Dua orang karyawan berkantor di kawasan kuningan Jakarta Selatan. Salah satunya setiap hari bangun jam lima pagi berangkat dari rumahnya di Bekasi, menembus kemacetan di jalan dan begitu sampai di kantor sering dimarahi atasan karena sering datang terlambat. Sementara rekannya, berangkat kerja jam 7 pagi, perjalanan ke kantor ditempuh dalam waktu 15 menit dengan berjalan kaki, dan dia tidak pernah dimarahi karena terlambat.
Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa seberapa jauh perjalanan (transportasi) yang anda tempuh, selama pelanggan (atasan) tidak melihat value-nya tercapai (masuk tepat waktu), maka pelanggan akan kecewa.
Kegiatan memindahkan material, barang, atau dokumen dari satu tempat ke tempat yang lain adalah aktivitas tidak bernilai tambah.
Kerugian dari pemborosan ini adalah penambahan peralatan material handling, staf yang mengoperasikan, biaya pelatihannya, sistem pencegahan kecelakaan, tambahan ruang untuk pergerakan barang dan lainnya. Transportasi juga menyebabkan kerusakana barang atau hilang akibat handling. Intinya, semakin panjang transportasi semakin banyak energi dan waktu yang terbuang tanpa menghasilkan kepuasan pelanggan.
Ada banyak penyebab pemborosan transportasi ini, namun yang utama dikarenakan overproduksi. Barang yang diproduksi lebih banyak dari permintaan akan meningkatkan inventori (persediaan barang), sehingga dibutuhkan alat transportasi untuk memindahkan persediaan tersebut dari satu gudang ke gudang lainnya.
Penyebab lainnya, disebabkan oleh buruknya tata letak tempat kerja yang tidak mempertimbangkan arus informasi atau barang. Organisasi yang diatur secara silo (tempat kerja dikelompokkan berdasarkan fungsi kerjanya) kerap mengalami pemborosan transportasi yang tinggi.
Kembali ke contoh kasus kementrian BUMN yang saat ini berinisiatif untuk memindahkan kantor PPA dari Sampoerna Strategic Square untuk menyatu dengan kantor Kementerian BUMN di Medan Merdeka Selatan. Kantor Merpati diminta dipindahkan dari Jalan Angkasa Kemayoran ke bandara. Inisiatif ini jelas menghemat waktu, menghemat bahan bakar, dan menghemat energi (kelelahan) yang harus dipakai untuk menempuh kemacetan di Jakarta. Efisiensi dan produktifitas di dapat sekaligus.
Contoh lain, sebuah Bank Swasta juga mengalami pemborosan ini. Pergerakan dokumen dari satu tempat ke tempat lain yang letaknya berjauhan. Persetujuan dokumen dilakukan oleh beberapa orang yang berkantor di gedung berbeda. Kurir harus menempuh jarak yang jauh turun dari lift dan berpindah gedung. Hal ini merugikan dari sisi sumber daya dan waktu yang terbuang. Kerugian yang lain, karena jarak tempuh yang jauh kurir berpikir “sekalian” sehingga dokumen akan ditumpuk dulu sampai cukup banyak baru di antarkan. Maka hal ini akan berdampak ke waktu tunggu yang meningkat. Dengan mengevaluasi kewenangan persetujuan dan pengaturan kembali tata letak kantor sesuai aliran proses) dan mengaplikasikan on-line approval, saat ini bank tersebut mampu memenuhi SLA persetujuan dokumen dan melakukan penghematan waktu dan sumber daya kurir.