Dalam menjalankan proyek improvement, fokus pada tools adalah penting. Tetapi bagaimana dengan manajemen perilaku? Seberapa besar dampaknya terhadap keberhasilan proyek?

Transformasi dan inovasi menjadi istilah promosi yang diminati banyak perusahaan beberapa tahun terakhir ini. Sayangnya, tidak sedikit yang gagal finish. Manajemen cenderung berpikir bahwa jika mereka bisa melatih dan membuat orang-orang menguasai prinsip dan tools perbaikan (Lean Six Sigma, misalnya) maka tranformasi dijamin sukses. Nyatanya, transfomasi yang selalu menjadi harapan baru bagi organisasi untuk mewujudkan tujuan, tidaklah semudah yang direncanakan. Jadi, bagaimana membuat transformasi yang berkelanjutan untuk mendorong perbaikan kinerja dan budaya improvement?

Memahami dan mengubah perilaku

Banyak yang menyebut 80 persen transformasi gagal bukan karena masalah teknis tetapi karena kegagalan mendorong penerimaan atas perubahan yang terjadi. Dengan kata lain, organisasi harus menyadari bahwa aspek people menjadi variabel utama dalam transformasi tersebut. Keyakinan, perilaku dan tindakan setiap anggota organisasi merupakan pembentuk budaya organisasi dan budaya inilah yang akan menentukan keberlanjutan transformasi di perusahaan Anda. Sebab itu, siapapun di organisasi harus bisa menerima perubahan sebagai norma baru, menerima perubahan sebagai bagian dari budaya organisasi.

Pertanyaan selanjutnya, apa yang dibutuhkan untuk mengubah budaya? Manoj Patel dalam processexcellencenetwork.com mengatakan bahwa hal pertama yang harus dilakukan adalah mengubah perilaku, nilai, dan kepercayaan pemimpin. Untuk melakukan ini dengan sukses, diperlukan keterampilan dalam membangun hubungan baik, mempengaruhi dan menjual; karena langkah pertama dalam setiap perubahan adalah keinginan.

Mengutip Industryweek, survei yang dilakukan oleh Katzenbach Center menemukan bahwa 84 persen dari eksekutif mengatakan budaya organisasi mereka penting bagi keberhasilan manajemen perubahan, sementara 64 persen peserta survei melihatnya lebih penting daripada strategi atau model operasi perusahaan. Namun, biasanya orang yang memimpin proses perubahan manajemen ini sering gagal jika bersinggungan dengan budaya yang sudah tertanam lama di dalam organisasi.

Jadi, alih-alih mencoba mengubah budaya yang sudah ada itu sendiri, manajer perubahan harus lebih terampil dalam memanfaatkan energi emosional dari budaya tersebut. Mereka harus memahami bagaimana cara orang-orang dalam berpikir, berperilaku, melakukan pekerjaan, dan apakah ada keinginan dari orang-orang untuk berubah. Untuk menggunakan energi emosional ini, pemimpin harus mencari unsur-unsur budaya yang selaras dengan perubahan, membawa mereka ke latar depan, dan menarik perhatian orang-orang yang siap untuk melakukan perubahan. Demonstrasikan manfaat-manfaat transformasi kepada semua stakeholders, setiap orang tentu memiliki minat yang berbeda Anda harus mempengaruhi mereka sehingga memiliki keinginan untuk melakukannya.

Baca juga  7 Fakta Menarik dari Metode Inovasi Design Thinking

Pentingnya Katalisator

Langkah selanjutnya adalah menemukan change agent yang akan menjadi katalisator yang menyebarkan semangat perubahan. Walaupun inisiatif perbaikan seringkali dimulai oleh satu atau dua orang saja, namun inisiatif yang sukses mampu menghimpun lebih banyak massa dan membentuk koalisi kepemimpinan yang kuat.

Kepemimpinan yang kuat dan dukungan dari para karyawan kunci sangat penting dalam tahap kedua ini. Orang-orang perlu diyakinkan bahwa perubahan itu perlu. Mengelola perubahan saja bukan menjadi satu-satunya jalan keluar, karena betapapun bagusnya ide perubahan, keberhasilannya bergantung dari eksekusi para individunya. Selanjutnya libatkan orang sebanyak mungkin untuk mendefinisikan gambaran (tujuan) masa depan yang diinginkan, menyusun rencana dan strategi yang diperlukan untuk mewujudkannya.

Dalam usaha transformasi yang sukses, semua pihak harus bersatu dan mengembangkan komitmen bersama untuk meningkatkan keunggulan kinerja perusahaan melalui perubahan. Ingat bahwa tujuan akhir dari setiap proyek improvement adalah membuat orang mau menerima, mengadaptasi, dan mempertahankan perilaku/ perubahan baru tersebut. Singkatnya tanpa perubahan perilaku maka proses perbaikan tidak akan berhasil.