Jika sebuah perusahaan tambang mampu meningkatkan output-nya, maka pendapatan mereka akan terus meningkat, karena seluruh hasil produksi barang tambang akan selalu habis diserap pasar. Lean Six Sigma adalah sebuah metode yang sering digunakan untuk memaksimalkan hasil produksi barang tambang oleh banyak perusahaan tambang di seluruh dunia.

Continuous Improvement di Industri Tambang

Industri tambang merupakan area bisnis dengan permintaan pasar yang amat besar. Berapapun jumlah output yang diproduksi suatu perusahaan tambang, pasti seluruhnya akan habis terserap pasar. Seringkali kebutuhan pasar yang besar itu jauh melampaui kapasitas produksi perusahaan tambang. Karena itulah, peningkatan output di area tambang sangat besar impactnya terhadap revenue dan profit dari suatu perusahaan tambang.

Menurut konsultan senior SSCX, Rifki Rizal, disinilah sesungguhnya peran program continuous improvement berlaku di industri tambang. Tujuan utama dari program perbaikan yang dilakukan adalah meningkatkan output atau kapasitas produksi. Untuk melakukannya, menurut Rifki, digunakan berbagai cara diantaranya meningkatkan stabilitas produksi, efisiensi proses produksi dan menghilangkan pemborosan alias waste yang terjadi selama proses berlangsung.

Impact yang dihasilkan jika perusahaan tambang berhasil melipat-gandakan output akan sangat besar,” kata Rifki. “Karena berapapun volume produksi dari suatu produk tambang, akan habis terserap pasar. Hasilnya adalah peningkatan revenue yang sangat signifikan.”

Beberapa perusahaan tambang dunia kini telah mengadopsi berbagai metode dalam usaha peningkatan jumlah dan kualitas output ini. Diantaranya adalah metode Lean Six Sigma. Metode perbaikan yang berasal dari industri manufaktur ini ternyata dapat diadaptasi di industri tambang, dan hasilnyapun sama menggembirakannya.

Apa yang dapat dilakukan program perbaikan seperti Lean Six Sigma di perusahaan tambang? Menurut Rifki, Lean Six Sigma di industri tambang dapat memperbaiki dua hal: cost dan revenue.

  1. Cost: Lean Six Sigma dapat membantu perusahaan tambang menghemat biaya produksi dan operasional, dengan melakukan efisiensi proses. Penghematan ini dapat terjadi dalam bentuk efisiensi pemakaian bahan baku penunjang atau efisiensi penggunaan dan pemeliharaan equipment.
  2. Revenue: Melalui pelaksanaan proyek Lean Six Sigma, perusahaan dapat meningkatkan revenue keseluruhan dengan cara meningkatkan kinerja alat dan sumber daya manusia, serta peningkatan output.

Untuk lebih memahami penerapan Lean Six Sigma dan Kaizen di industri tambang, Rifki menjelaskan secara singkat mengenai proyek  di salah satu perusahaan tambang terbesar di dunia pada tahun 2009 hingga 2010 yang digarap bersama dengan tim konsultan SSCX. Perusahaan ini memiliki site di Indonesia, dan headquarter di luar Indonesia.

Baca juga  Roadmap Bisnis Biofuels dan Dekarbonisasi Pertamina

Contoh Kasus: Lean Six Sigma di Perusahaan Tambang

Sebagai salah satu perusahaan tambang emas terbesar, mereka berkomitmen untuk selaku melakukan improvisasi dan inovasi di setiap sendi organisasinya. Kali ini sasaran improvement di perusahaan tersebut adalah mekanisme administrasi, jelas Rifki. Perusahaan ini ingin mempercepat pemrosesan dan penyerahan laporan administratifnya kepada Headquarter di luar negeri. Mereka juga ingin meningkatkan kualitas hasil penggilingan bijih emas menjadi lebih baik lagi, dengan cara menyeragamkan ukuran hasil penggilingan. Mereka juga membuktikan komitmennya dalam pemeliharaan lingkungan dengan cara mengurangi penggunaan bahan kimia, dan mereka juga ingin meningkatkan performa alat dan mesin produksinya.

 “Hal-hal inilah yang kali ini menjadi sorotan improvement di perusahaan tambang tersebut,” kata Rifki.

Pada tahun 2009 hingga 2010 lalu, SSCX memfasilitasi pelaksanaan proyek perbaikan di perusahaan tersebut yang terdiri atas empat proyek: tiga proyek Lean Six Sigma dan satu proyek Kaizen. Proyek-proyek tersebut dijalankan pada divisi pengembangan di perusahaan untuk meningkatkan performa kerja divisi tersebut.

Reduksi Variasi Grind Size di Ball Mill di Perusahaan Tambang

Tujuan utama dari proyek ini adalah meningkatkan kualitas produksi metal. Masalahnya adalah, menurut Rifki, grind size (ukuran bijih yang telah digiling) yang diproduksi di salah satu Ball Mill tidak seragam, dan variasi ini akan menyulitkan proses produksi metal.

Ada dua faktor yang menyebabkan tingginya variasi grind size, yaitu cyclone feed density (CFD) dan cyclone feed pressure (CFP). Kendalanya saat itu adalah daya di ball mill dan tank level.

Tim lalu menggunakan metode DMAIC untuk menjalankan proyek ini. Dimulai dari fase Define, yaitu mengumpulkan data background. Lalu melalui fase Measure, atau pengukuran sirkuit ball mill. Lalu dilanjutkan kepada fase Analyze atau analisa terhadap process variability, circuit model, grind size model, membuat control scheme dan melakukan control test.

