Industri di Indonesia saat ini sedang mengalami tekanan yang sangat luar biasa. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya nilai impor dibanding nilai ekspor . Selama ini kegiatan ekspor masih didominasi oleh komoditas primer. Bahan baku dari Indonesia memang telah diakui oleh Produsen dunia akan kualitasnya. Sebagai contoh Jersey MU yang dijual di Old Trafford, sebagian orang hanya melihat merk besar Nike sebagai produsen tetapi kita perlu mengetahui bahwa seragam tersebut merupakan produk Made In Indonesia.
Keberadaan bahan baku yang berkualitas tentu menjadi modal bagi industri di Indonesia untuk menghasilkan produk yang berdaya saing, namun sampai saat ini hasil produksi kita masih kalah dengan produk luar negeri. Ya, kita harus mengakui bahwa industri kita masih mengalami permasalahan daya saing.
Menteri Perindustrian (Menprin) Airlangga Hartarto menegaskan penguatan inovasi industri nasional diperlukan untuk memacu peningkatan daya saing. Oleh karena itu, pelaku industri dituntut untuk menguasai teknologi terkini dan aktif melakukan penelitian dan pengembangan (research and development/ R&D).
[cpm_adm id=”11945″ show_desc=”no” size=”medium” align=”left”]
Dalam upaya mendongkrak daya saing Indonesia dan memperoleh manfaat dari perubahan sistem industri global di era revolusi saat ini, hal penting yang harus dibangun adalah penguatan inovasi di sektor industri. Di dalam global value chain, nilai tambah terbesar produk industri dihasilkan pada proses R&D dan purna jual, kemudian diikuti proses branding, pemasaran, desain, dan distribusi, tambahnya.
Negara yang sudah lebih dahulu melakukan penguatan teknologi dan R & D adalah Korea Selatan. Saat ini Korea Selatan menempati peringkat pertama dari 50 negara ekonomi paling kreatif versi Bloomberg, dengan nilai tertinggi dalam hal intensitas riset dan pengembangan, sektor manufaktur bernilai tambah, dan aktivitas paten. Korea Selatan mengalami kemajuan di bidang ekspor dengan 25% nya merupakan produk Hi – Tech. []