Menurut sebuah penelitan tentang perilaku organisasi di Amerika Serikat, perusahaan besar dan mapan menghadapi persoalan serius: gagal berinovasi. Persoalannya cukup sederhana, perusahaan-perusahaan tersebut kurang termotivasi untuk menciptakan terobosan teknologi. Sejumlah pihak menyanggah hasil riset lantaran perusahaan yang mapan tak terpacu mengejar ide-ide baru radikal, karena tak mau berisiko mengkanibal kesuksesannya sendiri.
Pihak lain mengklaim perusahaan yang mapan mungkin mencoba melakukan inovasi, namun terjebak dengan pola lama. Keengganan melakukan inovasi atau terlampau fanatis dengan cara-cara lama, telah membatasi sebuah perusahaan mapan mengembangkan teknologi baru. Perusahaan mapan tak mau berisiko mendapatkan masalah saat melakukan inovasi. Apalagi risiko gagal.
Di sisi lain, perusahaan yang mencoba melakukan terobosan inovasi saat performa teknologinya tak berjalan sesuai harapan. Perusahaan yang memenangi kompetisi teknologi mungkin tak memerlukan sesuatu yang radikal. Tetapi bagi perusahaan yang kalah dalam kompetisi akan mencari terobosan besar. Terlebih jika capaian performanya di bawah rata-rata. Sebuah penemuan baru tentunya akan membuatnya kembali melejit dan diperhitungkan.
Tentunya upaya merancang terobosan teknologi baru akan berhasil jika dilakukan dalam kondisi yang normal. Sebuah organisasi akan memberikan performa lebih baik saat mereka memiliki sumberdaya memadai, bahkan kuat. Memiliki ilmuan insinyur, proses pengembangan produk yang efektif serta merek dagang yang terkenal.
Keuntungan memiliki sumberdaya, sistem dan proses produksi yang prima, kian terakselerasikan dengan upaya melakukan penemuan radikal. Semakin baik pemahaman tentang kemungkinan dan batasan teknologi lama, semakin baik pula kesempatan untuk mengkombinasikannya dengan pengetahuan yang lebih luas, mengembangkan sesuatu yang benar-benar baru
Dua argumentasi tersebut menjadi usulan sekaligus fundamental dalam menghindari ketidaksesuaian antara keinginan mengejar terobosan inovasi baru sekaligus menjadi sukses. Perusahaan mungkin lebih termotivasi untuk mengejar teknologi baru secara radikal saat mereka tertinggal. Mereka mungkin akan sukses merancang sebuah teknologi saat memimpin.
Selanjutnya, perusahaan yang mengejar terobosan teknologi baru saat performa mereka jatuh, mungkin mencoba berinvestasi dengan mencari terobosan besar, sementara perusahaan yang memilih “bermain aman” lantaran performanya jauh melampaui harapan akan menyimpan investasinya. []