Kompleksitas operasional telah berkembang dengan pesat sejak masa Henry Ford, dan karenanya membutuhkan lebih banyak kreatifitas dan kredibilitas untuk mengatasi segala permasalahan, baik yang muncul ke permukaan ataupun yang terselubung.

Kompleksitas sistem seringkali membuat bottleneck menjadi lebih sulit diatasi, apalagi dengan adanya pergerakan karakteristik produksi dari volume besar dengan variasi repetitif yang lebih sedikit menjadi produksi volume kecil dengan variasi repetitif yang lebih banyak, dan akhirnya kepada sistem produksi berbasis proyek. Sebelum mencoba mengatasinya, ada beberapa miskonsepsi atau mitos-mitos mengenai bottleneck yang harus kita ketahui.

Untuk menahaminya, Tim McMahon, seorang lean expert, mengajak kita untuk melakukan sedikit simulasi: bayangkan sebuah proses yang terdiri atas 6 langkah, untuk memenuhi kebutuhan pasar sejumlah 13 unit per jam. Proses “A” mampu melakukan pengadaan 17 unit per jam, sedangkan sumber daya “B” mampu memproduksi 14 unit per jam, dan seterusnya…

 A             B            C           D            E             F

(17)      (14)      (13)      (12)      (10)      (12)

Mitos 1: Tiap sumber daya yang kapasitasnya kurang dari sumber daya yang lainnya harus dianggap sebagai bottleneck.

Realita: Suatu sumber daya bisa jadi non-bottleneck bahkan jika memiliki kapasitas yang kurang dari permintaan. Pada contoh diatas, disebutkan bahwa operasional “B” hanya mampu memberikan 14 unit per jam, kurang 3 unit dari yang dapat disediakan sumber daya “A”. Namun proses “B” bukanlah bottleneck karena kapasitasnya lebih besar daripada permintaan pasar.

Mitos 2: Sumber daya yang memiliki beban kerja terberat harus dianggap bottleneck.

Realita: Sebuah sumber daya dapat menjadi non-bottleneck walaupun memiliki beban kerja terberat. Proses “A” memiliki beban kerja terberat, namun ia tidak menjadi bottleneck sumber daya “B” memiliki kapasitas lebih kecil dibanding “A”.

Mitos 3: Sumber daya yang sebelumnya didahului oleh antrian adalah bottleneck.

Baca juga  Data-driven Manufacturing untuk Transformasi Industri

Realita: Sebuah sumber daya dapat menjadi non-bottleneck bahkan jika didahului oleh antrian. Proses “C” adalah contoh sumber daya yang didahului oleh antrian, karena proses “B: memiliki rate produksi yang lebih besar. Namun demikian, “C” bukanlah bottleneck karena ia memproduksi jumlah yang diminta pasar, yaitu 13 unit per jam.

Mitos 4: Sumber daya yang memiliki antrian terpanjang sebelumnya adalah bottleneck

Realita: Sumber daya yang memiliki antrian paling panjang belum tentu bottleneck. Operasional “B” akan memiliki antrian terpanjang sebelumnya, karena, sekali lagi, “B” memproduksi lebih banyak dibandingkan permintaan pasar.

Mitos 5: Sumber daya yang merupakan bottleneck adalah yang memiliki peran kritikal.

Realita: Sebuah sumber daya dapat menjadi bottleneck walaupun ia tidak memiliki peran kritis. Proses “D” adalah bottleneck karena kapasitasnya lebih rendah daripada permintaan pasar. Bukan melihat kepada apakah “D” kritikal atau tidak.

Kendala yang ada dalam sistem ini adalah operasional “E”, yang merupakan bottleneck. Meningkatkan kapasitas dalam operasional lain kecuali “E” tidak akan mengubah output dari sistem. Dengan memahami realita yang ada, anda akan terbantu untuk mendefinisikan bottleneck, sehingga mereka akan lebih mudah ditemukan dalam rumitnya proses anda.