New customers come from the actions of past customers, kalimat tersebut ditulis oleh Eric Ries, dalam bukunya Lean Startup.
Hal ini terjadi karena adanya perubahaan tren di jaman persaingan yang semakin terbuka. Berkembangnya mobile dan internet turut andil dalam membangun kepercayaan pelanggan. Calon pelanggan saat ini sangat berhati – hati dalam membeli barang, setidaknya mereka akan melakukan riset produk yang akan mereka beli melalui internet, berdasarkan review yang ditulis oleh pelanggan yang pernah menggunakan produk tersebut mereka memutuskan akan membeli barang tersebut atau membatalkannya. Hal ini membuktikan bahwa pengalaman pelanggan sangat berpengaruh bagi masa depan perusahaan.
Riset yang dilakukan oleh Shaw dan Ivens dari Beyond PhilosophyTM, menunjukkan bahwa 85% para pemimpin perusahaan-perusahaan besar di dunia setuju bahwa elemen diferensiasi dari tradisional konsep seperti price, delivery dan lead times sudah kurang relevan dalam strategi bisnis. Eleven diferensiasi baru diperlukan, dan customer experiance-lah jawabannya. Inilah yang membuat para ahli management menekankan pentingnya pengalaman pelanggan (customer experience) bagi perusahaan saat ini.
Untuk membangun customer experience bukanlah hal yang mudah, perusahaan harus memperhatikan beberapa aspek yang bisa jadi tidak mudah dan murah. Menciptakan customer experience menjadi investasi yang sangat penting di masa akan datang. Dikutip dari marketeers.com, merujuk buku “Boosting Field Marketing Performance, From Strategy to Execution” (MarkPlus & Mizan: 2006), ada lima langkah yang harus diambil dalam membangun customer experience. Kelimanya mengacu pada gagasan Gary W. Millet dan Blaine Millet dalam “Creating and Delivering Totally Awesome Customer Experience”.
1. Memvisualisasikan experience
Sebelum melakukannya, konsep klasik hierarki kebutuhan Maslow bisa digunakan. Intinya, semakin tinggi segmen pelanggan, experience yang dihadirkan juga harus semakin tinggi. Misalnya, ada ponsel yang memang menyasar segmen premium. Sebab itu, kampanye pemasarannya lebih tampak eksklusif, personal, elegan, mengedepankan desain dan gaya hidup. Sementara, ada ponsel yang menyasar segmen massal. Kampanye pemasarannya pun divisualkan dengan kerumunan, banyak orang, dan harga ekonomis.
2. Menerjemahkan visi, mendesain peta experience, dan melatih karyawan
Usai menentukan konsep experience yang mau dibangun, kini saatnya menerjemahkan konsep itu ke dalam pedoman praktis yang disebut dengan Customers Experience Maps (CEM). CEM ini akan menjadi pedoman praktis dalam menarik perhatian dan melayani pelanggan. Misalnya, CEM ini dipakai dalam membangun dan mengisi sebuah kafe. Selanjutnya, CEM ini menjadi bahan pelatihan untuk karyawan.
[cpm_adm id=”11945″ show_desc=”no” size=”medium” align=”left”]
3. Membangun Experience Plan
Usai dilatih dengan CEM, karyawan diharapkan bisa mengenali segmen yang maksud dan memilih CEM yang paling relevan saat melayani pelanggan. Misalnya, layanan kepada pelanggan dewasa tentu berbeda dengan layanan kepada pelanggan anak-anak. CEM layanan kepada pelanggan melalui sistem drive thru tentu berbeda dengan yang langsung membeli di konter.
4. Berinteraksi dengan Pelanggan
Pengalaman juga bisa dibangun pada saat berinteraksi dengan pelanggan. Ada tiga hal yang bisa dibangun di sini, yakni Experience Response Point (ERP), Experience Voting Points (EVP), dan Experience Touch Point (ETP). ERP menjadi poin utama dalam experience pada pelanggan. Tidak harus selalu produk dan konten seperti makanan dan minuman. ERP juga bisa dengan konteksnya (cara menyajikan), seperti interior ruang, jenis bangku, live music, mini bar, dan sebagainya.
EVP menjadi titik utama untuk menstimulus pelanggan agar datang dan lalu menikmati experience yang disajikan dalam ERP. Misalnya, begitu pelanggan datang di pintu resto, pelayan langsung mengarahkan mereka ke bangku di mana ERP disediakan. Sementara itu, ETP menjadi keseluruhan titik di mana pelayan bisa berinteraksi dengan pelanggan. Misalnya, dari satpam, tukang parkir, pelayan resto, dan bahkan sampai manajer resto atau pemilik resto tersebut. Semua diarahkan untuk memberikan interaksi yang baik kepada pelanggan.
5. Mengukur customer delight
Seperti halnya di banyak proses, langkah terakhir dalam membangun customer experience adalah mengukur tingkat pencapaiannya. Proses tersebut dievaluasi dan diukur seberapa efektif untuk membangun pengalaman pelanggan. Hasil dari pengukuran dan evaluasi ini bisa digunakan untuk menyempurnakan CEM yang sudah dibuat.