Alarm merupakan penemuan teknologi abad 18, dipelopori industri keamanan elektronik untuk mengamankan properti dan kehidupan. Fungsinya memberitahukan bahaya, kerusakan atau kejadian yang tak diharapkan sehingga dapat segera diantisipasi. Penemuan alarm nampaknya memberikan fondasi yang kokoh pada suksesnya otomatisasi industri. Sensor otomatis menjadi produk improvisasi industri mesin tenun otomatis dan otomotif untuk mengantisipasi produk cacat dan gagal.

Awalnya hanyalah anyaman benang. Ribuan benang dirangkai sejajar, vertikal, horizontal selang-seling menghasilkan kombinasi warna. Mulanya rangkai benang menjadi kain dilakukan manual. Namun setelah Joseph Marie Jacquard, Pengusaha mesin tenun asal Prancis (1752-1834) berhasil merevolusi mesin tenun, proses penganyaman benang beralih otomatis menjadi lebih cepat, efektif dan terukur.

Pengalaman berbeda dirasakan Sakichi Toyoda (1867-1930) seorang industrialis, pengusaha mesin tenun asal Jepang. Saat mesin tenun otomatis miliknya bermasalah langsung berdampak pada produk yang gagal, no good product atau reject product. Akhirnya Toyoda melakukan improvement, memasang sensor otomatis pada mesin tenunnya. Sensor otomatis tersebut berfungsi menunda proses produksi saat mesin bermasalah. Mesin berhenti otomatis ketika sensor memberikan sinyal abnormal. Sejak saat itu, tak ada lagi produk Toyoda yang gagal.

Improvement Toyoda membuat sensor otomatis di kemudian hari berkembang menjadi Toyota Production System (TPS) dan otomatisasi proses produksi Sakichi Toyoda disebut sebagai konsep Jidoka. Jidoka dalam TPS adalah suatu alat atau sistem untuk mendeteksi abnormalitas proses. Misalnya pada penggunaan conveyor, operator dianjurkan untuk menarik tuas ‘line stop’ menghentikan produksi sampai seorang leader datang, mengecek, mengurai dan menormalkan proses.

Beberapa hal yang mesti dilakukan untuk mengimplementasikan Jidoka. Secara periodik mengganti “cutting tool” mesin, mengecek kualitas produk, mengganti oli mesin produksi, membuang burry dan secara periodik melakukan praktik maintenance. Jidoka didukung dua kegiatan utama, Build In Quality In Process dan Penyederhanaan Man Power.

Baca juga  Bagaimana cara kerja pemimpin yang agile?

Bulid In Quality In Process pada lini produksi bertujuan menerima barang berkualitas dari proses sebelumnya, hanya membuat barang yang berkualitas, dan hanya mengirim barang berkualitas ke proses berikutnya. Sementara penyederhanaan Man Power adalah memisahkan kerja orang dan kerja mesin, misalnya dalam produksi massal, seorang operator melakukan proses hand-drilling benda kerja seharian. []