Uji Klinik adalah salah satu bentuk penelitian eksperimental untuk mengevaluasi efektifitas dan keamanan obat atau alat medis, dengan cara memantau efek pada sekelompok besar orang. Pengujian ini merupakan tahapan terakhir dari proses penelitian obat dan alat medis yang panjang, untuk memastikan keamanan, efek dan kelayakan pakainya. Karena itulah, lembaga yang berkecimpung di bidang ini harus memiliki proses pengujian yang efektif, cepat dan bebas waste untuk hasil pengujian yang akurat. Inisiatif perbaikan proses yang efektif menjadi kunci untuk mengurangi penundaan dan meningkatkan akurasi data.
Dalam aktifitas uji klinik, lamanya waktu pengujian dan akurasi data menjadi faktor kritikal. Biaya penundaan peluncuran obat ke pasaran per-harinya bisa mencapai milyaran rupiah. Sulitnya, kesalahan paperwork di proses pengujian klinis, baik di level sponsor yaitu industri farmasi, level organisasi riset kontrak (ORK), maupun level institusi peninjau (institutional review board atau IRB) seperti BPOM atau Departemen Kesehatan, bisa menyebabkan efek degradasi serius dan berdampak negatif terhadap keberhasilan penelitian dan waktu perilisan obat ke pasar atau time-to-market.
Faktor inilah yang menyebabkan beberapa organisasi di industri uji klinis dan semua pihak yang terlibat berinisiatif untuk melakukan efisiensi dan perbaikan akurasi. Untuk melakukannya, organisasi perlu menggali secara mendalam untuk menemukan simptom dan menyingkap penyebab terjadinya penundaan dan kesalahan. Aplikasi metode perbaikan yang holistik akan memberikan efek maksimum dan ROI yang cepat. Jika perlu, proses-proses baru dirancang dan diimplementasikan dan menjadi bagian dari budaya organisasi yang memastikan continuous improvement.
Untuk memenuhi target perbaikan, beberapa organisasi dari industri pengujian klinik menerapkan prinsip Lean Six Sigma di proses mereka. Seperti yang kita ketahui, Lean adalah metodologi yang akan memaksimalkan value pelanggan dan meminimalisir waste (aktifitas tanpa value). Fokus Lean adalah pada eliminasi waste di seluruh aliran value (value stream), menciptakan proses yang membutuhkan effort lebih sedikit, juga lebih sedikit tempat, biaya dan waktu. Hasil dari proses tersebut berupa produk dan jasa yang cost-effective dengan lebih sedikit cacat. Dengan Lean, organisasi memiliki kekuatan untuk merespon kebutuhan atau keinginan pelanggan yang berubah-ubah dengan varietas yang beragam, kualitas tinggi, biaya rendah, dan waktu throughput yang cepat. Keuntungan lain dari Lean adalah manajemen informasi yang menjadi lebih sederhana dan akurat.
Di sisi lain, Six Sigma merupakan pendekatan berbasis data yang fungsi utamanya menghilangkan kecenderungan cacat produk atau jasa. Kedua inisiatif, Lean dan Six Sigma, bekerja bersama untuk meraih hasil superior yang konsisten.
Walaupun Lean Six Sigma berakar di industri manufaktur, metodologi tersebut sama efektifnya untuk diaplikasikan di organisasi berbasis jasa, seperti laboratorium uji klinik. Dengan menemukan akar masalah, para sponsor, ORK dan institusi peninjau (BPOM misalnya), akan bisa mengentaskan masalah penundaan atau delay dan kesalahan paperwork, sehingga meningkatkan time-to-market dan akurasi keseluruhan. Hasilnya adalah berupa studi yang selesai lebih cepat, lebih profitable dengan pengawasan etika klinis yang lebih baik. Hasil penelitian yang baik akan melindungi subyek manusia dan populasi yang rentan.
Perspektif Lean Six Sigma di Institusi Peninjau Uji Klinis
Implementasi Lean Six Sigma di industri uji klinik bisa dijabarkan melalui dua perspektif. Perspektif pertama milik sebuah institusi peninjau atau IRB sejenis BPOM yang berbasis di North Carolina, yang telah berhasil mempercepat waktu proses di laboratorium dan mengurangi eror dengan Lean Six Sigma. Perspektif kedua datang dari sebuah perusahaan sponsor uji klinik. Berikut penjabaran kedua perspektif terseut:
Lembaga Peninjau yang berlokasi di North Carolina ini bernama Copernicus Group IRB atau CGIRB dan berdiri pada bulan Juli 1996, yang tugas utamanya adalah memastikan perlindungan hak-hak dan kesejahteraan subyek manusia yang terlibat dalam penelitian. CGIRB melakukan tinjauan terhadap protokol penelitian dan studi-studi terkait, serta kualifikasi penyidik dan sumber daya untuk memastikan kepatuhan kepada regulasi.
Lembaga ini memiliki tradisi panjang dalam memenuhi atau bahkan melampaui standar sertifikasi industri. Mereka menjadi organisasi pertama yang menerima akreditasi penuh untuk program penelitian dengan subyek manusia dari AAHRPP atau Association for the Accreditation of Human Research Protection Programs, Inc. pada 2004. Akreditasi ini-pun telah diperbarui pada tahun 2007 dan 2011. Akreditasi ini bukan tanpa alasan. CGIRB memang telah lama fokus pada peningkatan proses atau process improvement. Mereka juga mematuhi standar quality management dengan perolehan ISO 9001:2008.
Untuk memastikan kualitas tetap terjaga, CGIRB lalu mencari metode yang sesuai untuk mengurangi aktifitas yang menghambat kualitas, atay dalam Lean disebut waste (aktifitas tanpa nilai). Mereka ingin meningkatkan waktu respon dan memenuhi 100 persen akurasi data di setiap submisi. Melalui riset mendalam mengenai metode perbaikan sistem yang ada, organisasi ini akhirnya menemukan Lean Six Sigma dan mulai menjalankannya.
Target program Lean Six Sigma di CGIRB adalah meminimalisir aktifitas tanpa nilai (non-value-added activities) dan mengurangi variasi. Salah satu tujuannya adalah menghilangkan rework, mengurangi biaya dan meningkatkan kepuasan pelanggan, baik internal ataupun eksternal. Program Lean di CGIRB disebut Copernicus Lean and Six Sigma atau CLASS.
Target tersebut dipenuhi melalui pendekatan kerja tim yang dipimpin oleh seorang fasilitator. Fasilitator ini mampu mendorong dan membangkitkan moral positif karyawan. Kesuksesan program ditentukan dengan mengukur kesalahan internal dan eksternal, umpan balik pelanggan dan keterlibatan karyawan. Survey, matriks dan error Sigma rates secara rutin dianalisa untuk mengetahui efektifitas program perbaikan.***