nummi toyota production system

Toyota memiliki cara tersendiri dalam memperkuat bisnisnya di Amerika. Salah satunya adalah pembentukan NUMMI. Bekerjasama dengan, tak lain tak bukan, General Motors (GM) yang notabene adalah kompetitor utamanya, Toyota mencoba mengintegrasikan sistem produksi Jepang dan Amerika. Sebuah cara pintar yang ditempuh oleh dua raksasa otomotif untuk menyikapi persaingan diantara mereka.

Hasil joint venture antara Toyota dan GM adalah NUMMI atau New United Motor Manufacturing. Pabrik NUMMI merupakan bekas pabrik General Motors yang berada di Fremont, California, yang telah ditutup pada tahun 1892. Pabrik tersebut resmi dibuka kembali pada tahun 1984, dan seiring perkembangannya mampu menampung 4700 karyawan (2010). Beberapa mobil yang diproduksi NUMMI diantaranya Chevrolet Nova, Hilux, Toyota Corolla, pick-up Toyota Tacoma, dan Chevrolet Prizm.

Memulai dengan Tujuan Berbeda, Mengakhiri dengan Hasil Berbeda

Pabrik Fremont merupakan salah satu pabrik milik General Motors yang telah ditutup. Dengan kerjasama tersebut, GM diuntungkan karena bisa membuka dan memberdayakan kembali pabrik tersebut. Toyota memberikan kontribusi berupa cetak biru proses produksi untuk memperbaiki kualitas mobil yang angka penjualannya lemah. Namun bukan itu inti kerjasamanya.

Menurut ahli strategi aliansi dari Brandeis International Business School, Ben Gomes-Casseres, GM dan Toyota membentuk NUMMI untuk memenuhi dua tujuan mulia: GM ingin mempelajari metode Toyota dalam memproduksi mobil penumpang dengan biaya yang efektif, sedangkan Toyota ingin mempelajari sistem produksi mobil di Amerika Serikat dengan adanya beberapa aturan mengenai impor dari Pemerintah Amerika. Joint venture ini bertujuan untuk mengakomodir kepentingan dari kedua pemain utama di industri otomotif tersebut.

Toyota sendiri melakukan “gambling”, dengan bekerjasama dengan kompetitor dan menanam investasi terbesar di luar Jepang. Namun mereka menyadari, itulah cara terbaik untuk mempelajari karakter pasar otomotif di AS. Toyoya menjadikan GM sebagai “guru”, dan juga belajar untuk mengadaptasikan konsep Toyota Production System dengan cara kerja para pemasok di AS, regulasi pemerintah AS, dan berhubungan dengan UAW (United Auto Workers), serikat pekerja industri otomotif di AS. Hanya dalam 2 tahun, Toyota telah mampu mempraktekkan apa yang mereka pelajari dan membangun pabrik milik sendiri di Kentucky, AS. Pabrik ini kemudian menjadi yang terbesar yang dimiliki Toyota diluar Jepang.

Baca juga  Mitsubishi Motor Corporation (MMC) menambah investasi senilai Rp5,7 triliun

Tantangan yang dihadapi GM lebih berat. Jika mereka ingin mengintip kedalam “kotak ajaib” Toyota, mereka harus menaklukkan tantangan yang berasal dari budaya kerja mereka sendiri. Selain itu, GM tidak terlalu terlibat dalam kerjasama, dengan hanya mengirimkan lebih dari selusin manajer di NUMMI. Toyota-lah yang menangani operasional pabrik. Walaupun hanya menempatkan sedikit orang dalam posisi manajerial, Toyota menguasai permainan karena mereka melakukan learning by doing yang ternyata lebih efektif.

GM juga menghadapi kesulitan dalam mengimplementasikan apa yang mereka saksikan di NUMMI. “Memang, GM menyaksikan semua yang dilakukan Toyota; mengorganisir pabrik dan berhubungan dengan para pemasok dengan cara berbeda,” kata Gomes-Casseres. “Namun tugas untuk mentransfer semua ilmu tersebut kedalam budaya di pabrik Detroit terbukti sulit. Papan nama baru bahkan tidak bisa mengubah kebiasaan lama perusahaan.”

Apa yang Gagal “Dicuri” GM dari NUMMI

Mantan pabrik GM di Fremont yang kemudian menjadi pabrik NUMMI merupakan salah satu contoh transformasi yang luar biasa. Pabrik tersebut sebelumnya dinobatkan sebagai pabrik terburuk dalam dunia oto-manufaktur di AS pada saat itu. Namun, dengan sentuhan khas Toyota, pabrik NUMMI berubah menjadi salah satu pabrik mobil terbaik di AS, dengan sangat sedikit waste dan cacat yang terjadi dalam proses produksi. Prestasi dan kekuatan inilah yang ingin GM ambil dan wujudkan di pabrik milik mereka.

Menurut paparan Gomes-Casseres dalam sebuah tulisan, GM sebenarnya ingin menduplikasi operasional NUMMI di pabrik-pabrik mereka. Butuh 15 tahun bagi GM untuk menuai hasilnya. Sebetulnya mereka tidak perlu menunggu terlalu lama jika saja sejak awal menyusun rencana implementasi yang tidak setengah-setengah. GM hanya mengirimkan para manajer untuk menduduki posisi di NUMMI, dengan harapan mereka bisa membawa pulang sedikit “serbuk ajaib”. Sayangnya, dengan Toyota menjalankan operasional, dan karena masalah budaya perusahaan, niat GM tidak dapat terlaksana dalam jangka waktu yang diharapkan. Menurut sebagian ahli, salah satu penyebab kegagalan terletak pada faktor manusia. Mereka yang bekerja di pabrik lain tidak memiliki motivasi yang sama dengan para pekerja di NUMMI. Akan lebih mudah meminta orang berubah jika mereka kehilangaan pekerjaan dan kemudian anda menawarkan untuk mengembalikan pekerjaan mereka.

Baca juga  Ini Biang Kerok Ekspor Industri Manufaktur Turun

Untuk membuat perubahan yang berarti, para manajer GM harus meninggalkan AS dan mentransformasi beberapa pabrik di Jerman dan Brazil pada pertengahan 90-an. Pembelajaran tersebut, walaupun memerlukan waktu satu setengah dekade, akhirnya berhasil membawa perubahan di tubuh GM. Pada tahun 2000-an, GM mengukuhkan sistem produksi mereka yang disebut “Global Manufacturing System”.***