Selanjutnya pada fase Improve dilakukan StDev Improvement dan peningkatan kapabilitas proses. Pada tahap ini juga dilakukan perhitungan benefit opportunity. Pada fase terakhir, yaitu Control, dilakukan mistake proofing, pembentukan SOP (yang disosialisasikan kepada seluruh karyawan di grinding ball mill), SPC, dan replikasi improvement dilakukan di ball mill yang lain. Tahap ini memastikan perbaikan yang dilakukan akan bersifat sustainable.

Baca juga  Efisiensi Pemboran di Lapangan Bangko, PHR Hemat Miliaran Rupiah

Perbaikan grind size di ball mill tersebut memberikan benefit opportunity dari produksi metal sebesar 2,5M pertahun. Kapabilitas proses meningkat sebesar 67 persen, proses improvement terjadi dari 1.9 sigma menjadi 2.3 sigma, dan pada fase berikutnya menjadi 3 sigma.

Proyek Lean Six Sigma Lainnya di Perusahaan Tambang

Selain proyek reduksi variasi grind size di salah satu Ball Mill, SSCX bersama perusahaan tambang ini juga menjalankan proyek Lean Six Sigma dan Kaizen di titik-titik yang lain. Proyek-proyek tersebut antara lain:

  • Kaizen: Mengurangi waktu pembuatan preliminary report yang dikirimkan kepada headquarter perusahaan tersebut luar negeri, setiap hari. Pada dasarnya laporan ini harus terkirim dalam waktu dua jam sejak pembuatan setiap harinya. Namun karena banyaknya waste yang terjadi selama penyusunan laporan, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya bisa menjadi 3 hingga 4 jam. Hal ini akan memperlambat proses kerja tim di Headquarter dan berimbas kepada perusahaan di Indonesia. Tim melakukan Kaizen untuk mengatasi masalah ini dan hasilnya menggembirakan. Laporan kini dapat terselesaikan hanya dalam waktu 1,5 jam saja.
  • Proyek Lean Six Sigma: Proyek optimasi pemakaian bahan kimia (collector reagent) yang dipakai untuk memisahkan bijih emas dan tembaga dari tanah dan zat-zat pengotor lainnya. Setelah dilakukan analisa terhadap data proses, ternyata pemakaian bahan kimia selama ini terlalu berlebihan sehingga menimbulkan biaya yang cukup besar. Setelah dilakukan optimasi, penggunaan bahan kimia dapat ditekan dan tentu saja penghematan biaya yang didapatkan. Selain itu, pengurangan bahan kimia ini berdampak baik pada lingkungan.
  • Proyek Lean Six Sigma: Mengurangi downtime yang disebabkan oleh bearing failure di crusher di North South Mill. Dengan proyek ini, downtime akibat bearing failure dapat dikurangi sebesar 50%. Impactnya adalah kepada peningkatan output dan peningkatan revenue.
  • Proyek Lean Six Sigma: Meningkatkan recovery ampas bijih emas dan tembaga di South Cleaner dari 95% menjadi 97%.
Baca juga  Efisiensi Pemboran di Lapangan Bangko, PHR Hemat Miliaran Rupiah

Dengan penerapan Lean Six Sigma melalui empat proyek diatas, perusahaan tersebut mampu menghemat biaya sebesar US$ 8 juta pertahunnya, disamping peningkatan output dan revenue.

Perbaikan Proses dengan Lean Six Sigma di Industri Tambang

Seperti yang terjadi di industri manufaktur, pada dasarnya Lean Six Sigma beroperasi di wilayah dimana ada proses yang berlangsung. Namun Rifki menyadari pada industri tambang ada hal-hal yang sifatnya tak pasti dan tidak dapat dikendalikan, yaitu cuaca dan kondisi geologis. Namun sebisa mungkin, praktisi Lean dan Six Sigma harus mampu melakukan perbaikan semaksimal mungkin di area-area yang masih mungkin ditangani, dan kesempatan perbaikan di area-area ini-pun masih sangat luas.

Penerapan metode Lean Six Sigma di industri tambang, menurut Rifki, sangat mungkin diterapkan tidak hanya pada tambang emas dan timah. Metode ini, misalnya, dapat diaplikasikan untuk optimalisasi penggunaan equipment.

Equipment atau alat berat yang digunakan di pertambangan tidak selalu milik perusahaan tambang yang bersangkutan. Seringkali alat-alat berar tersebut disewa dari perusahaan rental, sehingga ada biaya sewa dalam kurun waktu tertentu. Dengan metode Lean, perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan alat-alat tersebut sehingga menghasilkan output yang maksimal dalam waktu produksi yang telah ditentukan.

“Jika equipment tidak terutilisasi dengan baik, sedangkan biaya sewa tetap dan jam penggunaannya panjang, outputnya tetap rendah,” kata Rifki. “Ini tentunya sangat merugikan.”

Rifki juga menuturkan beberapa contoh kasus lain penerapan LSS di industri tambang. Selain mengoptimasi penggunaan equipment, metode perbaikan ini juga dapat digunakan untuk memelihara peralatan. Seperti misalnya pemeliharaan ban truk dan alat berat yang nilai per-unitnya mencapai jutaan dolar. Untuk melindungi ban dari kerusakan karena logam, paku, atau pengotor lainnya di sepanjang jalur, tim perbaikan menggunakan mobil sweeper yang dilengkapi dengan magnet kuat untuk membersihkan jalur dari logam atau paku.

Selain contoh-contoh diatas, Lean Six Sigma juga dapat berperan di area lainnya, tergantung kebutuhan dari perusahaan yang bersangkutan. Memang benar bahwa dunia pertambangan memiliki tantangan yang berbeda dengan industri manufaktur. Akan tetapi, prinsip-prinsip Lean Six Sigma seperti proses yang efektif dan efisien, utilisasi operasi yang maksimal, dan fokus kepada kebutuhan pelanggan dapat diaplikasikan dalam industri ini.