkan kepada orang yang bertanggung jawab dan orang yang bertugas melaksanakan fungsi kontrolnya.

Aktivitas perawatan pencegahan (preventive maintenance) kemudian diklasifikasikan ke dalam beberapa level seperti:

  1. Level 1 : basic maintenance ringan yang bisa dilakukan operator.
  2. Level 2 : maintenance level sedang yang bisa dilakukan operator tapi dengan pengawasan supervisor atau maintenance.
  3. Level 3 : overhaul yang membutuhkan kemampuan yang tinggi yang dilakukan maintenance.***