Sakichi Toyoda adalah seorang tukang dan penemu, tak ubahnya seperti Henry Ford, yang hidup di akhir tahun 1800-an di sebuah desa terpencil diluar Nagoya. Pada saat itu, pemintalan adalah industri utama di Jepang dan pemerintahnya ingin mengembangkan usaha-usaha kecil dengan mendorong pembentukan industri rumah tangga di seluruh Jepang.

Toko-toko kecil dan penggilingan kecil yang menjadi bisnis rumahan merupakan hal yang biasa pada masa itu. Para ibu rumah tangga bisa menghasilkan sedikit uang dengan bekerja di toko-toko tersebut atau di rumah mereka. Sebagai anak laki-laki, Toyoda belajar seluk beluk menjadi tukang kayu dari ayahnya, sehingga akhirnya mampu menerapkan pengetahuannya dengan merancang dan menciptakan mesin tenun dari kayu. Pada tahun 1894, ia mulai membuat alat tenun manual yang lebih murah namun lebih baik daripada alat tenun yang telah ada saat itu.

Toyoda merasa senang dengan alat tenun buatannya, namun ia masih kurang puas karena ibu, nenek, dan teman-temannya masih harus bekerja keras memutar dan menenun. Dia ingin menemukan mesin yang canggih agar mereka bisa terbebas dari kerja keras tersebut. Karena itulah, ia memulai eksperimennya dan mengembangkan alat tenun kayu yang dijalankan oleh mesin.

Alat Tenun Canggih

Pada masa itu, penemu harus melakukan semuanya sendiri. Tidak ada bantuan dari departemen riset dan pengembangan, dan tidak ada pekerjaan yang dapat didelegasikan. Ketika Toyoda pertama kali mengembangkan mesin tenunnya, tidak ada sumber tenaga yang dapat dipakai untuk menjalankannya sehingga perhatiannya terpusat kepada masalah pembangkitan tenaga. Mesin uap merupakan sumber tenaga yang paling umum saat itu, jadi ia membeli sebuah mesin uap bekas pakai dan bereksperimen dengan menggunakan mesin uap tersebut. Dalam prosesnya, Toyoda banyak melakukan percobaan dan pengujian sendiri, suatu pendekatan yang menjadi pondasi Toyota Way, yaitu genchi genbutsu. Pada 1926, Toyoda mendirikan Toyoda Automatic Loom Works, yang saat ini menjadi induk Toyota Group dan merupakan inti konglomerasi (keiretsu) Toyota hingga saat ini.

Baca juga  Actions speak louder than words, ubah idemu jadi aksi nyata

Filosofi Dasar Toyota Production System

Upaya Toyoda untuk mencoba, memperbaiki dan menemukan tanpa kenal lelah akhirnya membuahkan hasil berupa mesin tenun canggih yang otomatis, yang menjadi sangat terkenal hingga menyaingi “Permata Mikimoto” dan “Biola Suzuki” (Toyoda, 1987). Di antara penemuannya adalah mekanisme khusus untuk secara otomatis menghentikan alat tenun ketika ada benang yang putus, sehingga menghindarkan terjadinya cacat produk (defect). Mekanisme ini adalah penemuan yang berevolusi menjadi sebuah sistem yang lebih luas, dan menjadi salah satu dari dua pilar Toyota Production System. Mekanisme ini disebut jidoka (otomasi dengan sentuhan manusia).

Pada intinya, jidoka adalah “pencegah kesalahan”, atau menciptakan kualitas dalam proses mengubah bahan baku menjadi barang jadi. Dengan sistem operasi yang berjalan otomatis (dan otomatis berhenti ketika terjadi kesalahan), maka petugas tidak terikat pada satu proses atau mesin saja dan bebas melakukan banyak pekerjaan sekaligus yang akan memberikan value.

Selama hidupnya, Sakichi Toyoda dianggap sebagai insinyur dan penemu yang sangat dihormati, khususnya di Jepang. Namun kontribusi terbesarnya adalah berupa pengembangan Toyota berdasarkan filosofi dan pendekatannya terhadap segala sesuatu yang ia kerjakan dengan semangat yang terus menyala. Menariknya, filosofi yang melahirkan The Toyota Way ini merupakan salah satu bentuk pengaruh sebuah buku yang dibaca Toyoda, yaitu Self-Help. Buku ini pertama kali terbit di Inggris pada 1859. Dalam buku ini, dipaparkan kebaikan-kebaikan dan dorongan untuk bekerja kerjas, hidup hemat, terus melakukan perbaikan diri, dan dibumbui dengan kisah nyata para penemu hebat seperti James Watt dan mesin uapnya. Buku tersebut begitu menginspirasi Toyoda sehingga satu kopinya dipamerkan di museum yang didirikan di tanah kelahirannya.***

Baca juga  Actions speak louder than words, ubah idemu jadi aksi nyata

Sumber: The Toyota Way (Jeffrey K. Liker).