Ketika pada tahun 2000 lalu Larry Ellison, founder dan CEO dari Oracle, dan COO-nya, Ray Lane dikabarkan pecah kongsi, berita perpecahan kedua eksekutif ini meramaikan headline di berbagai media layaknya pemberitaan sebuah perceraian selebriti. Bahkan, seorang reporter Forbes.com, David Einstein, bertanya-tanya, apakah Lane mengundurkan diri atau dipaksa mundur? Einstein dan jurnalis lainnya berharap bisa menemukan latar belakang perpisahan yang menghebohkan itu. Mengapa Lane mendadak menghilang dari kantor Oracle setelah 8 tahun menjabat?

Segera setelah pemberitaan tersebut, CNET News.com menerbitkan artikel seperti berikut : “Sebuah Cerita Penderitaan Seorang Lane di salah satu perusahaan yang paling kuat dalam hal teknologi merupakan salah satu kesombongan, keserakahan, pengkhianatan dan sebuah pencerahan pribadi…”

Para pembaca disisakan dengan dua teka-teki yang harus dipilih: Yang pertama, mengapa Lane meninggalkan posisi nya sebagai COO di Oracle, mengingat ia memiliki prestasi yang mengagumkan. Dan kedua, mengapa pemberitaan ini dibungkus dalam drama yang terkesan hiperbolik. Para eksekutif terus berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Sesering apapun pemberitaan disajikan, tetap saja akan menjadi cerita yang sama menariknya.

Bagi para pakar, pertentangan antara CEO dan COO menerangkan suatu hal: kedua peran tersebut memiliki fungsi dan tanggung jawab yang berbeda. Jika tidak memahami perbedaannya, akan terjadi overlap yang nantinya akan menjadi bom waktu.

Melalui perbincangan mendalam dengan para CEO yang bekerja bersama COO, para pakar memperoleh pengetahuan mengenai sesuatu yang telah dilupakan oleh sebagian besar praktisi manajemen. Penemuan ini menjelaskan tidak hanya hubungan dramatis dan bubarnya para eksekutif ini, tetapi juga kesuksesan para COO yang belum pernah terdengar sebelumnya.

Pemahaman mengenai kunci sukses COO sangat vital, mengingat efektifitas kerja seorang COO sangat penting bagi kemajuan banyak perusahaan. Karena itulah, sebaiknya peran second-in-command executive seperti COO didukung dengan hak-hak yang setara dengan eksekutif lain di perusahaan. Jika COO tidak mendapatkannya, kemungkinan besar penyebabnya adalah kesalahpahaman mengenai peran ini masih sering terjadi.

COO Adalah Peran yang Unik

Ketika kita membahas peran COO dari sudut pandang keilmuan, akan sulit menemukan satu kesimpulan yang konstan. Pasalnya, mereka yang berasal dari berbagai latar belakang, dengan kemampuan yang memadai, akan bisa sukses menjalankan peran sebagai COO. Fakta ini membuat topik mengenai peran COO menjadi sulit dipelajari. Tidak mudah mengetahui apakah kita telah membuat kesimpulan yang adil ketika membandingkan kinerja satu COO dengan yang lain.

Baca juga  Actions speak louder than words, ubah idemu jadi aksi nyata

Seorang tenaga penjual atau pemasaran yang telah mengembangkan kemampuannya dan menemukan stratgegi terbaik untuk melakukan pekerjaannya umumnya mampu memperoleh kesuksesan yang sama di perusahaan lain, bahkan dalam industri yang jauh berbeda. Sama halnya dengan spesialis di bidang finansial dan sumber daya manusia, mereka telah memiliki standar dalam melakukan pekerjaan. Berbeda halnya dengan COO; jika seorang COO berhasil sukses di sebuah perusahaan, kemampuan dan pengetahuan yang membuatnya sukses belum tentu akan berhasil diaplikasikan di perusahaan lain; skill-set COO tidak bersifat genetik atau portable. Bahkan, dalam satu perusahaan yang sama, kualifikasi untuk peran COO bisa berubah. Maynard Webb, mantan COO eBay, mengatakan, “Brian Swette, COO pertama, memiliki pekerjaan yang jauh berbeda dengan pekerjaan saya. Brian ahli di bidang penjualan dan pemasaran. Dia memiliki unit bisnis yang bertanggung-jawab langsung kepadanya dan dia sama sekali tidak melakukan apa yang saya lakukan (saat menjadi COO)”.

Fakta ini membuat para pakar kesulitan menentukan kondisi lingkungan yang tepat untuk menunjang keberhasilan seorang COO. Memang ada asumsi bahwa perusahaan yang memiliki sisi operasional yang intens memerlukan COO, pada kenyataannya banyak perusahaan yang tidak masuk katogoru tersebut juga memilikinya. Banyak juga perusahaan yang ‘seharusnya’ memiliki COO, tapi tidak memilikinya. Sebuah perusahaan yang sebelumnya memiliki COO-pun kadang berjalan tanpa ada yang mengisi posisi tersebut. Studi yang dilakukan oleh Crist Associates menyatakan bahwa hanya 17% perusahaan yang ditinggalkan oleh COO-nya yang mengangkat atau merekrut seseorang untuk menggantikannya.

Pada akhirnya, tidak ada satu deskripsi yang mampu menjelaskan segala hal mengenai COO dan pekerjaan serta tanggung jawabnya. Seringkali, perusahaan membebankan semua tanggung jawab yang berkaitan dengan operasional kepada COO, termasuk produksi, penjualan dan pemasaran, serta riset dan pengembangan. Misi COO sangat spesifik, sesuai kebutuhan bisnis perusahaan. Contohnya, ketika Kevin Turner yang berpengalaman di Wal-Mart ditunjuk Microsoft untuk menjadi COO, ia diminta untuk menggunakan pengalaman ritelnya untuk memimpin usaha mengembangkan bisnis produk konsumen, sesuai keahliannya.

Baca juga  Indonesia di posisi ke-12 Top Manufacturing Countries by Value Added 

Untuk menjawab pertanyaan mengenai peran COO ini, dibutuhkan sebuah perubahan cara pandang. Kuncinya adalah pada tujuan pengadaan peran COO tersebut dan peran COO  yang berkaitan dengan sang CEO sebagai individu.***RR/RW